Kumpulan tulisan Muhammad Yasin, Wartawan, Blogger dan pebisnis online

Kamis, 20 Januari 2011

Prof. Maman Abdurrahman, “Jangan Dikira Orang Korupsi itu Aman-aman saja”

Prof. DR.H.M. Abdurrahman, M.A.
Pemimpin Umum PP Persatuan Islam (PERSIS)

Bagaimana pendapat ustadz mengenai korupsi?
Korupsi itu suatu istilah yang sedang marak sekarang ini, paling tidak di belahan dunia khususnya di Indonesia. Sebenarnya Jika dilihat latar belakang, korupsi juga sudah ada dalam bahasa Arab sejak zaman Rasul. Ada yang biasa disebut alghulul dan alfasad. Sehingga Rasul pernah bersabda, “siapa yang melakukan ghulul artinya melakukan penggelapan bukan dari kalangan umatku.”

Jadi ada tiga istilah yang digunakan. Pertama ada istilah fasad yang diartikan sebagai kerusakan dan ada istilah mungkin juga riswah yaitu sogokan, kemudian ada istilah ghulul yaitu penggelapan. Jadi ketiga hal ini sekarang dekat-dekat pada makna korupsi.

Di Indonesia korupsi itu diartikan sebagai penyelewengan atau penggelapan uang Negara dan perusahaan misalnya untuk kepentingan pribadi atau orang lain bahkan korupsi bisa saja menggunakan waktu di luar keharusannya. Jadi korupsi nanti akan muncul bukan hanya sekedar berkaitan dengan benda tapi bisa sewaktu-waktu juga berkaitan dengan waktu yang digunakan seseorang, padahal waktu itu ia mestinya berada di tempat kerjanya.

Fasad, riswah dan ghulul kalau diterjemahkan ke dalam hukum positif bentuknya seperti apa saja?
Ya korupsi itu. Karena kalau fasad, riswah dan ghulul itu sekarang ada kaitannya dengan korupsi yang ramai digunakan orang. Walaupun sebenarnya istilah ini belum ada kesepakatan sama sekali di kalangan fuqaha, karena amat kompleksnya hal yang menunjukan korupsi itu tadi. Mungkin saja dia itu sewaktu-waktu termasuk ghulul, termasuk fasad atau termasuk juga dengan kata riswah.

Landasan hukumnya di dalam Islam seperti apa?
Sekarang kita melihat, misalnya di dalam Alquran sendiri Allah berfirman surat Ali Imran ayat 161: “Tidak mungkin seorang Nabi akan berkhianat (ghulul). Barang siapa berkhianat, maka pada hari kiamat ia akan dengan dengan hasil pengkhianatannya. Kemudian, setiap nyawa akan menerima balasan sesuai dengan yang diperbuatnya. Tidak ada yang diperlakukan tidak adil.”

Nah ini dasar Alquran yang sekarang oleh para pakar dijadikan landasan korupsi itu sebagai suatu pengkhianatan terhadap harta Negara atau harta siapa saja. MUI Jawa Barat dalam fatwanya tahun 2003 memasukan, korupsi dan riswah (sogokan) dinilai haram. Pemerintah dan masyarakat berkewajiban memberantasnya. Karena dua hal ini tentu saja akan sangat mengganggu terhadap perjalanan Negara.

Kemudian Rasul pernah bersabda “Sungguh aku akan menemukan salah seorang di antara kalian akan datang pada hari kiamat dengan memanggul unta di pundaknya dengan bersuara, ‘Wahai Rasulullah, tolonglah aku ini. maka nanti aku akan menjawab, ‘Aku tidak punya kemampuan sedikitpun dari siksa Allah, dan aku sudah menyampaikannya dahulu…………….”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Jadi jangan dikira orang korupsi itu aman-aman saja. Sekarang mungkin dia aman karena sudah bisa bersembunyi di balik sesuatu. Tapi yang saya ingin sampaikan memang sekarang ada undang-undang, misalnya dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi tahun 2002, hukuman mati merupakan hukum maksimal. Hukuman minimalnya adalah hukuman penjara tiga tahun.

Menurut saya undang-undang tersebut sudah senapas dengan surat al-Maidah ayat 33. Di situ Allah berfirman tentang orang yang disebut muharabah. “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar”.

Dampak apa yang ditimbulkan akibat maraknya korupsi?
Pertama, banyak perbendaharaan negara diambil tidak sesuai dengan peruntukannya. Kedua menimbulkan pola hidup bermewah-mewahan, padahal tidak pantas seperti itu karena pendapatan yang dimiliki sebenarnya kecil. Dari situlah maka tampak sekali mengganggu terhadap proses pembangunan. Ketiga, kemiskinan tidak akan pernah selesai. keempat, Pembangunan sumber daya juga terhambat karena yang mestinya masyarakat mendapat satu pelayanan yang baik, ternyata tidak.

Apakah ada hubungannya dengan kepemimpinan dalam sebuah negara/negeri?
Jelas. Sebab kepemimpinan negara itu kan harus memiliki uswah (teladan). Jadi kalau tidak memiliki uswah ya bagaimana negara akan benar kalau di atasnya tidak benar. Uswah itu harus dipegang secara sunguh-sungguh oleh para pejabat negara.

Contohnya di masa kepemimpinan Rasul. Ada sahabat yang mengambil sesuatu dari harta rampasan (ghanimah) sebelum dibagikan oleh rasul (kepala negara). al-glulul huwa akhdz al-sya’i min al-ghanimah qabl qismat al-imam. Ayat ini berkaitan dengan pengkhianatan pada laporan harta ghanimah pada Rasul saw, sebagai kepala negara. Waktu itu tidak disebutkan hukumannya, namun waktu itu rasul mengatakan dengan tegas, ”siapa yang berbuat penggelapan maka pada hari kiamat akan ditampilkan.” Akhirnya sahabat tersebut mengembalikannya.

Hari ini fiqh terus berkembang. Karena sifatnya taghayyur, dinamis. Jadi para fuqaha bisa membuat fatwa yang berkaitan dengan korupsi. Misalnya bisa saja dengan hukuman mati kalau besaran korupsinya sudah mencapai sekian banyak, besarannya itu wilayah fiqh. Juga apakah dihukum mati atau potong tangan.

Solusi membasmi makhluk ini?
Tidak ada lagi kecuali penegakan hukum, juga menegakan keadilan di pihak pemerintah. Misalnya dengan memberi upah yang layak kepada pegawai, sebab ini ada kaitannya dengan upah yang minim. Oleh karena itu negara bertanggung jawab bukan saja mengatur Undang-undang korupsi tapi bagaimana menanggulangi korupsi dengan membangun insfratruktur yang menunjang, semacam pelatihan aparatur pemerintahan yang baik dan bersih.

0 komentar:

Posting Komentar