Kumpulan tulisan Muhammad Yasin, Wartawan, Blogger dan pebisnis online

Kamis, 10 Maret 2011

Iyom Rochaeni, Revolusi Sampah dari Taman Sari

“Zaman global sekarang ini mana mungkin ada yang beli tas dari sampah,” cemooh para tetangga dan ibu-ibu PKK di bilangan Cihampelas, jalan Bongkaran, Tamansari, Bandung, kepada Iyom Rochaeni (56), 5 tahun silam.

Kini, situasi itu sudah berubah, Iyom yang biasa dicemoohkan tetangga karena bergelut dengan sampah kering, kini menjadi panutan dan sosok kebanggaan di daerahnya.

Perjalanan meniti sukses Iyom Rochaeni bermula 5 tahun lalu, awal Maret 2006. Saat itu Iyom dan suaminya Emuy Sunardi, yang menjabat sekretaris RW serta beberapa jajaran RW setempat, kedatangan petugas dari Koalisi Untuk Jawa Barat Sehat (KUJBS) dan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berpusat di luar negeri.

Saat itu, petugas KUJBS hendak mensosialisasikan Cikapundung bersih. Bongkaran menjadi salah satu daerah garapan KUJBS lantaran jarak sungai Cikapundung dengan wilayah tersebut sangat dekat. Belum lagi kebiasaan buruk masyarakat setempat yang terbiasa membuang sampah ke sungai Cikapundung.

Salah satu bentuk sosialisasi Cikapandung Bersih yaitu dengan memilah sampah kering dan sampah basah dari masyarakat. Sampah basah atas instruksi KUJBS oleh masyarakat setempat kemudian dimanfaatkan menjadi kompos multi-vitamin untuk menyuburkan tanah.

Beberapa minggu setelah sosialisasi Cikapundung Bersih dicanangkan, penanganan sampah basah di daerah Bongkaran berjalan lancar. Namun, penanganan sampah kering masih tersendat. Alasannya, sampah jenis ini yang banyak berasal dari bahan plastik sangat sulit dihancurkan.

Petugas KUJBS lantas meminta bantuan para warga yang dipandang cukup memiliki jiwa kreatif, untuk memanfaatkan sampah kering menjadi kerajinan. Namun, setelah dicoba, tak ada seorangpun warga yang mampu melakukannya.

Iyom pun mencoba memanfaatkan sampah kering tersebut dengan menempelkan beberapa sampah plastik, semisal bungkus kopi yang memiliki kesamaan warna dan gambar ke dus bekas sepatu untuk dibuatkan tas jinjing. Sayangnya, usaha ini mengalami kendala. Beberapa kali bungkus plastik yang ditempel, lepas tak dapat bertahan lama.

Iyom tak lantas menyerah. beberapa kali ia memandangi tumpukan sampah kering di hadapannya. hatinya merasa yakin, sampah yang seolah tak berguna itu pasti bisa bermanfaat dan menghasilkan uang.

Dengan bakat menjahit yang dimiliki, ia memberanikan diri untuk menerapkan pola jahit dengan objek yang kini berbeda dari biasanya. Dengan sabar, satu persatu bungkus kopi yang telah dibersihkan dan dikeringkan, ia rangkai dengan jahitan untuk kemudian berubah rupa menjadi tas jinjing.

Kesabarannya berbuah manis. Senyum merekah dari bibirnya setelah melihat buah tangan dia ternyata menghasilkan sesuatu yang menarik. Sebuah tas jinjing unik terbuat dari rangkaian bungkus kopi yang dibalut dengan kesamaan warna dan gambar, tampak sangat rapi dan cantik. Tas jinjing ini pun dibeli Mr Watter, seorang perwakilan LSM asing, seharga 25 ribu, sebagai bentuk dukungan terhadap Iyom dalam mengatasi Cikapundung Bersih.

Setelah berhasil membuat tas jinjing, beberapa kerajinan pun berhasil dibuatnya. Bahkan beberapa tas, dompet, taplak meja, pot bunga, mangkuk, tempat pinsil dan lain-lain telah laku terjual baik oleh warga lokal hingga turis mancanegara.

Hinaan yang Memotivasi
Perjalanan Iyom menjadi seseorang yang kreatif dengan karyanya, tentu tak lepas dari tantangan silih berganti yang harus dihadapi. Tak hanya dari tetangga, namun juga keluarga. Suami dan ketiga anaknya kerap mempermasalahkan listrik yang dipakai untuk menjahit plastik.

Saat berpapasan, para tetangga dan Ibu PKK kerap melontar cemoohan kepada Iyom “ ‘Zaman global sekarang ini mana mungkin ada yang beli tas dari sampah.’ ‘Bu ini sampahnya, bisa buat bikin tas.’ Bahkan ada yang sengaja membawa pampers dan sampah kerumah hanya sekedar bertanya apakah barang yang dibawanya bisa didaur ulang,” kenang Iyom.

Meskipun beragam hinaan, sindiran yang datang terkadang menjengkelkan hatinya, namun Iyom mencoba bersabar. Ia berusaha istiqomah untuk tetap dengan hobinya mengelola sampah menjadi sesuatu yang berguna.

“Karena ini kesenangan ibu, ibu tidak mikir apakah barang ini laku atau tidak. Ibu hanya ingin mencoba saja,” ujarnya.

Sanggar Pelatihan Untuk Semua Orang
Semangat yang membara, tekad yang membaja, usaha yang tekun dan kreativitas yang seolah tak berujung pada diri seorang Iyom, mulai menampakkan hasil. Tak hanya membuat kerajinan dan mengikuti pameran, tawaran sebagai Trainer dalam berbagai pelatihan daur ulang pun membludak dari berbagai kota di Indonesia.

Bahkan pada beberapa kesempatan, seringkali sekelompok orang dari berbagai latar belakang datang ke rumahnya di Rancaekek, Bandung, hanya untuk belajar menganyam limbah plastik menjadi tas atau keranjang. Tak jarang pula rombongan turis mancanegara dari Amerika, Belanda, Australia, Jerman, dan Inggris mengunjungi kediamannya, lantas membawa pulang beberapa hasil kreasi Iyom sebagai oleh-oleh.

Beberapa penghargaan pun pernah diraih Iyom. Satu diantaranya dari Walikota Bandung, H. Dada Rosada atas komitmennya untuk pelestarian lingkungan hidup, yang diberikan bulan Juni 2008 lalu.

Namun, itu semua tak lantas membuat Iyom jumawa. Bahkan ada satu lagi obsesinya yang belum tercapai. Memiliki sanggar pribadi, sebagai wahana pengasah kreativitas berbagai kalangan, untuk menggapai asa kemandirian. "Saya ingin punya sanggar sendiri supaya dapat dengan leluasa melatih lebih banyak orang, apalagi mereka yang menengah ke bawah. Sehingga, mereka bisa mendapatkan penghasilan sendiri dari mengelola limbah plastik ini. Lebih banyak orang kan berarti lebih banyak limbah yang termanfaatkan juga," ungkapnya.

Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 43

0 komentar:

Posting Komentar