Kumpulan tulisan Muhammad Yasin, Wartawan, Blogger dan pebisnis online

Selasa, 28 Desember 2010

Timbangan-Timbangan tak Berimbang


Tentang Ketamakan di Balik Neraca Timbangan

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika Rasulullah saw. sampai ke Madinah, diketahui bahwa orang-orang Madinah termasuk yang paling curang dalam takaran dan timbangan. Maka Allah menurunkan ayat ini (QS.83:1,2,3) sebagai ancaman kepada orang-orang yang curang dalam menimbang. Setelah ayat ini turun orang-orang Madinah termasuk orang yang jujur dalam menimbang dan menakar.
(Diriwayatkan oleh an-Nasa'i dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih yang bersumber dari Ibnu Abbas.)

Rasulullah SAW telah melarang semua bentuk penipuan dalam transaksi. Namun, godaan untuk meraup untung besar dalam waktu singkat seringkali melalaikan para pelaku industri dan perdagangan akan peringatan yang telah disampaikan. Salah satunya dengan cara mengurangi takaran/ timbangan.

Klasik memang. Namun terus terjadi, menodai sejarah gemilang peradaban umat manusia.
Di negeri ini, timbangan-timbangan tak berimbang masih kerap ditemui. Para pelaku sengaja melebihkan barang yang ditimbang, dengan memasang alat pemberat pada bagian bawah timbangan.

Di Jawa Barat misalnya. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat, Drs. Agus Gustiar, M.Si mengatakan, sepanjang tahun 2008 tak henti-hentinya laporan tentang kekurangan timbangan masuk ke bagian Perdagangan Dalam Negeri (PDN). “Ini jelas merugikan konsumen. Baik itu karena timbangan memang sudah rusak ataupun ada pedagang yang ingin berdagang dengan cara tak sehat,” ungkap Agus kepada Alhikmah medio Februari 2009 lalu.

Berdasarkan pantauan Alhikmah di salah satu pusat transaksi di Bandung, Minggu (8/2), timbangan milik beberapa pedagang rata-rata selisih antara 1-2 ons perkilogram (Kg). Ibu Ade, salah seorang warga Panghegar, Bandung, sekaligus konsumen di tempat tersebut membenarkan temuan Alhikmah ihwal timbangan milik para pedagang yang sengaja dilebihkan dengan memasang alat pemberat di bagian bawahnya. “Ketika saya cek dan ditimbang kembali, sepertinya buah alpukat dan dukuh yang saya beli senilai 5 kg terasa tidak sesuai. Dan benar saja beratnya kurang hampir 0,5kg,” ujarnya.

Sebagian pedagang, sepertinya sengaja mengelabui petugas dengan menggunakan timbangan yang sudah ditera oleh Badan metrologi melalui Dinas Pasar pada saat ada razia saja. Usai petugas beranjak pergi, kembali digunakan timbangan yang dipasang alat pemberat.

Saat dikonfirmasi Alhikmah mengenai hal tersebut, ketua Gabungan Pengusaha Kecil dan Jasa (Gapensa) Jawa Barat, Aceng Eno Mulyawan mengatakan, pihaknya telah meminta Disperindag Provinsi Jabar atau Dinas terkait untuk melakukan tera ulang pada timbangan secara berkala milik pedagang di tempat tersebut dan daerah pusat transaksi lainnya di Bandung. Selain itu, Aceng berharap agar Dinas tersebut banyak memberikan sosialisasi dan pengawasan yang melekat ke pedagang-pedagang pasar, sehingga dapat meminimalisir pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.

Di Sukabumi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kab. Sukabumi, seperti yang dilansir H.U. Pikiran Rakyat, menemukan adanya unsur kenakalan dalam sistem penjualan gas elpiji untuk rumah tangga. Antara lain kurangnya timbangan gas dalam tabung. Pada umumnya kekurangan ini berkisar antara 0,1 kg sampai 1,5 kg. Hasil ini diperoleh dalam uji petik yang dilaksanakan tim Diperindag pada tingkat pengecer di kios-kios beberapa waktu lalu.

Menanggapi hal tersebut, Sularsi, Kepala Divisi pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia kepada Alhikmah mengatakan, bahwa YLKI pernah menerima pengaduan masyarakat mengenai pengurangan takaran dan ukuran. “Yang marak dilaporkan pada tahun 2009 ini adalah keluhan mengenai pengurangan takaran pada gas dan bensin,” katanya.

Menurut pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, Seperti yang dikutip dari harian Rakyat Merdeka Januari 2009, berdasarkan pantauan yang dilakukan YLKI, sebagian besar SPBU yang ada di Jakarta telah berbuat nakal. “Layaknya peda¬gang di pasar yang mengurangi jumlah timba¬ngan, kini pengurangan jumlah literan pada SPBU juga menjadi tren,” terangnya.

Padahal berdasarkan Undang-Undang No. 2/1981 tentang Metrologi Legal, bagi para pelaku praktek pengurangan timbangan dapat dikenai hukuman kurungan selama 1 tahun, atau denda Rp. 1 juta. Belum termasuk Undang-Undang Konsumen No 8 tahun 1999 pasal 62 ayat 1, tentang perlindungan konsumen, yang dapat menjatuhkan denda Rp 2 miliar dan penjara 5 tahun penjara bagi pelaku transaksi curang yang sangat merugikan konsumen.

Lantas, apa motif para pedagang mengurangi timbangan?
Hasil temuan tim peliput Alhikmah di beberapa pusat transaksi, motif utama sebagian pedagang melakukan praktek ini adalah mengambil keuntungan dengan mengorbankan kepentingan konsumen, alias tamak.

Sebagian lainnya mengaku terpaksa melakukan pengurangan timbangan, dengan alasan, konsumen seringkali meminta lebih saat prosesi penimbangan. Mereka dihadapkan pada dilema: memenuhi keinginan konsumen dengan resiko matematis mengalami kerugian. Atau tidak mengikuti kehendak pembeli, dengan konsekuensi para konsumen berpindah ke lain hati.

Praktek usaha yang demikian, secara langsung maupun tidak langsung telah
merusak dan melemahkan daya saing pelaku usaha itu sendiri. apapun dalihnya, transparansi dan kejujuran, merupakan hal paling mendasar dalam jual beli, sebagaimana firman Allah SWT, "Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan; dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan." (QS 26:181-183)

Peran Pemerintah Melalui Direktorat Metrologi
Metrologi sendiri adalah ilmu mengenai pengukuran. Ada 3 hal utama yang menjadi fokus metrologi yaitu penetapan definisi satuan ukur, perwujudan satuan ukur dan penetapan rantai ketertelusuran. Di Indonesia sampai dengan 1955, Institusi pelayanan kemetrologian ada di 26 Provinsi dan 28 Daerah Tingkat II.

Djainul Arifin, SH., Widyaiswara pengajar Luar Biasa pada Balai Diklat Metrologi, Jawa Barat kepada Alhikmah mengatakan, Metrologi yang merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah, tentu saja memiliki regulasi. Sebagaimana yang disebutkan dalam UU No. 2 tahun 1981 pasal 36 tentang Metrologi Legal (UUML_red) yang berbunyi :“ Pegawai instansi Pemerintah yang ditugasi dalam pembinaan Metrologi Legal yang melakukan pengawasan dan pengamatan diwajibkan menyidik tindak pidana yang ditentukan dalam Undang-undang ini.”

Disamping itu, menurut Djainul, ditegaskan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang serta syarat-syarat bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapan (UTTP) (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3283), Pasal 13 ayat (1), Bahwa salah satu tugas pengawasan UTTP ada pada Instansi Pemerintah yang membina atau membidangi Metrologi Legal.

Dengan demikian, tambah Djainul, tugas pengawasan dan pengamatan serta penyidikan, dapat dilakukan secara berkala, dengan operasi mendadak (sidak), atau apabila ada laporan atau pengaduan dari masyarakat tentang tindak pidana pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang metrologi legal. “Bahkan apabila kita jumpai tertangkap tangan adanya kecurangan penggunaan UTTP,” ungkap penulis buku Tepat Mengukur, Akurat Menimbang ini.

Sedangkan Agus Permana, Kepala Seksi Pengawasan dan Penyuluhan UTTP Direktorat Metrologi, saat ditemui Alhikmah mengatakan, agar keakuratannya terjaga, maka semua alat ukur minimal satu kali dalam setahun harus di tera ke kantor metrologi. Saat ini di Indonesia, menurut Agus, ada 54 kantor perwakilan Metrologi yang tersebar di 33 provinsi, dan 21 di kabupaten kota di Indonesia.

Menyangkut masalah alat ukur, Agus, berbagi tips untuk pembaca Alhikmah. Pertama, alat ukur harus ditera terlebih dahulu. Kedua, penggunaan timbangan harus disimpan di tempat yang rata dan juga harus datar. Ketiga, rawatlah alat ukur setiap habis melakukan transaksi atau setelah selesai berjualan.

Hal ini dilakukan supaya alat ukur tetap awet, tidak berkarat dan kotoran tidak menumpuk, sebab kalau kotoran menumpuk maka timbangan yang terdiri dari beberapa tuas yang tertumpu pada sehelai pisau, jika terdapat kotoran yang menempel antara tuas dan pisau maka alat ukur sudah tidak akurat lagi. Keempat, Sebelum melaksanakan timbangan, alat ukur harus dalam keadaan seimbang, tidak diperkenankan ada muatan terlebih dahulu dan anak timbangan harus kosong terlebih dahulu.

Ironisnya, menurut pengakuan Agus, jumlah sdm petugas tera sangat minim sekali, karena masalah regenerasi. “Sudah banyak yang pensiun dan ada yang sudah lanjut usia. Jadi petugas penera se-Indonesia saat ini hanya 900 orang. Sedangkan alat UTTP diperkirakan berjumlah 60,2 juta unit, terdiri dari 45 jenis alat ukur,” ungkapnya.

Semua itu, tambah Agus, hanya dilayani dengan 900 orang petugas. Maka secara umum, tentu saja tidak memenuhi target.

Di Jawa Timur, Berdasarkan data UTTP yang di tera dan di tera ulang serta yang dikalibrasi pada tahun 2005 sebesar 1.107.208 buah. Sedangkan tahun 2006 sebesar 1.567.882 atau meningkat sekitar 17 %. Padahal potensi UTTP yang belum di kalibrasi, ditera dan ditera ulang kurang lebih sebesar 8.000.000 buah.

Solusi Islam Menangkal Kecurangan

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika Rasulullah saw. sampai ke Madinah, diketahui bahwa orang-orang Madinah termasuk yang paling curang dalam takaran dan timbangan. Maka Allah menurunkan ayat ini (QS.83:1,2,3) sebagai ancaman kepada orang-orang yang curang dalam menimbang. Setelah ayat ini turun orang-orang Madinah termasuk orang yang jujur dalam menimbang dan menakar.
(Diriwayatkan oleh an-Nasa'i dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih yang bersumber dari Ibnu Abbas.)

Prof. Umar Shihab, wakil ketua MUI Pusat kepada Alhikmah menyarankan agar semua pihak bersinergi untuk meminimalisir, bahkan menghapus sama sekali fenomena seperti terungkap. Karena konsep dagang dalam Islam tidak ada unsur penipuan, keterpaksaan. Terutama kecurangan itu yang sangat dilarang melanggar ketentuan-ketentuan agama.

Sementara KH. Hafidz Utsman, ketua MUI Jabar mengusulkan pendekatan yang efektif melalui metode dakwah. ”Dakwah yang efektif, bukan hanya dengan lisan tapi ada dua kategori dalam istilah ilmu dakwah billisanil maqool, dakwah dengan pembicaraan. Dakwah billisanilhal. Dakwah dengan praktek. Sudah merupakan kewajiban umat Islam dan agar amar ma’ruf nahi munkar” .

Dalam hadist lain disebutkan, bahwasanya Rasulullah tidak mengijinkan transaksi dimana tumpukan kurma yang nilai timbangannya tidak diketahui akan ditukarkan dengan kurma yang sudah jelas timbangannya. Hal ini semata adalah usaha Islam untuk mencegah terjadinya sebuah kerugian yang disebabkan sebuah pertukaran semata-mata karena adanya perkiraan (spekulasi) kuantitas dari komoditas yang akan diperjualbelikan.

Betapa Indah konsepsi Islam yang menyentuh seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam hal jual-beli. Substansi saling membahagiakan, menumbuhkan kepercayaan, saling menguntungkan dan sifat-sifat luar biasa lainnya telah Allah karuniakan pada pribadi junjungan kita semua, Rasulullah SAW yang senantiasa Shiddiq, tabligh, amanah, dan fatonah.

HB Sungkaryo, Muhammad Yasin, Dedy Ahmad Sholeh,  Mia Gamalia
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 32

0 komentar:

Posting Komentar