Es Cendol Elizabeth Minuman Khas Kota Bandung
Bagi Anda yang pernah berkunjung ke kota Bandung, tentu tidak asing lagi dengan minuman es cendol Elizabeth. Minuman dingin ini terdiri dari cendol berwarna hijau sedikit tua, irisan nangka, santan kental, serutan es batu serta larutan gula merah yang kental

Lightbox Studio, Percantik Produk dengan Foto
Layanan foto yang satu ini memfokuskan target pasarnya hanya pada produk yang biasa dijual melalui online atau melalui katalog, seperti baju, celana, sepatu, asesories, jilbab, kosmetik, obat-obatan, makanan serta produk lainnya

Gorengan Cendana Raih Omset Rp 3 Juta Perhari
Nama goregan cendana sama sekali tidak ada kaitannya dengan pohon cendana apalagi dengan keluarga cendana di Jakarta sana. Nama gorengan cendana adalah istilah atau julukan yang diberikan masyarakat kota Bandung kepada makanan gorengan hasil produksi H. Yusuf Amin yang kebetulan mangkal di jalan Cendana Kota Bandung

Jumat, 03 Juni 2011
Majelis Dzikir Annisa Nurussalam Oase di Tengah ‘Gurun’ Ibu Kota


Jumat, 11 Maret 2011
Majlis Dzikir Nur Muhammad Buah Hikmah dari Musibah


Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 44
Dengan judul asli Majlis Dzikir Nur Muhammad, Mencari Ketentraman Hati, Meraih Ridha Ilahi
Selasa, 15 Februari 2011
MT Nurun Nisa Dari Infak Berbuah Seribu Anak Asuh


Minggu, 30 Januari 2011
Majelis Taklim Alhikmah Tempat Ngaji Aktivis Organisasi Wanita Kota Bandung


Jumat, 28 Januari 2011
Majelis Taklim USPAR Mengikis Citra Negatif Usaha Pariwisata


Sabtu, 22 Januari 2011
MT Permana, Majelis Taklim Para Rocker


Sejam berlalu, selepas adzan Isya, satu persatu pemuda dan jemaah paruh baya berkendaraan motor, pun mobil, mulai berdatangan masuk ke rumah tersebut.
Unik. Diantara mereka ada yang berpenampilan gaul, funky, dengan rambut gondrong dan anting bergelantung di daun indera pendengarannya. Tapi, ada pula yang berpenampilan rapi, berkalung sorban, berpenutup kepala kopiah, lengkap dengan baju koko membalut badan. Suasana kontras berubah cair, layaknya kolega lama yang tak bersua, penuh canda tawa.
Itulah suasana Majelis Taklim (MT) Permana 36. Majelis Taklim yang digagas oleh Riki Teddy, personil Jamrud, Band Rock papan atas, yang terkenal dengan lagunya, Ningrat.
Hikmah Fobia Ketinggian
Di masa jayanya, jadwal tur promo album Jamrud ke berbagai daerah begitu begitu padat. Transportasi udara menggunakan pesawat terbang, tentu menjadi bagian dari rutinitas yang tak mungkin dihindari.
Malang bagi Riki, setiap kali hendak naik pesawat, badannya menggigil dan berkeringat, seperti orang ketakutan. Kematian seakan berdiri tepat di depan matanya, saat ia kemudian duduk di bangku pesawat.
Tapi ternyata, ada hikmah luar biasa di balik fobia ketinggian yang ia derita. Setiap waktu, Riki selalu ingat kematian. Puncaknya, saat Riki ditanya oleh buah hati dia sendiri yang masih kecil, tentang, apa Islam dan bagaimana cara shalat.
Merespon pertanyaan itu, pertengahan 2004, Riki diperkenalkan oleh rekannya, Daeng dan Dani, kepada ustadz Aang Umansyah, seorang alumnus Ponpes Darussalam, Taskmalaya. Ia kemudian meminta sang Ustadz mengajarkan cara membaca Alquran pada anak dan istrinya.
Sebagai seorang juru dakwah, ustazd Aang senang saja menerima permintaan tersebut. Namun, betapa terkejutnya dia (ustadz_red), setelah mengetahui ternyata rumah Riki itu sarang para musisi, fans Jamrud dan anak-anak band lain. Mereka saban malam biasa bermain gapleh, bilyard, mabuk dan aktivitas serupa hura-hura, seperti citra kebanyakan pemain band.
Meski begitu, Ustadz Aang berusaha tetap tegar. Agar kehadirannya tidak mengagetkan teman-teman Riki, ia dengan sabar mencoba beradaptasi dan bergabung. “Saya ngajar ngaji, dan saya juga belajar bilyard,” ungkap Ustadz Aang kepada Alhikmah, mengenang suasana
Perubahan Positif
Di penghujung 2004, setelah anak dan istrinya belajar Alquran kepada Ustadz Aang, Riki pun tertarik ikut belajar membaca Kitab Suci umat Islam ini. Lambat laun setelah banyak ayat yang dibaca, Riki pun sadar bahwa Islam itu mewajibkan shalat.
Suami dari Maren Lini ini kemudian memutuskan untuk shalat, meski dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. “Saya shalat di kamar pakaian yang sebelumnya saya kunci. Malu, dong, rocker masa shalat,” kenang ayah empat anak ini.
Selang beberapa hari Riki memberanikan diri untuk menampakan perubahan sikapnya. Disela-sela pembicaraan bersama temannya, Riki terkadang menyinggung-nyinggung Islam. Ia juga tak sungkan menghentikan aktifitasnya di saat waktu shalat telah tiba.
Bahkan kepada teman-teman dekatnya, Riki dengan terang-terangan mengajak mereka untuk mempelajari Islam. “Ayolah kita ngaji. Kalau dulu ngajak ngga bener, Sekarang coba ngajak bener,” tutur ayah dari Viosy, Vabia, Valdisa dan Valdinan ini.
Awal 2005 menjadi titik tolak lahirnya majelis taklim ini. Setelah mengajak teman-temannya, Riki beserta keluarga dekat memutuskan untuk sama-sama belajar Islam kepada Ustadz Aang. Dipilihlah malam Kamis, malam Senin serta malam Sabtu sebagai jadwal rutin pengajian.
Seiring waktu berjalan, satu persatu teman Riki mulai berguguran. Alasannya beragam.
Jelang Ramadhan 1425 H (2005), Riki beserta teman-temannya berinisiatif mengadakan shalat tarawih. Maka diundanglah masyarakat sekitar untuk shalat tarawih bersama yang diadakan di rumah Riki.
Setiap kali usai melaksanakan shalat tarawih, Riki bersama jamaah kerap berdiskusi masalah ke-Islaman hingga subuh menjelang. Selain masyarakat sekitar yang ikut nimbrung, ustadz-ustadz lain pun mulai bergabung untuk saling mentransformasikan ilmu yang dimilikinya.
Kepergian bulan Ramadhan menyimpan kerinduan yang mendalam untuk terus menjalin silaturahim dan mengkaji ilmu yang telah lama berjalan. Maka untuk mengobati kerinduan itu diadakanlah kajian Islam rutin, setiap Jumat malam.
Dalam kajian Jumat malam ini baik Riki ataupun Ustadz Aang beserta yang lainnya sepakat untuk tidak menggunakan nama organisasi tertentu, ormas Islam tertentu atau bahkan partai politik tertentu.
“Saya tidak melihat apapun latar belakangnya. Yang penting Islam, ayo kita sama-sama mengkaji. Saya hanya memfasilitasi, bukan untuk kelompok, golongan atau partai,” ungkap Riki. Kajian ke-Islaman yang disampaikan pun bervariasi, mulai dari ibadah, muamalah, siyasah dan lainnya.
Ustadz yang diundang juga beragam; mulai Hari Mukti, mantan rocker yang kini menjadi da’i, Ustazd Dedi Rahman pengisi tetap tausyah di salah satu radio swasta di Bandung, dr. H. Hani Rono Sulityo Sp. OG (K) MM, serta ustadz-ustadz lainnya.
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 36
Minggu, 02 Januari 2011
Majlis Taklim Baiturrahman Menghapus Buta Huruf Alquran


Pagi itu
Suasana seperti ini rutin berlangsung setiap Kamis pagi, pukul 09.00 WIB. Para Ibu itu berkumpul dalam rangka menunaikan kewajiban menggali ilmu di Majelis Taklim yang dinamai sama dengan nama Mesjidnya, Baiturrahman.
Majelis Taklim Baiturrahman sebetulnya sudah cukup lama berdiri. Awal tahun 1985, Andi Swandi, seorang kepala RW di Margahayu yang peduli terhadap ajaran Islam, berniat mendirikan Mesjid Baiturrahman. “Harus ada tempat peribadatan umat Islam” kenang H. Dadang WP ketua DKM Baiturrahman, mengutip kata-kata Andi Swandi.
Keinginan ini tak lama bersambut. Mesjid Baiturrahman tegak berdiri, buah pengumpulan dana dari masyarakat sekitar yang peduli terhadap kelangsungan dakwah Islam. Tidak berhenti sampai disitu, perjuangan untuk memakmurkan mesjid pun terus berlanjut. Salah satunya dengan pembentukan Majelis Taklim Baiturrahman, tak lama setelah mesjid Baiturrahman berdiri.
Pada mula Majelis Taklim ini dibentuk, hanya 20 orang yang bergabung, tanpa ada kepengurusan. “itu juga kadang yang hadir tidak semuanya,” ungkap ketua Majelis Taklim Baiturrahman, Andi Riswandi. Namun jumlah jama’ah yang tak seberapa itu tidak lantas menyurutkan semangat untuk terus datang mengahadiri majelis ilmu.
Kondisi ini terus berjalan hingga tujuh tahun. Setelah itu, awal 1992, dibentuklah kepengurusan per tiga tahun sekali, dengan ketua Majlis Taklim pertama dipegang oleh Hj. Sutarsin. Usai kepemimpinan Hj. Suntarsin, Hj. Kusnadi, Nia Supriyadi dan yang terakhir ibu Cicin Kaswandi berturut-turut duduk sebagai ketua di Majelis Taklim ini.
Saat ini, jama’ah Majelis Taklim Baiturrahman sudah mencapai 70 orang. Lokasi terjauh dating dari ujung Manjalega, sekitar 1,5 KM dari Mesjid Baiturrahman. Proses perekrutannya sendiri bermula dari ajakan mulut ke mulut, baik saat arisan PKK atau pada kegiatan lainnya, dimana ibu-ibu berkumpul di acara tersebut.
Terkait dengan program, Majelis Taklim ini menitikberatkan pada baca tulis Alquran, dengan target menghapus angka buta huruf Alquran, minimal diantara para jama’ahnya yang rata-rata sudah berusia lanjut.
Selain baca tulis Alquran, Majlis Taklim ini juga berkesempatan belajar tahsin Alquran dari Ustadz Wahyu Syamsuri S.Ag, setiap Senin sore, pun hadits-hadits Nabi dari Ustadzah E. Zakiah S. Ag. setiap Kamis, pukul 09.00 WIB. Dari pelajaran ini diharapkan para anggota bisa memahami Islam lebih dalam, dan mampu menyampaikan ajarannya baik melalui mimbar ataupun saat sekedar menjadi MC pada suatu acara tertentu.
Selain itu, Majlis Taklim Baiturrahman juga mengikuti program pelatihan mubalighah yang diselenggarakan oleh HIMI (Himpunan Mubalighah) dan BKMM (Badan Kerjasama Majlis taklim Mesjid-mesjid Margahayu) belum lama ini, dengan harapan ilmu yang telah didapatkan mampu memberikan bekal bagi penyampaian materi-materi dakwah yang mencerahkan.
Minggu, 24 Oktober 2010
Majelis Taklim YUMI Wadah Khusus Pembinaan Mualaf


Kajian Al-Quran tentang berhala, yang diisi oleh Ku Wie Han dan Ustadz Weri berlangsung santai namun serius. Angin pagi meniup lembut pendopo rumah bergaya arsitektur China, Jalan Tubagus Ismail Dalam VIII No. 51, lokasi kajian rutin Majelis Taklim Yayasan Ukhuwwah Mualaf Indonesia (YUMI), Minggu (04/01).
YUMI sendiri berdiri sejak 1 Oktober 2006. Pada mulanya Ku Wie Han prihatin terhadap mualaf yang setelah masuk Islam, namun dibiarkan begitu saja. ”Ternyata banyak sekali diantara teman-teman kita yang belum memahami Islam. Kebanyakan setelah mereka mengucapkan syahadat, dibiarkan,” ungkap Ustadz keturunan Tionghoa ini kepada Alhikmah usai kajian. Wie Han menambahkan, banyak mualaf yang terlantar akibat tidak ada yang secara konsisten membimbing mereka.
Sebelum YUMI berdiri, Ku Wie Han yang menjadi mualaf sejak tahun 1988 berdakwah secara personal kepada orang-orang terdekatnya, antara lain Ibu dan sang adik. Semakin banyak orang yang sudah di-Islamkan, membuatnya berpikir untuk memiliki wadah khusus pembinaan mualaf.
“Saya ingin punya tempat khusus pembinaan mualaf tanpa bergantung pada orang lain. Tujuannya untuk lebih terfokus, termanage dan terkontrol agar pembinaan di masa datang akan lebih baik dibandingkan sebelumnya,” kata Wie Han yang memiliki nama Islam Muhammad Halim Abdurrahman.
Pada awal berdirinya, Majelis Taklim YUMI hanya beranggotakan 10 orang. Wie Han lantas mengajak mualaf lain untuk bergabung. Termasuk para mualaf yang ditemuinya saat mengisi ceramah di masjid Lau-tze.
Hanya dalam kurun waktu dua tahun, jumlah tersebut bertambah hingga mencapai angka 200 orang Jama’ah. Walaupun didirikan oleh Ku Wie Han yang berdarah Tionghoa, namun Majelis Taklim ini tidak membatasi diri pada mualaf etnis tertentu. “pokoknya asal dia mualaf, kita siap membinanya,” tegas Wie Han.
Aktivitas rutin yang diadakan Majelis Taklim YUMI sendiri adalah proses pembinaan berupa kajian Alquran tiap hari ahad dari pukul 10.00-12.30. Selain itu ada juga acara dakwah di Radio Antassalam dengan tajuk” Suara Mualaf dalam Indahnya Islam” setiap hari Jumat, Sabtu dan Ahad pukul 17.00-18.00. termasuk dakwah melalui Buletin Jurnal YUMI yang terbit sebulan sekali.
Anggota Majelis Taklim YUMI pun tidak terbatas hanya di kota Bandung saja, namun ada juga yang berasal dari Jakarta dan Cirebon. Wie Han mengatakan, “Fokus pembinaan memang khusus mualaf, tapi Majelis Taklim ini terbuka untuk umum. Siapapun yang ingin belajar Islam dapat bergabung!”
Sesuai dengan yang dikatakan Ku Wie Han, bahwa Islam itu universal, tidak membeda-bedakan siapapun yang ingin mengenalnya. Wallahua’lam.
Profil Yayasan Ukhuwwah Mualaf Indonesia (YUMI)
Ketua: Ku Wie Han
Sekretaris: Ardi Gumilar
Bendahara: Vivi Novianti
Sekretariat di jalan Cibaduyut Raya No. 23-25 Bandung
Telp: 022-70451614
Majelis Taklim : Jl. Tubagus Ismail Dalam VIII No. 51 Bandung, dekat dengan Salman Al-Farisi
Email:jurnal_yumi@yahoo.com
Muhammad Yasin
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 31
Sabtu, 09 Oktober 2010
Majelis Taklim assy Syifa, Awalnya 40 orang Jama’ah


Nama asy Syifa sendiri diambil dari bahasa Arab, yang bermakna obat. Nama ini dipilih tentu bukan tanpa alasan. Selain rutin mengadakan pengajian, Majelis Ta’lim ini pun biasa menyelenggarakan kegiatan sosial semisal: khitanan massal sekali setahun, donor darah triwulanan, pemberian beasiswa kepada siswa yang tidak mampu, memberikan bantuan kepada rumah-rumah yatim piatu serta mengadakan pelatihan semacam pengurusan jenazah..
Yang tak kalah menarik, ketua umum Asy syifa Dr. H.R. Agoes HK. Sp. THT. MM. beserta rekan-rekan se-profesinya biasa menyampaikan ceramah mengenai kedokteran dan penyakit selama 30 menit sebelum acara pengajian rutin dimulai.
5 tahun lalu, 23 Maret 2003, Majlis ta’lim asy Syifa berdiri. semula hanya dihadiri oleh sekitar 40 orang dari kalangan ibu-ibu. Seiring waktu berjalan, saat ini lebih dari seribu orang dari 28 DKM se-Antapani ikut bergabung dengan Majelis Ta’lim ini. Karena Majelis Ta’lim ini sendiri merupakan pengajian ibu-ibu, maka sang pencetus, Dr. H.R. Agoes HK. Sp. THT meminta Bu Hj. Mina Suparman agar menjabat sebagai ketua. Namun setelah kepemimpinan Bu Hj. Mina suparman berlalu, beliau kembali ditunjuk oleh anggota majlis ta’lim agar menjadi ketua.
Tempat yang dipilih untuk mengadakan kegiatan majlis ta’lim ini sendiri merupakan rumah milik Dr. H.R. Agoes HK. Sp. THT. MM di jalan Terusan Jakarta No. 307 Antapani Bandung. Sedangkan untuk pengajiannya, terkadang diadakan secara bergiliran ke 28 DKM se-Antapani yang telah bergabung.
Hampir semua penceramah ternama di Bandung pernah mengisi di Majlis Ta’lim ini. Mulai K.H. Miftah Faridl, K.H. Athian Ali M. Da’i. MA, KH. Abdullah Gymnastiar, sampai Ustadzah Irene Handono, hingga Hj. Ida Farida Fauzi. Maka, wawasan dan tali silaturahim pun banyak bertambah.
Hal ini dirasakan Ibu Wiwin, salah seorang jama’ah Majelis Ta’lim asy Syifa. “Saya mengenal Majelis Ta’lim Asy syifa melalui teman saya yang sudah bergabung lebih dulu. Sudah 5 tahun ini saya merasakan hikmahnya bergabung dengan Majelis Ta’lim Asy Syifa,” imbuh Wiwin kepada Alhikmah, Minggu (14/12) lalu.
Wiwin mengaku banyak merasakan manfaat baik dari sisi wawasan keislaman, sekaligus menambah dan mempererat tali silaturahim diantara sesama jama’ah Majlis Ta’lim ini.
Rencana kedepan, selain terus menjalankan pengajian yang sudah rutin terselenggara, Majlis Ta’lim ini pun akan terus melebarkan sayap dengan mengadakan pengobatan gratis secara rutin. Tujuannya untuk merangkul masyarakat lain agar bisa ikut bergabung, demi tegaknya dakwah Islam.
Muhammad Yasin
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah Edisi 30