Kumpulan tulisan Muhammad Yasin, Wartawan, Blogger dan pebisnis online

Minggu, 06 Februari 2011

Pilih yang Halal, Tinggalkan yang Haram dan Meragukan

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS Albaqarah : 173).

Bangkai
Semua bangkai makhluk hidup hukumnya haram dikonsumsi, kecuali bangkai ikan dan belalang. Hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu Umar ra, "Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedangkan dua darah yaitu hati dan limpa." (HR Imam Ahmad 2/97)

Rasulullah juga pernah ditanya tentang air laut. Maka beliau bersabda: "Laut itu suci airnya dan halal bangkainya." (Shohih. Lihat Irwaul Gholil 9 dan ash Shohihah 480 oleh al Albani).

Istilah bangkai yang kerap digunakan oleh para penjual ‘nakal’ di negara kita disebut daging tiren (mati kemaren_red). Daging seperti ini marak diperdagangkan secara sembunyi-sembunyi. Kebanyakan pembeli tidak bisa membedakannya antara daging bangkai dengan hasil sembelihan. Kemadharatan daging dari bangkai binatang jelas nyata, karena di dalamnya mengandung beragam pernyakit.

Darah
Pemanfaatan darah sebagai makanan dikenal luas oleh masyarakat Indonesia dengan sebutan marus. Meskipun telah jelas keharamannya di dalam Alquran, namun masih banyak rumah potong hewan (RPH) yang secara tersembunyi menampung darah tersebut untuk diperjualbelikan.

Secara teoritis darah memang banyak mengandung protein, vitamin dan berbagai asam amino. Tetapi secara ilmiah diketahui bahwa berbagai macam penyakit dan racun bersarang di dalam cairan darah ini. Masyarakat juga terkadang mengira gumpalan yang telah disajikan itu hati, padahal marus yang terbuat dari darah yang dibekukan.

Ada beberapa darah yang diperbolehkan dalam Islam yaitu hati, limpa serta sisa-sisa darah yang menempel pada daging, tulang, atau leher setelah disembelih. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, "Pendapat yang benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah darah yang mengalir. Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka tidak ada satu pun dari kalangan ulama yang mengharamkannya."

Babi
Alquran menyebutkan pengharaman babi ini dengan ungkapan lakhmu khinjir yaitu daging babi. Meskipun demikian bukan berarti lemak babi menjadi halal. Kaidah dalam ushul fiqh menyebutkan min dzikril juz’I wa iradati kulli disebutkan sebagian tapi yang dimaksud seluruhnya. Artinya meskipun hanya disebutkan daging babi tapi yang dimaksud segala sesuatu yang berasal dari babi, termasuk lemak babi.

Menurut konsultan Lembaga Advokasi Konsumen Muslim Indonesia (LAKMI), dr. Amirsyah Tambunan, bagian dari babi yang sering banyak dimanfaatkan oleh orang-orang dari berbagai negara biasa disebut dengan istilah Pork ; daging babi, Bacon; bagian punggung, samping, atau perut babi yang biasa diasinkan (curing) atau diasapi (smoking). Ham bagian paha babi. Istilah ini digunakan untuk paha babi segar maupun yang sudah diasinkan dan diasapi. Lard; lemak yang diolah (rendering) dari lemak babi yang sumbernya dapat berasal dari seluruh bagian babi.

Bagian-bagian ini menghasilkan beberapa produk seperti bumbu masakan, permen, pelembut roti, kosmetik, obat-obatan, bungkus sosis, hingga pasta gigi.

Selain mengandung cacing pita (Taenia Sodium) yang amat berbahaya, babi juga memiliki lemak yang mengandung kolestrol paling tinggi, darahnya mengandung asam urat paling tinggi serta 70 penyakit yang biasa diidap babi, dan bisa ditularkan pada manusia.

Hewan yang disembelih tidak menyebut nama Allah
Segala jenis hewan yang telah dihalalkan Allah SWT bisa berubah menjadi haram jika memang ketika proses penyembelihannya tidak sesuai dengan syariat Islam, Toni Hermanto S.Ag instruktur pemotong ayam dari Halal Mumtaz, Bandung, menyebutkan beberapa syarat pemotongan yang sesuai dengan syariat Islam diantaranya :
a. penyembelih seorang muslim yang sempurna akalnya, bukan yang sedang mabuk atau dilakukan oleh anak yang belum baligh
b. Menggunakan pisau yang tajam, jangan sampai binatang mati karena akibat lain seperti karena menumpuk atau terkena air panas.
c. Memotong trache (saluran nafas), osephages (saluran makanan), arteri dan vena jugalaris (arteri dan vena besar di leher)
d. Menyebut nama Allah.

Selain itu, menurut Toni, Islam juga tidak menganjurkan pembiusan sebelum penyembelihan. Pembiusan bisa dengan Gas karbon dioksida (C02), mengalirkan listrik ke otak (stunning) serta dengan Captive Bolt Pisto (CBP) yang ditembakkan ke tengkorak binatang.

Selain menyiksa binatang, pembiusan ini juga dapat menimbulkan efek negatif seperti meningkatkan darah ke arteri, kapiler dan system vena, jika terlambat menyembelih akan memecah pembuluh darah kapiler. Pecahnya pembuluh darah kapiler menyebabkan pendarahan dalam pada karkas (blood spalshing). Pembiusan dengan listrik menyebabkan pendarahan di otot, meningkatkan kecepatan glikolas dan mempercepat kelembekan daging.

Adapun pembiusan dengan karbon dioksida dapat menyebabkan kecepatan metabolisme daging. Sedangkan pembiusan dengan captive bolt pistol menghasilkkan daging bernilai rendah.

Khamar
Pengharaman khamar tertulis dalam Alquran secara berangsur- angsur yaitu pertama pada surat Annahl : 67, Albaqarah 219, Annisa 43 dan terakhir puncak pengharamannya pada surat Almaidah ayat 90. Allah menegaskan “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Almaidah : 90)

Dalam salah satu mudzakarah nasional yang diselenggrakan oleh LP POM MUI tanggal 30 September dan 1 Oktober 1993 di Jakarta diperoleh kesepakatan mengenai status hukum minuman beralkohol. Diantaranya, sedikit atau banyak alkohol yang dimasukan ke dalam sesuatu hukumnya haram. Demikian pula dengan kegiatan memproduksi, mengedarkan, memperdagangkan, membeli dan menikmati keuntungan dari perdagangan minuman beralkohol.

Menurut Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat, KH Anwar Ibrahim, salah satu prinsip fiqih adalah apabila bercampur antara yang halal dengan yang haram maka akan dimenangkan yang haram. Dalam pengolahan makanan tertentu, misalnya dalam makanan Jepang, sering ditambahkan minuman alkohol, misalnya sake. Dengan berpedoman pada prinsip di atas, maka apabila dalam proses pengolahan makanan ditambahkan minuman beralkohol, makanan tersebut haram dikonsumsi oleh umat Islam.

Hal senada diungkapkan Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Barat KH Salim Umar. “Kemasukan 1 % atau 0,1 % persen pun itu sudah jadi haram. Kalau terjadi percampuran antara yang halal dan yang haram, meskipun yang haram itu hanya sedikit persentasinya maka ya tetap menjadi haram. Jadi tidak ada batas berapa-berapanya. Misalnya satu ton susu kemasukan 1 sendok barang haram, maka tentulah susu itu menjadi haram dan tidak boleh diminum,” paparnya.

Namun, jika suatu saat kita dihadapkan pada produk yang masih diragukan kehalalan dan keharamannya maka tinggalkanlah. Di dalam hadist dijelaskan bahwa “sesungguhnya perkara-perkara yang halal itu sudah jelas, yang haram sudah jelas dan di antara keduanya ada hal-hal yang samar yang tidak diketahui kebanyakan manusia (Syubhat). Oleh karena itu, barangsiapa yang menjauhi perkara-perkara syubhat berarti dia telah menjaga agama dan kehormatannya”:. (HR Bukhari dan Muslim)

Balasan dari Allah SWT bagi mereka yang mengkonsumsi makanan haram tidaklah ringan. Dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa ketika Rasulalallah kedatangan seorang sahabat, ia bersabda “wahai saad, perbaikilah makananmu, niscaya kamu akan menjadi orang yang terkabul doanya. Demi Allah dan Jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya, sesungguhnya seseorang yang memasukan sesuap makanan haram ke dalam perutnya, maka tiada akan diterima amal kebaikannya selama empat puluh hari. Siapapun yang daging tubuhnya tumbuh dari makanan yang haram, maka neraka lebih pantas baginya.” (HR Thabrani).

Sebaliknya bagi orang yang mengkonsumsi makanan halal Rasulallah bersabda “Barangsiapa yang hidup dari makanan yang serba halal, maka cerahlah agamanya, lembut hatinya, dan tiada dinding penghalang bagi doa-doanya”

Berdasarkan mudzakarah nasional yang diselenggrakan oleh LP POM MUI tersebut, selain yang mengkonsumsi makanan haram, dosa juga akan ditanggung bagi mereka yang memproduksi, mengedarkan, memperdagangkan, membeli dan menikmati keuntungan dari perdagangan. Maka, sebagai muslim, tentu saja kita harus memilih yang jelas halal, dan meninggalkan yang meragukan, apalagi haram. Wallahu ‘alam

Penulis : MuhammadYasin
Liputan : Erni, Lygia
Penyunting : hbsungkaryo
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 40

Tulisan Berkaitan
Pentingnya Konsumsi Produk Halal dan Thayyib
Mengungkap Rumah Potong Ayam hingga Cokelat Memabukkan

0 komentar:

Posting Komentar