Kumpulan tulisan Muhammad Yasin, Wartawan, Blogger dan pebisnis online

Jumat, 14 Januari 2011

Sejarah Sinetron Indonesia

Awal kemunculan sinetron bermula dari siaran drama berseri di beberapa radio Amerika sekitar tahun 1930-an. Mayoritas pendengar radio waktu itu adalah ibu-ibu rumah tangga. Sambil mengisi waktu luang atau saat sedang merapikan seisi rumah para, ibu-ibu terbiasa mendengarkan drama serial yang disampaikan radio.
Nampaknya ini menjadi peluang emas bagi perusahaan deterjen dan beberapa produk kebersihan lainnya untuk memasang iklan disela-sela drama berseri tersebut. Oleh karena itu drama serial ini kemudian dikenal dengan soap opera (opera sabun). Setelah kemunculan televisi warna di tengah-tengah masyarakat sekitar tahun 1940-an berkat karya Peter Goldmark, drama berseri yang semula disiarkan di beberapa radio beralih ke televisi namun masih dengan nama opera sabun. Hal yang sama terjadi di Spanyol namun drama seri di Spanyol dikenal dengan telenovela.
Masuk ke Indonesia
Di Indonesia istilah sinetron dikenalkan pertama kali oleh Bapak Soemardjono, salah satu pendiri Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Sinetron sendiri berasal dari Sinema Elektronik yaitu sebuah tayangan sinema (film) berseri yang ditonton melalui media elektronik (televisi).
Sinetron yang pertama kali muncul di Indonesia berjudul ‘Losmen’ yang ditayangkan sekitar tahun 80-an oleh TVRI, stasiun televisi milik pemerintah Indonesia sekaligus satu-satunya televisi yang ada saat itu. Losmen bercerita tentang kehidupan sehari- hari keluarga Pak Broto yang mengelola penginapan (Losmen). Drama ini dibintangi oleh aktor dan aktris senior seperti Dewi Yull, Mieke Wijaya dan Mathias Muchus. 
Berbeda dengan sinetron sekarang yang penayangannya setiap hari, drama Losmen ditayangkan sebulan sekali karena jam siaran TVRI yang masih terbatas. Jadi, untuk menonton episode selanjutnya harus menunggu bulan berikutnya.  Meskipun demikian, istilah sinetron baru digunakan pada drama berseri, Jendela Rumah Kita pada tahun 1989.
Tidak lama kemudian muncul televisi-telvisi swasta yang diawali oleh RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia), yang mengudara pada pada 13 November 1988. Kemudian RCTI diresmikan 24 Agustus 1989. Akan tetapi RCTI mulai diakses oleh masyarakat sekitar akhir 1991.
Tayangan sinetron pun mulai membanjiri saluran tv swasta. Sebutlah diantaranya Si Cemplon, Si Doel Anak Sekolahan dan masih banyak lainnya. Diantara sinetron-sinetron yang ada pada masa itu, Si Doel Anak Sekolahan adalah sinetron paling populer dan mendapat tempat di hati masyarakat. Sampai akhirnya sinetron Si Doel Anak sekolahan dibuat hingga beberapa sekuel dengan pemeran utamanya, Rano Karno.
Pergeseran Tema
Memasuki tahun 1995 hingga 1998, tema sinetron sedikit bergeser. Para sutradara membuat sinetron yang diadaptasi dari film layar lebar tahun 80-an, semisal Lupus, Olga dan Catatan Si Boy. Di era ini pula, sinetron dari negeri Latin, alias telenovela membanjiri layar kaca Indonesia. Diantara yang populer adalah Maria Mercedes yang melambungkan nama pemainnya, Thalia.
Berikutnya di tahun 1998, Multivision Plus sebagai salah satu perusahaan pembuat film di Indonesia, membuat sinetron ‘Tersanjung’. Sinetron ini adalah sinetron terpanjang yang pernah dibuat, terdiri dari 356 episode yang dibagi beberapa sekuel. Pada masa ini, tema sinetron kembali berubah. Kebanyakan sinetron yang diproduksi merupakan adaptasi dari novel- novel terkenal seperti Karmila.
Era Religi
Era Millenium, yang ditandai pergantian tahun dari 1999 ke 2000 menjadi puncak bagi dunia sinetron Indonesia.  Tema sinetron lebih beragam, mulai dari horor sampai kehidupan masyarakat Jakarta.  Hingga kini terdapat beberapa pembagian jenis sinetron misalnya : sinetron religi (agama), sinetron komedi,  sinetron horor, sinetron dewasa, sinetron remaja dan sinetron anak.
Sinetron religi dalam artian sinetron bernafaskan Islam pertama kali muncul di televisi swasta berawal dari beberapa sinetron religi karya Dedy Mizwar tahun 1992 diantaranya Abu Nawas, Hikayat Pengembara dan Mat Angin.  Diluar dugaan Ketiga sinetron ini bisa memikat hati pemirsa. Buktinya sinetron ini bertahan sampai puluhan episode. Abu nawas mencapai 52 episode sedangkan Hikayat Pengembara menembus lebih dari 100 episode.
Sinetron religi kemudian melejit meramaikan telivisi nasional berbarengan dengan sinetron lainnya pada era millenium. Namun sayangnya sinetron religi pada masa itu jauh dari label keislaman sebagaimana yang diajarkan dalam Islam. Aroma mistik muncul menghisasi sinetron seperti Taubat, Rahasia Ilahi, Takdir Ilahi, Kuasa Ilahi, Misteri Ilahi, dan insyaf. Mistik tampak bagaimana siksa kubur yang diderita si mayat dipertontonkan kepada masyarakat.
Maraknya sinetron berbau mistik di Indonesia sampai dipertanyakan oleh Konferensi Islam yang digelar Universitas Manchester dan Universitas Surrey, Inggris, di Gedung Samuel Alexander The University of Manchester pada tahun 2008. Situs www.antara.co.id menyebutkan konferensi yang bertemakan Representasi Islam: Perseptif Komparatif" dihadiri oleh ratusan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, Islamic studies, Media Studies, antropolog sampai sosiolog yang datang dari berbagai negara di Eropa, Amerika, Timur Tengah, Asia, dan Afrika.
Indonesia yang diwakili oleh Muzayin Nazaruddin dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogjakarta menyampaikan makalahnya "Representasi Islam dalam Sinetron Religi". Dia menilai kurang tepat menyebut sinetron religius sebagai "self representation of Muslim in Indonesia".

"Bagaimanapun konteks paling kuat yang melatarbelakangi maraknya sinetron religius adalah kekuatan pemodal di balik proses produksinya (production house, pengelola stasiun televisi, dan pengiklan) yang menjadikan Islam sebagai komoditas untuk diperdagangkan," ujarnya.
Kajian yang dilakukan Muzayin menyimpulkan beberapa temuan tentang representasi Islam dalam sinetron religius yaitu Islam memandang sesuatu secara ekstrim, hitam dan putih. Hal ini sering ditampilkan dengan penggambaran tokoh protagonis secara ekstrim baik, tanpa cacat sedikitpun, sebaliknya tokoh antagonis secara ekstrim buruk, tanpa kebaikan sedikitpun.
Selain itu seringkali, kepasrahan tampil secara ekstrim tanpa perjuangan atau usaha apapun, cukup berpasrah diri, kesuksesan hidup akan datang dengan sendirinya, Taubat bisa dilakukan secara instan, cukup dalam sekali langkah, seseorang akan langsung baik. Perempuan sering ditampilkan sebagai sumber masalah, baik secara personal maupun sosial. Islam direpresentasikan sebagai agama yang irasional dan penuh kegaiban.
Warna negatif ini terus berlanjut hingga tahun 2009. Tercatat sejumlah sinetron religi seperti Muslimah dan Hareem disebut oleh banyak kalangan telah menodai citra Islam. Bahkan Majelis Ulama Indonesia melalui KPI telah menegur tayangan tersebut.
Maraknya sinetron religi di negara Indonesia setidaknya mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia merindukan sinetron bemuatan dakwah. Ini merupakan berkah dakwah yang seharusnya digarap oleh pihak-pihak tertentu yang paham betul tentang Islam. Namun sayangnya di saat kerinduan itu memuncak justru sinetron ‘religi’ dibumbui oleh hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri. Akibatnya tentu berdampak pada pencitraan Islam yang dipandang negatif oleh berbagai pihak. Wallahua’alam.
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 34

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Assalamualaikum Yasin,
saya Lili mahasiswa undip
saya meminta ijin mengambil artikel anda tentang sejarah sinetron indonesia. Namun, saya ingin meminta tolong dijelaskan artikel ini diterbitkan di Tabloid Alhikmah edisi 34 tahun berapa dan halaman berapa ya? kalau boleh, saya boleh minta foto/pdf halaman tabloid tersebut kalau ada? mungkin anda mendokumentasikannya...?
Insyaallah nantinya, artikel ini akan menjadi salah satu referensi tugas akhir saya.

terimakasih dan maaf sebelumnya

wassalam. :)

Posting Komentar