Penasaran akan prosesi pemotongan hewan untuk konsumsi keseharian, Alhikmah menyengaja datang ke beberapa lokasi pemotongan hewan di kawasan Bandung dan sekitarnya. Tentu saja, tanpa tendensi membuat generalisasi, bahwa temuan yang didapat mewakili keseluruhan fakta yang terjadi.
Penelusuran dimulai di satu malam awal Oktober 2009. Jam yang melingkar di tangan menunjuk angka 10, ketika Alhikmah tiba di sebuah gang kecil di wilayah Ciroyom, Bandung.
Ditemani Asep, salah seorang mantan pekerja di salah satu rumah pemotongan ayam, Alhikmah bergerak menuju sasaran. Sebuah lokasi pemotongan unggas kegemaran banyak orang, yang berjarak beberapa meter dari mulut gang. Tiba di halaman, aroma khas ayam mentah dan anyir darahnya menusuk indra penciuman.
Saat Alhikmah masuk, barulah terlihat aktivitas penghuni rumah. Ada Empat orang tengah sibuk mengurusi prosesi penyembelihan ayam. Satu orang sedang meyembelih. Satu lagi merebus ayam yang telah disembelih. Dua orang sisanya, menyerabuti bulu dari tubuh ayam yang sudah direbus. Hiasan Tato, entah permanen atau temporer, tampak di lengan salah satu pekerja yang bertugas membersihkan bulu.
Beberapa buah tong plastik berukuran cukup besar terlihat berjajar tak jauh dari posisi jagal. Tong tersebut dipergunakan sebagai tempat untuk menampung ayam-ayam yang telah disembelih, sebelum dimasukkan ke dalam rebusan, berupa tong yang berisi air mendidih.
Alhikmah kemudian mengamati proses penyembelihan. Sang jagal memegang kedua sayap ayam hidup dengan posisi telunjuk menekuk leher. Sreet .. Sebilah pisau mengayun cepat, menyayat leher unggas itu, hingga darah segar semburat deras. Tak terlihat, mulut sang jagal komat-kamit berucap bismillah. Husnudzon kami, mungkin sudah dalam hati.
Setelah terkumpul hingga 20-an ekor, satu persatu ayam yang sudah dipotong langsung dimasukkan ke dalam tong penampungan.
Tak lama, setelah diperkirakan mati, ayam pun dikeluarkan dari tong, dan dibiarkan tercecer di lantai. Dari jumlah yang ada, 2-3 ekor ayam tampak masih bergerak, meski urat lehernya sudah tersayat. Tak ada proses ricek, untuk memastikan kematian binatang berdarah panas itu. Ayam-ayam tersebut lalu dimasukkan kedalam tong, tempat merebus. Sesekali, sang jagal mengangkat, mengaduk pelan ayam-ayam tadi. Baru kemudian berlanjut ke proses pembersihan bulu-bulunya.
Asep, yang pernah melakoni profesi sebagai pemotong ayam di pasar Andir, Bandung, selama 3 tahun (1990-1993) mengaku tahu persis kebiasaan sebagian para jagal ayam, terutama yang berada tak jauh dari kediamannya. Ia menuturkan, dari dua puluh sampai tiga puluh ayam yang telah disembelih dan dimasukan ke tong tersebut, ada saja yang masih hidup antara dua sampai tiga ayam. Namun, orang yang ditugasi untuk merebus kerap langsung memasukannya ke dalam tong berisi air mendidih, bersamaan dengan ayam lainnya yang telah mati terlebih dahulu.
Maklum saja, tutur Asep, mereka dikejar setoran antara 700-1000 ekor ayam per hari. Ayam-ayam tersebut, menurut Asep, didistribusikan ke sekitar pasar Ciroyom, khusus di emperannya saja.
Pagi hari, esoknya, kami bergegas menuju pasar Modern Batununggal, Bandung. Informasi yang didapat, ada salah satu kios, yang konon menawarkan layanan penyediaan daging ayam sesuai Syariah.
Nama kiosnya Moomtaz Halal. Alhikmah bertemu langsung dengan Instruktur jagalnya, Toni Hermanto. Sedikit terlambat, prosesi penyembelihan pertama sudah silakukan sejak subuh tadi. Kami pun menanti sesi kedua, yang dijanjikan segera dilaksanakan.
Benar saja, 30 menit kemudian ayam siap potong pun datang. Kami diajak ke lokasi pemotongan yang berjarak sekitar 200 meter dari kios Moomtaz Halal. Tak lama, setelah mempersiapkan segalanya, Toni sigap mengambil kedua sayap ayam dengan tangan kirinya. Jari telunjuknya lantas menarik kulit leher ayam tersebut, hingga mengencang. “Bismillahi Allahu Akbar” ucapnya. Dan sreet, sreet, sreet tiga kali sayatan, darah pun terpancar.
Untuk beberapa saat, tangan Toni masih tampak mencengkeram. Ia kemudian meletakkan ayam itu berjajar dengan ayam yang telah disembelih lainnya, tanpa ditumpuk. Setelah dipastikan tak bergerak lagi, ayam ayam tersebut lantas direbus untuk dicabuti bulu-bulunya.
Cokelat Berisi Minuman Keras
Dari ayam, penelusuran Alhikmah beralih ke makanan ringan. Cokelat. Hampir semua orang menyukai. Selama ini apa yang ada dalam benak kita adalah bahwa produk tersebut berasal dari biji cokelat (tanaman), sehingga otomatis halal. Siapa sangka kalau ternyata ada juga yang ditambahkan minuman keras.
Kali ini Tim Alhikmah mencoba melakukan penelusuran di sebuah usaha industri rumahan di wilayah Bandung Timur, yang memproduksi penganan berbahan dasar coklat dalam bentuk kemasan yang cantik.
Sri Mulyati, demikian pemilik usaha ini biasa dipanggil. Wanita berusia sekitar 40 tahun ini telah berkecimpung dalam bisnis coklat ini sejak 2 tahun yang lalu. Namun hingga saat ini ia baru mengurus izin ke BPOM saja dan belum mendaftarkan diri ke MUI untuk mendapatkan sertifikasi halal.
“Biayanya mahal, jadi saya belum mengurusnya, “ aku Sri kepada Alhikmah.
Sri menuturkan proses pembuatan coklat yang ada di tempatnya. Tidak ada yang istimewa, sampai ketika ia mengakui memproduksi coklat yang dicampur dengan minuman keras seperti Rhum, Vodka, Whisky dan sejenisnya. Minuman keras itu, menurut Sri, dimasukkan ke dalam coklat mungil ini dengan cara disuntik.
Hal tersebut, menurut Sri tidak menyalahi aturan. Alasan dia, Coklat yang disuntik minuman keras ini biasanya dipesan untuk dikirim ke wilayah-wilayah mayoritas non-muslim, semisal Papua. “Bulan lalu kami mendapat pesanan 1000 toples coklat berisi minuman keras ini. Dan akan lebih ramai ketika menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru,” katanya.
Sesaat Sri menghela nafas panjang, lalu berbisik pelan kepada Alhikmah, “ Sssstttt….. tapi ada juga lho orang Islam yang diam-diam memesan coklat berisi minuman keras ini untuk dikonsumsi sendiri. Pernah ada seorang ibu (muslimah_red) yang memesan coklat isi Vodka sebanyak 2 toples. Katanya enak, karena coklat ini terasa hangat ditubuhnya.”
Sri mengungkapkan bahwa ibu yang memesan coklat tersebut berdalih bahwa yang dilarang adalah minuman yang memabukkan, jadi jika tidak membuat mabuk maka itu tidak apa-apa.
“Ya, saya hanya mengikuti keinginan konsumen saja. Karena bagi produsen seperti kami, pelanggan adalah raja,” dalihnya lagi.
Sri berencana tahun ini (2009_red) akan mengurus sertifikasi halal ke MUI. Bahwa ia juga memproduksi coklat berisi minuman keras, tentu saja tidak termasuk hal yang akan diungkapkan secara terbuka kepada pihak MUI, kelak.
Jika benar demikian, sungguh memprihatinkan.
Penulis dan peliput : Muhammad Yasin, Lygia
Penyunting: hbsungkaryoTulisan Berkaitan
Pentingnya Konsumsi Produk Halal dan Thayyib
Pilih yang Halal, Tinggalkan yang Haram dan Meragukan
0 komentar:
Posting Komentar