Kumpulan tulisan Muhammad Yasin, Wartawan, Blogger dan pebisnis online

Minggu, 23 Januari 2011

BRC Lahir Buah Kegelisahan kang Asep Hasan Badri

“Kesembuhan itu bisa ditempuh dengan tiga hal: berbekam, minum madu dan dibakar dengan besi panas. Tetapi aku melarang umatku menggunakan pembakaran dengan besi panas”(HR Bukhari)

Kehebatan madu tidak lagi diragukan semua orang. Semua sepakat madu memiliki kandungan yang menyehatkan dan dapat mengobati beragam penyakit. Namun bagaimana dengan berbekam (hijamah) dan pembakaran dengan besi panas (kay)?

Nampaknya tidak banyak orang mengenal kedua istilah pengobatan ini. Kalaupun ada yang mengenal, sebagian orang masih akan berpikir dua kali untuk mencobanya, atau bahkan meragukan keberhasilannya dalam mengobati penyakit.

Namun, hal tersebut justru menarik perhatian khusus bagi seorang Asep Hasan Badri, President Director  BRC, institusi kesehatan Islami yang sebelumnya merupakan singkatan dari Bekam Rukyah Centre.  Kini, cabang BRC sendiri sudah tersebar bukan hanya di Indonesia, tapi juga ke mancanegara.  

Pada Mulanya
Kisahnya bermula saat kang Badri, panggilan akrab Asep Hasan Badri, tengah duduk di bangku kelas 3 Muallimin, Pesantren Pajagalan, Bandung, 12 tahun silam. Saat itu, Asep Hasan Badri yang masih berusia 17 tahun, terusik dengan hadits yang disampaikan ustadz Saefurrahman, guru dia, tentang berbekam.

Ia pun menanyakan apa sebetulnya yang dimaksud dengan bekam. Setelah dijelaskan metode pengobatannya oleh ustadz yang bukan praktisi kesehatan itu, Badri malah berasumsi bahwa metode bekam sangat mengerikan.

Namun, sepanjang waktu usai menyelesaikan pendidikannya di Pesantren pajagalan, pertanyaan itu justru selalu mengusiknya. Bahkan setelah Asep Hasan Badri melihat kenyataan pengobatan Islami yang dikenal masyarakat hanyalah bertendensi pada mistik.

Kalau orang sakit sudah tidak teratasi lagi dengan pengobatan medis formal, akhirnya beralih ke pengobatan mistik ‘Islami’ yang persyaratannya justru dipertanyakan, seperti harus menyembelih ayam hitam, mandi dengan air tujuh sumur, bunga tujuh warna, belum lagi menggunakan lafadz alquran. “Apa Islam tidak punya solusi kesehatan?" Kenang Badri saat itu.

Kegelisahan Badri mulai menemukan titik terang, saat ia menemukan kitab berjudul at-Tibbun Nabawi (Pengobatan Nabi) karya Ibn Qayyim al Jauziyyah dan Imam as Suyuti. Kedua ulama ini menurut badri selain ahli hadits, ahli tafsir juga sebagai tabib yang bisa mengobati masyarakat waktu itu. Ia pun tertarik dan lalu mendalaminya.

Badri sadar melihat kenyataan yang ada, telah terjadi dikotomi antara disiplin ilmu Islam yang berkonotasi akhirat dengan disiplin ilmu dunia. Tidak ada banyak ulama yang sekaligus dokter atau sebaliknya. “Hari ini umat Islam menyerahkan ilmu ini bukan kepada ahlinya dalam Islam, tapi kepada orang lain di luar agama Islam.” ujarnya.

Tekad Asep Hasan Badri
Satu hari, tahun 1999, Badri diajak Orangtuanya menjenguk saudara (uwak) yang tengah menderita sakit keras, di salah satu Rumah Sakit swasta Non-Muslim di Bandung. Dengan kasat mata, Badri melihat perawat perempuan memasukan selang ke dubur Uwaknya. Tidak hanya itu Badri bahkan sempat melihat seorang perawat berkerudung di UGD memasukan selang ke dubur seorang bapak yang memakai kopiah. “Memang harus perempuan yang memasukannya," tanya Badri. Perawat itu menjawab, “karena tidak ada laki-laki yang berani.” Sungguh sangat ironis.

Sejak itu, Badri bertekad bahwa suatu saat harus ada institusi kesehatan yang menjadi solusi bagi umat Islam. Institusi kesehatan yang bukan saja menjunjung syariat, tapi juga benar-benar menggunakan sunnah nabi yang kala itu masih dipertanyakan oleh Badri, seperti bekam, kay dan rukyah. “Rasul yang bukan ahli pengobatan tapi berani mengatakan bahwa bekam adalah pengobatan terbaik. Kalau ini tidak berhasiat rontoklah kenabian beliau,” Ungkapnya.

Di tahun yang sama Badri pun bertemu dengan Muhammad Zulfikar Anto seorang guru di Bandung yang memperkenalkan bekam. Muhammad Zulfikar Anto kemudian menyarankan Badri untuk segera berangkat ke Malaysia dan mempelajari ilmu bekam di sana.

Setahun kemudian, Juni 2000, Badri mendirikan klinik kesehatan di rumahnya sendiri Jl. Suci 137 Bandung. Klinik kesehatan ini ia beri nama “Darun Hijamah Yasyfi”. Darun artinya tempat. Hijamah artinya berbekam sedangkan Yasyfi diambil dari surat Asy Syu’ara ayat 80 “apabila aku sakit Allah yang menyembuhkanku.

Klinik Badri ini pun dibuka setiap hari. Tapi sayangnya tidak banyak orang yang mau berkunjung. Nampaknya istilah Hijamah menjadi alasan kuat orang tidak berselera datang ke kliniknya. “Jangankan orang non Islam umat Islam sendiri tidak tau hijamah,” kenangnya.

Badri tak putus harapan. Dengan dibantu istri tercintanya satu persatu ia menjelaskan keistimewaan hijamah kepada klien yang datang berkunjung, pun masyarakat sekitar.

Kesabaran Badri membuahkan hasil. Di tahun pertama, ada sekitar tiga sampai lima orang tiap harinya yang berobat ke kliniknya. Meskipun tidak banyak tapi Badri mensyukurinya.

Memurnikan Rukyah
Awal 2001, berbagai televisi di Indonesia ramai menayangkan program pengobatan kesurupan dengan metode rukyah. Selain itu program-program tayangan dunia ghaib pun tidak kalah semaraknya dengan tayangan program rukyah. Tercatat kurang lebih 15 tayangan yang menggambarkan pengobatan ‘Islami’ yang bertendensi mistik.

Tak hanya di dalam negeri, booming tayangan tersebut sampai pula ke negara tetangga seperti Malaysia, singapura dan Thailand. Tidak salah kalau kemudian dunia ghaib mendapatkan rating terbanyak dan dikenal sebagai "The best episode in Asia".

“kenapa saya bawa bekam yang muncul rukyah yang aneh-aneh.” gumam Badri setelah melihat ada ketidakseimbangan antara penjelasan tentang jin yang digambarkan media saat itu, dengan apa yang dipahami para ustadz yang berpegang pada Alquran dan sunnah.

Tantangan ini tidak menyurutkan Badri untuk terus memutarkan idenya. Umat Islam saat itu telah menganggap bahwa pengobatan Islam itu pengobatan yang hanya berkutat pada masalah jin, kesurupan, jodoh karir dan lain sebagainya. “Sebagai santri saya harus mengembalikan nilai rukyah yang sebenarnya,” tekad Badri kala itu.

Maka, bulan Juni 2001, Badri merubah nama kliniknya menjadi Bandung Rukyah Centre, yang disingkat BRC. Satu persatu masyarakat yang tersihir oleh tayangan media tentang rukyah saat itu dibawa ke kliniknya.

Badri menyampaikan kepada masyarakat bahwa rukyah itu tidak hanya untuk gangguan jin. Ia juga meyakinkan bahwa jin itu tidak bisa dilihat oleh manusia, dengan berlandaskan pada surat al a'raf ayat 27, “Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.”

Inisiatif cemerlang Badri dengan mengganti nama kliniknya menjadi Bandung Rukyah Centre membuahkan hasil. Masyarakat yang telah terpengaruh oleh tayangan rukyah di televise, mulai tertarik datang ke kliniknya.

Puncaknya terjadi saat Badri menyampaikan ceramah di Majelis Percikan Iman, Bandung. Setelah ceramahnya itu pasiennya bertambah banyak. Karena kewalahan menerima pasien, Badri membuka cabang di beberapa tempat di sekitar Bandung.

Tiga tahun kemudian kliniknya sudah merambah jauh di luar kota Bandung. Ia pun berinisiatif merubah nama kliniknya menjadi Bekam Rukyah Centre.

Hingga saat ini BRC telah memiliki 21 Cabang dengan 10.000 pasien perbulannya, dua diantaranya di Malaysia dan Singapura. “Cita-cita saya tahun 2009 ini ada 111 klinik,” ungkapnya. Tak  berhenti sampai di situ, Badri bahkan berazam, tahun 2015  yang akan datang, ia berencana mendirikan Hospital Syariah. Luar biasa.

Muhammad Yasin, Handono bs
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 36

0 komentar:

Posting Komentar