Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan sakwa-sangka, karena sebagian dari sakwa-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?. .. (QS Alhujurat : 12)
Gunjing atau istilah lainnya yang berkonotasi membicarakan aib seseorang di dalam Islam dikenal dengan sebutan Ghibah. Secara harfiah ghibah mengandung arti tidak berada di tempat, karena berasal dari kata ghaib (tidak ada).
Artinya menurut Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, Drs. Hasanuddin, M.Ag, ghibah memiliki karakteristik memberitakan aib atau kesalahan orang lain di suatu tempat dimana orang yang diceritakannya tidak ada.
Lebih jelas lagi, lanjut Hasanuddin Rasulullah Saw pernah menguji para sahabat dengan pertanyaan “Tahukah kamu apa ghibah itu? sahabat menjawab: Allah dan Rasulullah yang lebih tahu. Kemudian Nabi bersabda: Menceritakan saudaramu yang ia tidak suka diceritakan pada orang lain. Lalu Sahabat bertanya: Bagaimana jika memang benar keadaan itu ? Nabi menjawab : "Jika benar yang kau ceritakan itu, maka itulah ghibah, tetapi jika tidak benar ceritamu, maka itu disebut buhtan (fitnah) dan itu lebih besar dosanya".
Pada tanggal 8 Juni 2006, 74 ulama se-Indonesia menyepakati hukum infotainment, menonton, menayangkan dan membaca yang menjadi unsur pergunjingan ghibah jatuh pada katagori haram. Dasar pengharaman tersebut bersumber dari Alquran surat Alqalam ayat 11 dan 12 yang artinya “yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa.”
Merujuk beberapa hadits, sanksi Allah bagi pelaku ghibah, antara lain:
- Allah Akan Mengintai Kekurangannya
Rasulullah bersabda, “Wahai sekalian orang yang telah menyatakan Islam dengan lisannya namun iman belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian semua menyakiti sesama muslim, janganlah kalian membuka aib mereka, dan janganlah kalian semua mencari-cari (mengintai) kelemahan mereka. Karena siapa saja yang mencari-cari kekurangan saudaranya sesama muslim maka Allah akan mengintai kekurangannya, dan siapa yang diintai oleh Allah kekurangannya maka pasti Allah ungkapkan, meskipun dia berada di dalam rumahnya.” (HR. at-Tirmidzi)
- Ghibah tidak Diampuni hingga Orang yang menjadi objek ghibah Mengampuninya.
Rasulullah bersabda “Ghibah itu lebih keras daripada zina.” Mereka bertanya: “Bagaimana ghibah lebih keras dari zina, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Sesungguhnya seseorang telah berzina, kemudian bertaubat dan Alloh pun mengampuni dosanya, sedangkan orang yang melakukan ghibah tidak akan diampuni Allah, hingga orang yang di-ghibah-nya mengampuninya.” (HR. Baihaqi)
- Allah Mengurung Pelaku Ghibah Dalam Lumpur Keringat Ahli Neraka
Rasulullah bersabda, “Siapa yang berkata tentang seorang mukmin dengan sesuatu yang tidak terjadi (tidak dia perbuat), maka Allah subhanahu wata’ala akan mengurungnya di dalam lumpur keringat ahli neraka, sehingga dia menarik diri dari ucapannya (melakukan sesuatu yang dapat membebaskannya).”(HR. Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim)
- Mereka Mencakar-Cakar Wajah Dan Dada-Dada Mereka Sendiri Di Neraka
Rasulullah bersabda: “Ketika aku dimi’rajkan aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga. Dengan kuku-kuku itu mereka mencakar-cakar wajah dan dada-dada mereka sendiri. Maka aku berkata: `Siapakah mereka itu wahai Jibril?` Jibril menjawab, `Mereka itu adalah orang-orang yang berani memakan daging-daging manusia serta menjatuhkan kehormatan dan harga diri orang lain.” (HR Abu Daud)
Ghibah memang tidak semuanya dikatagorikan haram. Pada batas-batas tertentu ghibah ada yang diperbolehkan. Dalam kitab syarah muslim, Imam nawawi menyebutkan enam bentuk ghibah yang diperbolehkan, diantaranya :
Pertama, Jika seseorang merasa terdzalimi. Boleh baginya mengadukan kedzaliman yang dia terima kepada aparat, hakim atau pihak lain yang mempunyai wewenang untuk mencegah orang yang mendzaliminya.
Kedua, Untuk meminta bantuan dalam merubah kemungkaran, dan mengarahkan pelaku maksiat untuk kembali berbuat benar. Misalnya dengan mengatakan kepada orang yang dianggap mampu mencegah kemungkaran “seseorang melakukan perbuatan ini, tolong anda cegah”
Ketiga, Untuk meminta fatwa atau nasihat. Misalnya mengatakan “temanku telah berbuat ini pada saya, bagaimana cara untuk melepasnya”
Keempat, Untuk mengingatkan umat Islam dari perbuatan buruk. Salah satu contohnya di dalam ilmu hadits dikenal istilah Jarh, sifat negatif yang dimiliki seorang perowi hadits. Sifat ini wajib dikemukakan untuk mengamankan mata rantai hadits Rasulullah.
Kelima, Menceritakan seseorang yang melakukan kefasikan atau perbuatan bidah secara terang-terangan.
Keenam, Mengenalkan seseorang dengan suatu sifat atau cirri fisik dengan syarat kalau tidak dijelaskan dengan cara tersebut orang yang kita maksud tidak dikenali.
Namun perlu diingat pengecualian ini bukan dengan tujuan untuk menghinakan atau melecehkannya. Tapi tidak lain merupakan bagian dari amar ma’ruf nahi munkar. Kekurangan yang disampaikan pun hanya sebatas kesalahannya saja yang hendak dirubah bukan kekurangan-kekurangan lainnya yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan amar maruf nahi munkar.
Orang-orang yang menolak ghibah atas saudaranya mendapat balasan yang sangat besar di hadapan Allah SWT. Nabi bersabda : Barangsiapa menolak (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan menolak menghindarkan api Neraka dari wajahnya". (Hadits Riwayat Ahmad).
Wallahu’alam
Penulis : Muhammad Yasin
Peliput : Erni
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 41
1 komentar:
http://kaahil.wordpress.com/2010/06/12/ternyata-ada-ghibah-yang-tidak-dilarang-6-ghibah-yang-dibolehkan-ulama-madzhab-syafi%E2%80%99i/
Posting Komentar