Kumpulan tulisan Muhammad Yasin, Wartawan, Blogger dan pebisnis online
Tampilkan postingan dengan label Majlis Taklim. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Majlis Taklim. Tampilkan semua postingan

Jumat, 03 Juni 2011

Majelis Dzikir Annisa Nurussalam Oase di Tengah ‘Gurun’ Ibu Kota

Pertengahan Mei 2010 lalu, Alhikmah berkesempatan silaturahim ke Majelis Dzikir Annisa Nurusslam di bilangan Putih Salju, Komplek Walikota, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Kunjungan ini merupakan bagian dari komitmen Alhikmah yang ingin mengibarkan syiar Islam yang sejuk melalui media ke berbagai wilayah, termasuk ibu kota.

Citra Ibu kota dengan hiruk pikuk politik, bisnis, hiburan dan beragam aktivitas khas metropolis lainnya kerap diidentikkan dengan kejenuhan, kepenatan, bahkan stres bagi para pelakunya. Wajar jika itu terjadi. Salah satunya lantaran kecenderungan masyarakat perkotaan yang memandang materi sebagai tujuan utama manusia hidup di muka bumi. Spiritualitas pun nyaris tak mendapat ruang.

Namun, rupanya, di tengah suasana hiruk pikuk seperti itu, masih ada kesejukan dan ketenangan yang dirasakan oleh sebagian penduduk Jakarta. Kesejukan itu salah satunya terasa saat mereka berkumpul dalam sebuah majelis ilmu. Begitu setidaknya yang dirasakan oleh para wanita, Jamaah Majelis Dzikir Annisa Nurussalam.

“Saya mengalami perubahan. Setelah berdzikir ada ketenangan di dalam batin. Ibadah pun menjadi lebih khusyu. Kayaknya beda banget. Selain dzikir saya juga mendapatkan ilmu-ilmu keislaman lainnya yang belum saya ketahui,” ungkap Wati Siregar, ibunda aktris, Elma Theana Yuliantina.

Usia Majelis Dzikir Annisa Nurussalam terbilang belia. Tepat tanggal 18 April 2010, Majelis ini berdiri. Meski begitu, respon masyarakat sungguh di luar dugaan. Sekitar 450 jamaah dari Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) datang menghadiri peresmian Majelis ini yang dilakukan langsung oleh H. Utun Tarunadjaya, Penanggung Jawab sekaligus Pembina Majelis.

Seperti yang disampaikan sang kordinator sekaligus Pembina, HJ Tuti Tanoe Djiwa, Majelis Dzikir Annisa Nurusslam adalah suatu wadah komunikasi dan tali silaturahim dari seluruh majelis taklim yang berada di Jabodetabek. Namun menurutnya tidak menutup kemungkinan Majelis Dzikir Annisa Nurusslam akan melebarkan sayapnya ke berbagai daerah di Indonesia.

Jamaah Majelis Dzikir Annisa Nurusslam sesuai dengan nama Annisa adalah sekelompok perempuan dari beragam profesi. Mulai dari pejabat, para artis, pebisnis hingga masyarakat biasa.

Para jamaah tersebut dimotori oleh ibu muda bernama Dra. Hj. Suryaning Dharmansyah. Ia mengikhlaskan rumahnya di Jalan Putih Salju menjadi lumbung ilmu bagi jamaah Majelis Dzikir Annisa Nurusslam setiap hari Selasa, minggu kedua setiap bulannya.

Tidak hanya menggerakan pengajian, ibu yang merangkap Bendahara ini pun mengajak para jamaah untuk beranjang sana ke tempat-tempat kaum dhuafa terutama di pesisir Jakarta untuk memberikan sedekah dan bantuan materi lainnya.

“Saya menyadari kekayaan dunia adalah titipan Allah, saya hanya perantara, saya memiliki kewajiban untuk menyalurkan apa yang dititipkan Allah sebagai syiar agama,” kata Dra. Hj. Suryaning.

Selain memiliki program rutin berupa pengajian serta santunan untuk kaum dhuafa, Majelis Dzikir Annisa Nurusslam juga memiliki program seni budaya Islam. Program seni budaya ini dinamai HISBI (Himpunan Seni Budaya Islam).

Beragam musik dengan syair yang mengandung makna-makna ajaran luhur Islam disenandungkan di beberapa even-even besar terutama menyambut hari-hari besar Umat Islam. Bahkan tidak hanya musik, Majelis Dzikir Annisa Nurusslam, rencananya akan menggarap sinetron kolosal keislaman menyambut Bulan Ramadhan yang tak lama lagi tiba.

Majelis Dzikir Annisa Nurussalam sebagaimana namanya Nur (cahaya) dan Salam (keselamatan) berharap akan mendapatkan cahaya keselamatan. Cahaya tersebut tentu bisa didapat melalui ajaran-ajaran luhur Islam, di tengah roda kehidupan dunia yang kerap melenakan.

Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 48

Jumat, 11 Maret 2011

Majlis Dzikir Nur Muhammad Buah Hikmah dari Musibah

Sekitar 150 ibu-ibu berpakaian serba putih berkumpul di rumah jalan Rembulan no 7 Kopo Elok Kelurahan Cirangrang Babakan Ciparay.

Mereka tampak khusyu. Sesekali mereka terlihat menitikan air mata tatkala doa yang dipanjatkan oleh seorang Ustadzah menggetarkan hatinya. Bahkan ada sebagian mereka yang tak kuasa menahan air matanya lantas menagis tersedu-sedu.

Tentu ada banyak persoalan yang mewarnai perjalanan hidup ini. Suka dan duka akan silih berganti hingga kematian datang menjemput.

Kita sebagai manusia tentu pernah berdosa, baik kecil maupun besar. Kehilafan bisa menjadi salah satu penyebabnya. Barangkali inilah yang menjadi perenungan kita semua. “Maka dengan berdzikir hati menjadi tentram” itulah bunyi firman Allah dalam surat () ayat ().

Majlis Dzikir Nur Muhammad begitu orang menamakannya. Ibu Ayu Noery Tanoedjiwa ketua Majlis Dzikir Nur Muhammad menuturkan kepada kami tentang awal berdirinya Majlis Dzikir itu.

Ibu Noery awalnya seorang muslimah yang taat mengaji. Dari majlis taklim ke majlis taklim di kota Bandung ia singgahi. Kegiatan ini rutin ia jalani dengan penuh semangat.

Hingga suatu hari 9 Februari 2008, Ir H. Abdul Wahab Kemas, sang suami tercinta meninggal akibat penyakit jantung yang telah dideritanya selama 15 tahun.

Segalanya mulai berubah. Ibu Noery tidak mau lagi keluar rumah. Ia banyak mengurung diri di rumah sendirian. Baju yang dikenakannya pun setiap hari selalu serba hitam. Rutinitas pengajian di berbagai Majlis taklim Dia tinggalkan.

Ibu dari 3 orang anak ini menyadari bahwa Allah telah menakdirkan suaminya meninggal. Namun, ia tetap tidak mau menerima kenyataan itu. Ia merasa suaminya telah berkhianat karena pergi lebih awal ke haribaan Ilahi.

“Papih duluan. Ga ah mamih aja duluan. Mamih ga mau. Iya deh Papih yang duluan. Ternyata dia pergi duluan. Saya merasa terpukul. Perasaan sedih, sepi dan sunyi menghanyutkan saya terus” Kata Noery mengenang saat-saat bercanda bersama sang suami.

Perasaan sedih itu terus terbawa, apalagi ketika Ibu Noery mengingat saat suaminya menutup mata untuk terakhir kali di pangkuannya, tepat selesai adzan magrib berkumandang.

Dzikir ketika sendiri masih tidak mampu mengobati kesedihannya. Berdoa dan membaca alquran ketika sendiri pun tidak mampu menghilangkan rasa pilu yang menimpanya.

Delapan bulan Noery jalani kesendirian tersebut di rumahnya. Perasaan sedih ini tentu tidak bisa dibiarkan terus ada. Sampai ketika ia menyadari bahwa harus ada dorongan dari orang lain secara berjamaah.

Maka Noery berinisiasi mengadakan pengajian berjamaah di rumahnya. Inisiatif ini kemudian direspon positif oleh rekan-rekannya. Maka dibentuklah Majlis Dzikir Nur Muhammad.

Awalnya sekitar 30 rekan-rekannya dari berbagai Majlis Taklim rutin berkumpul. Kini ratusan ibu-ibu berdatangan mulai dari Majlis Taklim Khairun Nisa Gunung Batu, Nur Hasanah Cilember, Rahmatan Alamin Masjid Raya Agung Bandung, Majlis Dzikir Nur Salam Jawabarat serta Majlis lainnya.

Kagiatan rutin Majlis Dzikir Nur Muhammad meliputi ceramah umum, mendengarkan alquran (sima alquran), tilawah serta mengkaji struktur alquran atau kajian Numerik alquran. Semua kegiatan ini dilakukan secara berjamaah.

Khusus ceramah umum yang diadakan setiap akhir bulan, pada hari kamis setelah ashar ini, para jamaah akan dipimpin berdzikir oleh ustadzah Ummi Kulstum.

Kini Ibu Noery tidak lagi sendiri. Jamaah Majlis Taklim Nur Muhammad sudah dianggap sebagai sudaranya. Jika salah seorang diantara mereka ada yang tidak hadir, maka Ibu Noery akan merindukannya.

“Saya merasa tenang. Rasa sedih atas kehilangan suami tidak terasa lagi. Saya akhirnya memahami bahwa ada hikmah dibalik itu semua,” tutur Noery.

Kegembiraan Ibu Noery lantas ia tulis dalam bait-bait puisi berikut ini.

“Aku minta kepada Allah setangkai bunga segar. Dia beri aku kaktus berduri.
Aku minta pada Allah binatang mungil nan cantik. Dia beri aku ulat berbulu.

Aku sempat sedih, protes dan kecewa. betapa tidak adilnya ini.
Namun kemudian… subhanallah..ampuni aku ya Rabb…

Kaktus itu berbunga sangat indah sekali.
Ulat itu pun tumbuh dan berubah menjadi kupu-kupu yang teramat cantik.

Itulah jalan Allah… indah pada waktunya.


Muhammad Yasin
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 44
Dengan judul asli Majlis Dzikir Nur Muhammad, Mencari Ketentraman Hati, Meraih Ridha Ilahi

Selasa, 15 Februari 2011

MT Nurun Nisa Dari Infak Berbuah Seribu Anak Asuh

Mengadakan pengajian di majelis taklim dengan mengundang para ustadz terkenal, itu biasa. Menggelar kegiatan bakti sosial, itu juga sudah biasa. Memberikan pelayanan beasiswa kepada putra-putri anggota majelis taklim mulai usia sekolah dasar hingga ke jenjang perguruan tinggi, baru luar biasa.

Nyaris seperempat abad yang lalu, tepatnya 26 juli 1989, Sebuah Majelis Taklim hadir di bilangan Kebon Bibit Bandung. Embrionya hanya sebuah pengajian rutin 4 orang wanita, yakni; Hj. Din Alman Natalegawa, Hj. Syarif Bastaman, Hj. Esih Umar Kusuma dan Hj. Tati Mustain. Saat itu, Fly Over Pasupati, yang menghubungkan Jalan Pasteur dan Surapati, Bandung ini belum berdiri. Pengajian pun rutin terselenggara di kediaman Hj. Alman Natalegawa, di Kebon Bibit Selatan 17.

Saat itu, sebelum sekondang sekarang, KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) pun biasa berangkat mengendari motor untuk mengisi ceramah di MT Nurun Nisa ini. Selain Aa Gym, beberapa Da’i dan Da’iyyah ternama sempat menjadi pemateri rutin MT ini, antara lain; ustadz Bukhari Muslim, KH. Athian Ali m. Da’i, Prof. Dr. KH. Miftah Faridl, Ustadzah Ninih Muthmainnah, Ustadzah Farida, dan beberapa lainnya.

Pada tahun 90-an saat pengajian ini mulai merayap memperlihatkan perkembangannya dua pelopor MT ini, Hj. Alman dan Hj. Syarif meninggalkan Kebon Bibit Tamansari menuju daerah lain, masih di kota Bandung, yang jaraknya lumayan jauh.

Ditinggalkan oleh para pelopor, tak menyurutkan semangat dakwah para pengurus MT Nurun Nisa. Mereka terus mengajak masyarakat untuk hadir di Majelis ini. Dari kediaman Hj. Alman, tempat pengajian kemudian berpindah ke Masjid Nurul Iman dan Masjid Albayyinah, dua masjid yang masih terletak di Kebon Bibit Selatan.

Awal tahun 1990, beragam program kemudian diinisiasi para pengurus MT Nurun Nisa. Program-program tersebut antara lain; Khitanan massal, pemberian kelengkapan shalat, pembagian daging hewan kurban, pemberian infak kepada jajaran keamanan, dan pengangkatan anak asuh melalui pemberian beasiswa kepada para pelajar dhuafa, mulai usia sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

“Pemberian beasiswa kemudian menjadi program unggulan Majelis Taklim ini. Jika ditotal sejak digulirkannya program pada tahun 1990 hingga 2009, jumlah anak asuh yang mendapatkan beasiswa sudah melebihi 1000 jiwa. Rata-rata, setiap tahun, jumlah anak asuh yang menerima beasiswa berkisar antara 50 sampai 80 anak,” Kata Wakil Ketua Majelis Taklim Nurun Nisa, Hj. Tati Mustain

Budi Hartono dan Slamet, misalnya. Keduanya adalah putra dari seorang pengayuh becak di kebon Bibit. Atas izin Allah, dengan jalan beasiswa dari Majelis Taklim Nurun Nisa, mereka berhasil menamatkan studinya di Institut Teknologi Bandung (ITB), dan kini telah bekerja di dua perusahaan mapan di tanah air. Hal tersebut menjadi bukti nyata, terobosan Majelis Taklim ini, dengan pemberian beasiswa untuk putra-putri jamaahnya yang berprestasi, namun terhambat dari sisi pembiayaan.

Selain memberikan beasiswa kepada anak asuh, MT Nurun Nisa juga memberikan modal usaha kepada orangtua anak asuh, dengan harapan mereka bisa mandiri, dengan tidak mangandalkan biaya pendidikan anaknya dari MT Nurun Nisa saja.

“Dana yang terkumpul ini mayoritas dari infak ibu-ibu saja. Meskipun kami sekarang sudah udzur kami tetap semangat. Kita sekarang ini sedang berusaha akan melakukan regenerasi pengurus berikutnya” pungkas Hj. Tati.

Pengurus MT Nurun Nisa.
Ketua : Hj. Euis Ilyas Purakusumah
Wakil Ketua : Hj. Tati Mustain
Sekretaris : Hj. Ine Nana Garmana
Bendahara : Hj. Lucy Mansyur Agam

Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 42

Minggu, 30 Januari 2011

Majelis Taklim Alhikmah Tempat Ngaji Aktivis Organisasi Wanita Kota Bandung

Berawal dari sebuah kesadaran diri untuk menjadi umat yang paham terhadap ajarannya, beberapa wanita yang tergabung di GOW (Gabungan Organisasai Wanita) kota Bandung, pemilik Gedung Wanita di Jl. L. R.E. Martadinata No 84 Bandung, berinisiatif untuk mengadakan pengajian kecil-kecilan.

GOW sendiri merupakan gabungan organisasi wanita kota Bandung yang saat ini jumlahnya mencapai 63 organisasi, antara lain: Dharma Wanita, Wanita Bhayangkari, Persatuan Istri Tentara (PERSIT), Persatuan Istri AURI, Persatuan Istri Kehakiman, Persatuan Wanita Dago, Persatuan Istri Insinyur, Persatuan Sarjana Wanita, dan beberapa organisasi wanita lainnya. Hj. Nani Dada Rosada, istri Walikota Bandung, Dada Rosada, menjadi penasihat Yayasan Gedung Wanita ini.

“Kelihatannya banyak sekali pengurus GOW yang belum bisa baca Alquran dan kurang paham agama Islam. Maka, harus ada Majelis Taklim (MT) sebagai solusinya,” tutur ketua MT Alhikmah, Hj. Saraswati Suhardjo mengawali percakapannya dengan Alhikmah beberapa waktu lalu.

April 1996, terbentuklah Majelis Taklim Alhikmah di kediaman ketua Yayasan Gedung Wanita, Mami Halimi, bilangan Ir. H. Djuanda 394. Meskipun yang pertama hadir kurang dari 6 orang, prosesi pengajian tetap berjalan.

Serupa tabloid ini, meski bukan satu payung institusi, nama Alhikmah pun dipilih atas usul Hj. Euis Oong, dengan harapan para jamaah MT dapat senantiasa mengambil hikmah dari berbagai ketetapan yang diberikan Allah SWT.

“Kita ingin mendapatkan hikmah dari Allah supaya umat ini bangkit dan tergerak membaca Alquran, mengerti Alquran dan memahami hukum Islam,” kenang Hj. Saraswati Suhardjo.

Euis Oong selaku Da’iyah sekaligus Penasihat GOW, dengan sabar membimbing para anggota yang hadir untuk membaca iqra. Kurang lebih 4 bulan berjalan, para anggota yang hadir telah lancar membaca alquran.
Seiring kesibukan Mami Halimi sebagai tuan rumah pengajian, Majelis Taklim Alhikmah pun dialihkan ke rumah Saraswati Suhardjo di bilangan kebon Bibit 14, Bandung.

“Kalau kalian mau ikut bergabung silahkan datang ke Kebon Bibit. Pengajian itu bukan untuk saya tapi untuk pengetahuan ibu sendiri. Saya hanya sediakan tempat, makanan dan mukena untuk shalat. Anggaplah itu sedekah saya untuk kemajuan Alhikmah,” lanjut Saraswati, mengenang saat itu.

Ajakan ini lantas mendapatkan respon positif dari para anggota GOW. Satu persatu mereka datang untuk mengikuti Taklim di rumah Saraswati.

“Motivasi saya ikut pengajian ini karena ingin belajar membaca Alquran dan juga silaturahim dengan anggota GOW lainnya. Di lingkungan saya memang ada Majelis Taklim, tapi di sini kekeluargaannya lebih terasa,” tutur Ketty Suparman, Jamaah MT Alhikmah, yang juga menjabat Sekretaris Umum Yayasan Pendidikan Budi Wanita asal Kemakmuran Raya, Riung Bandung.

Hal senada dirasakan oleh HJ. Siti Mariam Ahmad, salah seorang Jamaah MT Alhikmah asal Cisirung Dayeuhkolot, Kab Bandung. “Saya ngaji di rumah serasa benar, padahal setelah ngaji di sini, bacaan quran saya banyak yang salah. Makanya saya ingin sekali bisa mengaji terutama panjang pendeknya makhraj huruf,” tuturnya.

Pengajian Alhikmah rutin diadakan setiap hari Rabu. Sebelum Dzuhur, sekitar 35 Jamaah berkumpul, lalu melakukan shalat Dzuhur berjamaah. Setelah itu, acara berlanjut dengan makan bersama, lalu diakhiri pengajian yang dibawakan oleh Ustadzah Hj. Euis Oong.

Aktivitas Majelis Taklim meliputi baca Alquran dan memahami arti dari setiap kalimat dalam alquran, yang sesekali diselingi ceramah keagamaan bertemakan hukum-hukum Islam.

Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 39

Jumat, 28 Januari 2011

Majelis Taklim USPAR Mengikis Citra Negatif Usaha Pariwisata

Di mata sebagian orang, hotel dianggap memiki imej yang cenderung negatif. Wajar jika citra itu kadung melekat, selain core usaha yang bergerak di bidang jasa layananan penginapan, hotel kerap disalahgunakan sebagai ajang pemuas nafsu biologis manusia. Razia ke hotel-hotel dalam rangka meminimalisasi perbuatan asusila pun banyak dilakukan aparat kepolisian.

Kondisi tersebut menginspirasi Marketing Manager Hotel Trio, Bandung, H. Oman Hidayatuddin, dan ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Haris Hermawan, untuk mengadakan pertemuan dengan sejumlah kalangan yang berkepentingan.

Saat itu persis menjelang bulan Ramadhan tahun 1991. Sepuluh General Manager yang mewakili institusi masing-masing, antara lain; Hotel Trio, Hotel Guntur, Hotel Papandayan, Hotel Panghegar, Hotel Savoy Homann, Hotel Jayakarta, Hotel Arjuna, dan Restoran Sindangreret melakukan pertemuan di kantor PHRI, jalan Palasari no. 6 Bandung.

Pertemuan itu membuahkan komitmen bersama untuk mengadakan acara keagamaan di hotel. “Selain kesadaran spiritual yang penting untuk terus dikembangkan, aktivitas keagamaan dianggap bisa memulihkan citra negatif hotel selama ini,” ungkap Oman Hidayatuddin.

Majelis Taklim USPAR (MT USPAR). Demikian wadah aktualisasi spiritual itu dinamai. Uspar bukan diambil dari bahasa Arab, melainkan singkatan dari Usaha Pariwisata. Nama ini diambil karena MT ini merupakan kumpulan hotel, Restoran dan Lembaga Pendidikan Pariwisata di Bandung.

Aktivitas pertama saat itu adalah Safari Ramadhan. Setiap hotel yang tergabung dalam MT USPAR berupaya menyediakan ta’zil, shalat Magrib, makan malam, shalat Isya serta ceramah tarawih yang diisi oleh penceramah dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Departemen Agama Kota Bandung, serta beberapa ustadz lainnya. Kegitan ini dilaksanakan secara bergilir selama 28 hari penuh di bulan Ramadhan.

Tak hanya anggota MT USPAR yang hadir, Majelis Taklim di luar Uspar, serta 45 Panti Asuhan yang ada di kota Bandung, juga turut meramaikan Safari Ramadhan tersebut.

Khusus untuk Panti asuhan, hotel/ restoran yang mendapat giliran jadwal Safari Ramadhan wajib mengundang dua panti asuhan, dengan perwakilan 20 orang perpanti asuhan. “Alhamdulillah, saya juga ngga nyangka, meskipun owner-nya bukan orang Islam, tapi dalam kegiatan ritual di bulan Ramadhan, mereka sangat perhatian,” tutur H. Oman.

Kegiatan safari Ramadhan pun kemudian berlanjut menjadi agenda rutin setiap tahunnya. Sedangkan di luar bulan Ramadhan, MT USPAR mengadakan pengajian bulanan, santunan sosial serta khitanan massal.

Bahkan atas peran MT USPAR, saat ini banyak hotel-hotel di Bandung bisa mennyelenggtarakan shalat jumat sendiri. Sebelumnya, untuk shalat jumat, karyawan muslim di salah satu hotel pergi ke masjid terdekat. Suatu saat, ketika di hotel tersebut menggelar pesta pernikahan, para karyawan terlambat datang, karena lokasi shalat jumat yang berada di luar hotel. General Manager hotel itu pun naik pitam.

H. Oman yang melihat peristiwa itu bertutur, “Kenapa bapak tidak menyelenggarakan shalat jumat di sini (Hotel_red). Karyawan muslim akan sangat terbantu, dan pasti hemat waktu.”

Tak lama, gayung pun bersambut. Mulanya yang menggelar shalat jumat adalah Grand Hotel Preanger dan Hotel Panghegar. Saat ini, menurut H. Oman, terdapat 18 hotel di kota Bandung yang sudah melaksanakan Jumat di hotelnya masing-masing.

Selain menyelenggarakan shalat jumat, MT USPAR juga mengadakan pelatihan Khatib jumat. Hal ini dilakukan untuk pengembangan potensi jemaah, plus solusi mengatasi kebingungan apabila khatib undangan batal datang.

Hingga kini MT USPAR telah memilki 400 anggota yang tersebar di puluhan hotel, restoran dan Lembaga Pendidikan Pariwisata di Kota Bandung.

Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 38

Sabtu, 22 Januari 2011

MT Permana, Majelis Taklim Para Rocker

Jelang Magrhrib di bilangan Permana 36, Citeureup, Cimahi. Sebuah rumah megah dengan pekarangan yang cukup luas, dan gerbang tinggi namun tak terkunci, tampak sepi.

Sejam berlalu, selepas adzan Isya, satu persatu pemuda dan jemaah paruh baya berkendaraan motor, pun mobil, mulai berdatangan masuk ke rumah tersebut.

Unik. Diantara mereka ada yang berpenampilan gaul, funky, dengan rambut gondrong dan anting bergelantung di daun indera pendengarannya. Tapi, ada pula yang berpenampilan rapi, berkalung sorban, berpenutup kepala kopiah, lengkap dengan baju koko membalut badan. Suasana kontras berubah cair, layaknya kolega lama yang tak bersua, penuh canda tawa.

Itulah suasana Majelis Taklim (MT) Permana 36. Majelis Taklim yang digagas oleh Riki Teddy, personil Jamrud, Band Rock papan atas, yang terkenal dengan lagunya, Ningrat.

Hikmah Fobia Ketinggian
Di masa jayanya, jadwal tur promo album Jamrud ke berbagai daerah begitu begitu padat. Transportasi udara menggunakan pesawat terbang, tentu menjadi bagian dari rutinitas yang tak mungkin dihindari.

Malang bagi Riki, setiap kali hendak naik pesawat, badannya menggigil dan berkeringat, seperti orang ketakutan. Kematian seakan berdiri tepat di depan matanya, saat ia kemudian duduk di bangku pesawat.

Tapi ternyata, ada hikmah luar biasa di balik fobia ketinggian yang ia derita. Setiap waktu, Riki selalu ingat kematian. Puncaknya, saat Riki ditanya oleh buah hati dia sendiri yang masih kecil, tentang, apa Islam dan bagaimana cara shalat.

Merespon pertanyaan itu, pertengahan 2004, Riki diperkenalkan oleh rekannya, Daeng dan Dani, kepada ustadz Aang Umansyah, seorang alumnus Ponpes Darussalam, Taskmalaya. Ia kemudian meminta sang Ustadz mengajarkan cara membaca Alquran pada anak dan istrinya.

Sebagai seorang juru dakwah, ustazd Aang senang saja menerima permintaan tersebut. Namun, betapa terkejutnya dia (ustadz_red), setelah mengetahui ternyata rumah Riki itu sarang para musisi, fans Jamrud dan anak-anak band lain. Mereka saban malam biasa bermain gapleh, bilyard, mabuk dan aktivitas serupa hura-hura, seperti citra kebanyakan pemain band.

Meski begitu, Ustadz Aang berusaha tetap tegar. Agar kehadirannya tidak mengagetkan teman-teman Riki, ia dengan sabar mencoba beradaptasi dan bergabung. “Saya ngajar ngaji, dan saya juga belajar bilyard,” ungkap Ustadz Aang kepada Alhikmah, mengenang suasana lima tahun lalu di kediaman Riki.

Perubahan Positif
Di penghujung 2004, setelah anak dan istrinya belajar Alquran kepada Ustadz Aang, Riki pun tertarik ikut belajar membaca Kitab Suci umat Islam ini. Lambat laun setelah banyak ayat yang dibaca, Riki pun sadar bahwa Islam itu mewajibkan shalat.

Suami dari Maren Lini ini kemudian memutuskan untuk shalat, meski dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. “Saya shalat di kamar pakaian yang sebelumnya saya kunci. Malu, dong, rocker masa shalat,” kenang ayah empat anak ini.

Selang beberapa hari Riki memberanikan diri untuk menampakan perubahan sikapnya. Disela-sela pembicaraan bersama temannya, Riki terkadang menyinggung-nyinggung Islam. Ia juga tak sungkan menghentikan aktifitasnya di saat waktu shalat telah tiba.

Bahkan kepada teman-teman dekatnya, Riki dengan terang-terangan mengajak mereka untuk mempelajari Islam. “Ayolah kita ngaji. Kalau dulu ngajak ngga bener, Sekarang coba ngajak bener,” tutur ayah dari Viosy, Vabia, Valdisa dan Valdinan ini.

Awal 2005 menjadi titik tolak lahirnya majelis taklim ini. Setelah mengajak teman-temannya, Riki beserta keluarga dekat memutuskan untuk sama-sama belajar Islam kepada Ustadz Aang. Dipilihlah malam Kamis, malam Senin serta malam Sabtu sebagai jadwal rutin pengajian.

Seiring waktu berjalan, satu persatu teman Riki mulai berguguran. Alasannya beragam. Ada yang karena kesibukan, ada pula yang menolak ikut mengaji. Namun tak sedikit yang tetap konsisten mendalami Islam.

Jelang Ramadhan 1425 H (2005), Riki beserta teman-temannya berinisiatif mengadakan shalat tarawih. Maka diundanglah masyarakat sekitar untuk shalat tarawih bersama yang diadakan di rumah Riki.

Setiap kali usai melaksanakan shalat tarawih, Riki bersama jamaah kerap berdiskusi masalah ke-Islaman hingga subuh menjelang. Selain masyarakat sekitar yang ikut nimbrung, ustadz-ustadz lain pun mulai bergabung untuk saling mentransformasikan ilmu yang dimilikinya.

Kepergian bulan Ramadhan menyimpan kerinduan yang mendalam untuk terus menjalin silaturahim dan mengkaji ilmu yang telah lama berjalan. Maka untuk mengobati kerinduan itu diadakanlah kajian Islam rutin, setiap Jumat malam.

Dalam kajian Jumat malam ini baik Riki ataupun Ustadz Aang beserta yang lainnya sepakat untuk tidak menggunakan nama organisasi tertentu, ormas Islam tertentu atau bahkan partai politik tertentu.

“Saya tidak melihat apapun latar belakangnya. Yang penting Islam, ayo kita sama-sama mengkaji. Saya hanya memfasilitasi, bukan untuk kelompok, golongan atau partai,” ungkap Riki. Kajian ke-Islaman yang disampaikan pun bervariasi, mulai dari ibadah, muamalah, siyasah dan lainnya.

Ustadz yang diundang juga beragam; mulai Hari Mukti, mantan rocker yang kini menjadi da’i, Ustazd Dedi Rahman pengisi tetap tausyah di salah satu radio swasta di Bandung, dr. H. Hani Rono Sulityo Sp. OG (K) MM, serta ustadz-ustadz lainnya.


Muhammad Yasin
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 36

Minggu, 02 Januari 2011

Majlis Taklim Baiturrahman Menghapus Buta Huruf Alquran


Pagi itu Bandung terlihat cerah. Satu persatu ibu-ibu berbusana muslimah dengan gamis hijau dan kerudung senada agak muda, tampak memasuki mesjid Baiturrahaman Jl. Saturnus Ujung, RW. 14, Kel. Manjahlega, Kec. Rancasari, Margahayu Raya, Bandung.

Suasana seperti ini rutin berlangsung setiap Kamis pagi, pukul 09.00 WIB. Para Ibu itu berkumpul dalam rangka menunaikan kewajiban menggali ilmu di Majelis Taklim yang dinamai sama dengan nama Mesjidnya, Baiturrahman.

Majelis Taklim Baiturrahman sebetulnya sudah cukup lama berdiri. Awal tahun 1985, Andi Swandi, seorang kepala RW di Margahayu yang peduli terhadap ajaran Islam, berniat mendirikan Mesjid Baiturrahman. “Harus ada tempat peribadatan umat Islam” kenang H. Dadang WP ketua DKM Baiturrahman, mengutip kata-kata Andi Swandi.

Keinginan ini tak lama bersambut. Mesjid Baiturrahman tegak berdiri, buah pengumpulan dana dari masyarakat sekitar yang peduli terhadap kelangsungan dakwah Islam. Tidak berhenti sampai disitu, perjuangan untuk memakmurkan mesjid pun terus berlanjut.  Salah satunya dengan pembentukan Majelis Taklim Baiturrahman, tak lama setelah mesjid Baiturrahman berdiri.

Pada mula Majelis Taklim ini dibentuk, hanya 20 orang yang bergabung, tanpa ada kepengurusan. “itu juga kadang yang hadir tidak semuanya,” ungkap ketua Majelis Taklim Baiturrahman, Andi Riswandi. Namun jumlah jama’ah yang tak seberapa itu tidak lantas menyurutkan semangat untuk terus datang mengahadiri majelis ilmu.

Kondisi ini terus berjalan hingga tujuh tahun. Setelah itu, awal 1992, dibentuklah kepengurusan per tiga tahun sekali, dengan ketua Majlis Taklim pertama dipegang oleh Hj. Sutarsin. Usai kepemimpinan Hj. Suntarsin, Hj. Kusnadi, Nia Supriyadi dan yang terakhir ibu Cicin Kaswandi berturut-turut duduk sebagai ketua di Majelis Taklim ini.

Saat ini, jama’ah Majelis Taklim Baiturrahman sudah mencapai 70 orang. Lokasi terjauh dating dari ujung Manjalega, sekitar 1,5 KM dari Mesjid Baiturrahman. Proses perekrutannya sendiri bermula dari ajakan mulut ke mulut, baik saat arisan PKK atau pada kegiatan lainnya, dimana ibu-ibu berkumpul di acara tersebut.


Para jama’ah Majelis Taklim ini merasa bersyukur dengan adanya perubahan positif dari sisi aktivitas ibadah, setelah masuk mengikuti kegiatan-kegiatannya. “Semenjak saya ikut Majelis Taklim ini, saya Semakin khusyu dalam beribadah, bertetangga lebih diperbaiki, silaturahim makin erat,” ungkap Neni Nuraini, seorang jama’ah yang masuk bergabung di  Majelis ini sejak 1992.

Terkait dengan program, Majelis Taklim ini menitikberatkan pada baca tulis Alquran, dengan target menghapus angka buta huruf Alquran, minimal diantara para jama’ahnya yang rata-rata sudah berusia lanjut.

Selain baca tulis Alquran, Majlis Taklim ini juga berkesempatan belajar tahsin Alquran dari Ustadz Wahyu Syamsuri S.Ag, setiap Senin sore, pun hadits-hadits Nabi dari Ustadzah E. Zakiah S. Ag. setiap Kamis, pukul 09.00 WIB. Dari pelajaran ini diharapkan para anggota bisa memahami Islam lebih dalam, dan mampu menyampaikan ajarannya baik melalui mimbar ataupun saat sekedar menjadi MC pada suatu acara tertentu.
           
Selain aktivitas di internal organisasi, silaturahim eksternal pun aktif diselenggarakan Majelis ini. Salah satunya dengan menghadiri Majelis ilmu yang digelar oleh Gabungan Majelis Taklim (GMT) dibawah koordinasi Badan Kerjasama Waita Islam Provisi Jabar (BKSWI) di RS. Al Islam, Bandung beberapa waku lalu.


Selain itu, Majlis Taklim Baiturrahman juga mengikuti program pelatihan mubalighah yang diselenggarakan oleh HIMI (Himpunan Mubalighah) dan BKMM (Badan Kerjasama Majlis taklim Mesjid-mesjid Margahayu) belum lama ini, dengan harapan ilmu yang telah didapatkan mampu memberikan bekal bagi penyampaian materi-materi dakwah yang mencerahkan.
  
Ketua : Ibu Cicin Kaswandi
Sekretaris : Ibu Hartini Kardi
Bendahara : Hj. Nina Joko


Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 33

Minggu, 24 Oktober 2010

Majelis Taklim YUMI Wadah Khusus Pembinaan Mualaf

Pada awal berdirinya, Majelis Taklim YUMI hanya beranggotakan 10 orang. Wie Han lantas mengajak mualaf lain untuk bergabung. Termasuk para mualaf yang ditemuinya saat mengisi ceramah di masjid Lau-tze.

Kajian Al-Quran tentang berhala, yang diisi oleh Ku Wie Han dan Ustadz Weri berlangsung santai namun serius. Angin pagi meniup lembut pendopo rumah bergaya arsitektur China, Jalan Tubagus Ismail Dalam VIII No. 51, lokasi kajian rutin Majelis Taklim Yayasan Ukhuwwah Mualaf Indonesia (YUMI), Minggu (04/01).

YUMI sendiri berdiri sejak 1 Oktober 2006. Pada mulanya Ku Wie Han prihatin terhadap mualaf yang setelah masuk Islam, namun dibiarkan begitu saja. ”Ternyata banyak sekali diantara teman-teman kita yang belum memahami Islam. Kebanyakan setelah mereka mengucapkan syahadat, dibiarkan,” ungkap Ustadz keturunan Tionghoa ini kepada Alhikmah usai kajian. Wie Han menambahkan, banyak mualaf yang terlantar akibat tidak ada yang secara konsisten membimbing mereka.

Sebelum YUMI berdiri, Ku Wie Han yang menjadi mualaf sejak tahun 1988 berdakwah secara personal kepada orang-orang terdekatnya, antara lain Ibu dan sang adik. Semakin banyak orang yang sudah di-Islamkan, membuatnya berpikir untuk memiliki wadah khusus pembinaan mualaf.

“Saya ingin punya tempat khusus pembinaan mualaf tanpa bergantung pada orang lain. Tujuannya untuk lebih terfokus, termanage dan terkontrol agar pembinaan di masa datang akan lebih baik dibandingkan sebelumnya,” kata Wie Han yang memiliki nama Islam Muhammad Halim Abdurrahman.
Pada awal berdirinya, Majelis Taklim YUMI hanya beranggotakan 10 orang. Wie Han lantas mengajak mualaf lain untuk bergabung. Termasuk para mualaf yang ditemuinya saat mengisi ceramah di masjid Lau-tze.

Hanya dalam kurun waktu dua tahun, jumlah tersebut bertambah hingga mencapai angka 200 orang Jama’ah. Walaupun didirikan oleh Ku Wie Han yang berdarah Tionghoa, namun Majelis Taklim ini tidak membatasi diri pada mualaf etnis tertentu. “pokoknya asal dia mualaf, kita siap membinanya,” tegas Wie Han.

Aktivitas rutin yang diadakan Majelis Taklim YUMI sendiri adalah proses pembinaan berupa kajian Alquran tiap hari ahad dari pukul 10.00-12.30. Selain itu ada juga acara dakwah di Radio Antassalam dengan tajuk” Suara Mualaf dalam Indahnya Islam” setiap hari Jumat, Sabtu dan Ahad pukul 17.00-18.00. termasuk dakwah melalui Buletin Jurnal YUMI yang terbit sebulan sekali.

Anggota Majelis Taklim YUMI pun tidak terbatas hanya di kota Bandung saja, namun ada juga yang berasal dari Jakarta dan Cirebon. Wie Han mengatakan, “Fokus pembinaan memang khusus mualaf, tapi Majelis Taklim ini terbuka untuk umum. Siapapun yang ingin belajar Islam dapat bergabung!”
Sesuai dengan yang dikatakan Ku Wie Han, bahwa Islam itu universal, tidak membeda-bedakan siapapun yang ingin mengenalnya. Wallahua’lam.

Profil Yayasan Ukhuwwah Mualaf Indonesia (YUMI)
Ketua: Ku Wie Han
Sekretaris: Ardi Gumilar
Bendahara: Vivi Novianti
Sekretariat di jalan Cibaduyut Raya No. 23-25 Bandung
Telp: 022-70451614
Majelis Taklim : Jl. Tubagus Ismail Dalam VIII No. 51 Bandung, dekat dengan Salman Al-Farisi
Email:jurnal_yumi@yahoo.com

Muhammad Yasin
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 31

Sabtu, 09 Oktober 2010

Majelis Taklim assy Syifa, Awalnya 40 orang Jama’ah

Kesibukan menjadi alasan utama setiap orang untuk tidak bergabung dalam suatu kegiatan sosial keagamaan. Namun, berbeda halnya bagi Dr. H.R. Agoes HK. Sp. THT. MM. Di sela-sela kesibukannya sebagai Dokter di Rumah Sakit Umum Ujung Berung, tak hanya ikut serta, ia bahkan terlibat langsung sebagai ketua kepengurusan jama’ah pengajian yang di kemudian hari dinamakan Majlis Ta’lim Asy Syifa.

Nama asy Syifa sendiri diambil dari bahasa Arab, yang bermakna obat. Nama ini dipilih tentu bukan tanpa alasan. Selain rutin mengadakan pengajian, Majelis Ta’lim ini pun biasa menyelenggarakan kegiatan sosial semisal: khitanan massal sekali setahun, donor darah triwulanan, pemberian beasiswa kepada siswa yang tidak mampu, memberikan bantuan kepada rumah-rumah yatim piatu serta mengadakan pelatihan semacam pengurusan jenazah..

Yang tak kalah menarik, ketua umum Asy syifa Dr. H.R. Agoes HK. Sp. THT. MM. beserta rekan-rekan se-profesinya biasa menyampaikan ceramah mengenai kedokteran dan penyakit selama 30 menit sebelum acara pengajian rutin dimulai.

5 tahun lalu, 23 Maret 2003, Majlis ta’lim asy Syifa berdiri. semula hanya dihadiri oleh sekitar 40 orang dari kalangan ibu-ibu. Seiring waktu berjalan, saat ini lebih dari seribu orang dari 28 DKM se-Antapani ikut bergabung dengan Majelis Ta’lim ini. Karena Majelis Ta’lim ini sendiri merupakan pengajian ibu-ibu, maka sang pencetus, Dr. H.R. Agoes HK. Sp. THT meminta Bu Hj. Mina Suparman agar menjabat sebagai ketua. Namun setelah kepemimpinan Bu Hj. Mina suparman berlalu, beliau kembali ditunjuk oleh anggota majlis ta’lim agar menjadi ketua.

Tempat yang dipilih untuk mengadakan kegiatan majlis ta’lim ini sendiri merupakan rumah milik Dr. H.R. Agoes HK. Sp. THT. MM di jalan Terusan Jakarta No. 307 Antapani Bandung. Sedangkan untuk pengajiannya, terkadang diadakan secara bergiliran ke 28 DKM se-Antapani yang telah bergabung.

Hampir semua penceramah ternama di Bandung pernah mengisi di Majlis Ta’lim ini. Mulai K.H. Miftah Faridl, K.H. Athian Ali M. Da’i. MA, KH. Abdullah Gymnastiar, sampai Ustadzah Irene Handono, hingga Hj. Ida Farida Fauzi. Maka, wawasan dan tali silaturahim pun banyak bertambah.

Hal ini dirasakan Ibu Wiwin, salah seorang jama’ah Majelis Ta’lim asy Syifa. “Saya mengenal Majelis Ta’lim Asy syifa melalui teman saya yang sudah bergabung lebih dulu. Sudah 5 tahun ini saya merasakan hikmahnya bergabung dengan Majelis Ta’lim Asy Syifa,” imbuh Wiwin kepada Alhikmah, Minggu (14/12) lalu.
Wiwin mengaku banyak merasakan manfaat baik dari sisi wawasan keislaman, sekaligus menambah dan mempererat tali silaturahim diantara sesama jama’ah Majlis Ta’lim ini.

Rencana kedepan, selain terus menjalankan pengajian yang sudah rutin terselenggara, Majlis Ta’lim ini pun akan terus melebarkan sayap dengan mengadakan pengobatan gratis secara rutin. Tujuannya untuk merangkul masyarakat lain agar bisa ikut bergabung, demi tegaknya dakwah Islam.

Muhammad Yasin
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah Edisi 30