KH. Hafidz Utsman
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Menurut Ustadz apakah perbedaan antara Korupsi dengan Mencuri/Merampok?
Korupsi itu kan lebih kejam ketimbang mencuri/merampok. Maling, perampok itu hanya mengambil keperluan saja dengan kekuatan fisik. Kalau korupsi itu dilakukan dengan kekuasaan. Caranya itu lebih kejam. Maka hukumannya harus lebih kejam dari maling dan perampok. Sebab koruptor (pelku korupsi) bukan perlu untuk makan, tapi dia sepertinya ingin menumpuk kekayaan dan ingin menguasai. Jadi ini kejam.
Istilah korupsi sendiri di dalam Islam seperti apa?
Kalau korupsi itu perbuatan ghulul yaitu sebuah rekayasa perbuatan, manipulasi untuk menguntungkan dan untuk kepentingan sendiri. Saya pikir korupsi itu berbuat bohong dalam skala besar.
Apakah ada perbedaaan istilah Korupsi dalam Islam dengan sudut pandang hukum positif?
Sama saja, ini masalahnya kemanusiaan. Sepanjang aturan hukum manapun menyangkut kemanusiaan, nilainya pada posisi sama. Jadi korupsi itu musuh orang beragama. Semua agama tidak setuju korupsi, sama semua agama tidak setuju pada perbuatan maling, perzinahan, pembunuhan. Manusia beragama pasti anti korupsi.
Pada tataran praktis kita kenal hukum positif. Karena masalah hukum positif di Negara kita sanskinya lemah, maka memberikan kesempatan pada seseorang untuk berbuat korupsi. Dalam Islam, proses hukum berlangsung sederhana dan cepat. Kalau Negara kita sepertinya terlalu bertele-tele.
Apa motif orang melakukan korupsi?
Karena ada kesempatan. Dia memang berniat jahat untuk memperkaya diri. Mumpung punya kekuasaan digunakanlah kesempatan untuk menguntungkan diri sendiri dan untuk kekuasaan dia. Kesempatan itu lemahnya pranata hukum, baik norma maupun sanksi.
Misalkan ada koruptor dihukum 2 tahun. Dia pura-pura berlaku baik. Akhirnya diberi remisi dan tidak sampai dua tahun dipenjara. Sedangkan pencuri dihukum. Keluarganya susah menjenguk. Koruptor disediakan kamar yang indah bisa ditengok keluarga. Keluarga bisa tidur di situ jadi seperti di rumah sendiri. bahkan koruptor bisa lari. Inilah masalahnya. Inilah kelemahan pranata hukum, kalau kita bahasakan kelemahan politik pemerintah.
Apakah NU pernah mengeluarkan pernyataan sikap terkait dengan sanksi bagi koruptor?
Sanksi itu maksudnya supaya jera. Kalau perlu lembaga pemasyarakat itu dirubah namanya menjadi penjara saja. Ini kan lembaga pemasyarakatan, nyatanya orang setelah dari situ akhirnya berbuat lagi kan.
Kita merekomendasikan hukuman mati, juga menganjurkan kiyai untuk tidak mensalatkan koruptor. Alasannya dulu juga Nabi tidak mensalatkan jenazah orang yang buruk. Untuk jadi jera itu. Nah itu kita putuskan tahun 1992.
Hukuman mati itu pada tingkat korupsi yang membahayakan Negara. Contohnya orang dikasih fasilitas oleh Negara punya proyek masih korupsi juga. Berapa uang Negara dibawa kabur, itu layak dihukum mati. Kita jujur saja. Dulu di daerah-daerah perkotaan atau pinggiran, sekolah rusak rakyat menderita. Ada orang enak-enak mengggunakan fasilitas Negara. Itulah pintarnya koruptor. Jadi itu lemahnya pemerintah. Jadi pemerintah itu harus kuat, pranata hukum itu harus dilaksanakan. Dan melaksanakan itu kalau pemerintah kuat. Sebaliknya, meski punya pranata kuat tapi pemerintah tidak mampu melaksanakan ya tidak ada artinya.
Dampak dari perbuatan korupsi sendiri seperti apa?
Dalam katagori agama perbuatan salah itu ada dua, yaitu sayyiah dan khotiah. Sayyiah itu perbuatan dosa kala melanggar aturan yang memang jelas merugikan dan dilakukan dengan sadar dan sengaja. Khotiah itu perbutan kekeliruan seperti tidak sengaja tapi merugikan. Dari dua istilah ini kita bisa mengambil pelajaran artinya tatanan hukum yang mau kita tegakan pada sisi terapan harus kuat. Itulah kelemahan kita.
Yang khotiah ada hukuman yaitu ganti kerugian. Di kita ini kan jadi guyonan, jangan jadi maling. Maling itu repot, lebih baik korupsi, korupsi itu enak.
Apakah suburnya korupsi ada hubungan dengan pemimpin negara?
Korupsi itu bisa juga terjadi karena kolusi/persekongkolan. Kalau dalam agama justru rumusannya sangat sederhana. Pemimpin yang adil. Untuk adil harus amanah.
Bagaimana dengan lembaga pemberantasan korupsi seperti KPK?
Itu salah satu lembaga. Sementara ini bagus, Bahkan itu harus didukung oleh semua lembaga Negara yang terkait dengan penegakkan hukum. Jadi harus saling membantu. KPK, Kepolisian dan Kejaksaan. Jangan misalnya KPK berbuat lembaga lain iri. Jadi kepentingannya, orang salah ya dihukum!
Apakah NU pernah kerjasama dengan pemerintah terkait pemberantasan korupsi?
Kita NU dulu jadi partai. Waktu kita jadi partai zaman Soekarno, kita usul ada lembaga yang menangani korupsi. Maka terwujudlah. Selanjutnya sekarang kan sudah jelas ada KPK. Ini harus kita dukung.
Adakah komitmen kader NU yang terjun ke politik untuk tidak terjerumus korupsi?
Kader itu sudah sedari awal kita didik agar menjadi orang yang baik. Kalau ada yang berbuat korupsi kita berhentikan dari keanggotaanya. Dan memang ada.
Pesan ustadz kepada para pemimpin negeri ini, terkait dengan pemberantasan korupsi?
Sangat sederhana. Sebagai warga yang kebetulan ada di tingkat Pegurus Besar NU, saya menghimbau kepada para pemimpin yang baru saja terpilih, jangan ngoyo, jangan selalu ingin. Orang yang duduk di kekuasaan itu sudah segalanya cukup. Hidup kan sebentar. Jadi jangan berpikir kita hidup untuk ratusan tahun. Sekarang ini menjadi pejabat enak gaji besar tunjungan besar, fasilitas enak tinggal benar saja. Harus lihat rakyat. Perhatikan nasib mereka. Jangan samapai rakyat mau sekolah, sekolahnya hancur.
0 komentar:
Posting Komentar