Kumpulan tulisan Muhammad Yasin, Wartawan, Blogger dan pebisnis online

Rabu, 29 Desember 2010

Mengendus Jejak Transaksi Jahat di Pasar


Malam yang dingin, Jum’at (13/02). Jarum jam di angka 23:00 WIB. aktifitas pasar Induk Caringin, Bandung mulai menggeliat. Truk-truk pengangkut sayuran, buah atau pun beras dari berbagai daerah berjejer menurunkan muatannya. Tampak kepulan asap rokok membumbung dari hembusan napas beberapa pedagang ke langit yang kelam.

Tim redaksi Alhikmah mencoba mengendus jejak, menguak fakta pengurangan timbangan. Setelah mengamati aktifitas malam pasar Caringin selama beberapa saat, kami pun memutuskan untuk berkeliling.

Sasaran pertama adalah salah satu tempat transaksi buah-buahan yang menggunakan timbangan di salah satu ruko buah-buahan B1 no.31, supplier jeruk Brastagi “Candy”. Seperti dituturkan oleh Dona Tarigan salah seorang pedagang di Caringin, bahwa setiap pengiriman barang terdiri dari beberapa koli (peti/keranjang-red). Setiap pengiriman satu koli antara 60 – 70 kg terjadi penyusutan 1-2 kg disebabkan masalah alam/iklim. ”Karena sekali perjalanan mengirim barang membutuhkan waktu antara 4-5 hari menggunakan jalan darat,” ungkap Dona.

Ketika Alhikmah menyinggung tentang kesesuaian timbangan yang dimiliki beberapa pedagang, dengan yang disyaratkan oleh Balai  Metrologi,  seluruhnya seragam menjawab, ” timbangan buah ini selalu dikir (ditera-red) setiap 6 bulan sekali.” Menurut mereka, timbangan yang akan ditera, dibawa oleh petugas selama dua hari. Selama timbangan dibawa, mereka diberi pinjaman timbangan milik badan metrologi yang tentu saja sudah di tera.

Para pedagang buah tersebut yakin, mereka tidak pernah melakukan kecurangan. Mereka sadar, jika sekali saja melakukan kecurangan, konsumen akan complain dan tidak akan percaya lagi.

Pun dengan timbangan di tempat penjualan sembako dan bahan-bahan bumi, masih di pasar Caringin. Tampak  timbangan yang sudah dibubuhi tanda tera berbentuk .............. dengan tanggal terakhir 03 – 10 - 08.

Kepada tim Alhikmah, Hendra, salah seorang penjaga Unit Dagang di sana, membenarkan bahwa timbangan tersebut sudah diperiksa oleh petugas dan sudah diberi tanda oleh spidol yang susah untuk dihilangkan. Hendra mencoba menggosok-gosok tulisan angka tersebut, namun tetap saja tidak berhasil dihilangkan.

Pasar swalayan pun tak lepas dari pengamatan kami. Sebuah hypermarket di Bandung Utara menjadi sasaran. Namun tidak  mudah untuk mengorek keterangan karena birokrasi yang rumit, berupa izin dari pusat. 

Keesokan harinya, penelusuran berlanjut ke daerah Cimahi tengah, kali ini menuju perusahaan reparasi dan tera ulang timbangan ber-brand HR.Kebetulan, kami langsung berhadapan dengan Herryanto, sang pemilik usaha. Ia menuturkan bahwa bentuk-bentuk kecurangan bisa saja terjadi. Pada jenis  timbangan manual seperti timbangan meja, dacin atau Sentisemal, tidak hanya bisa dilihat dari lurus atau tidaknya timbangan atau bermula dari angka nol. Tapi harus ada pengamatan yang lebih mendalam lagi.

Contohnya dari timbangan meja. Timbangan yang memiliki beban timbang hingga sepuluh kilogram(Kg) ini, jika dicurangi secara maksimal 2-5 ons akan hilang. Mengenai teknik kecurangan pun ternyata ada berbagai cara, mulai dari timbangannnya sendiri, Anak Timbangan (AT), ataupun settingan-nya.

Pada timbangan, kecurangan dapat dilakukan dengan menyelipkan lempengan besi di bawah piring wadah menaruh barang. Berat lempengan besi ini yang mempengaruhi pengurangan berat yang ditimbangan. Bisa juga di bawah alas untuk menaruh AT, ada wadah untuk pemberat. Pemberat yang  biasa digunakan adalah batu. Batu berguna sebagai penyetimbang. Kalo batu ini di ambil, timbangan tidak akan lurus.

Cara lain adalah dengan membongkar anak timbangan untuk diambil timahnya. Jika diambil timahnya dengan cara dibor maka berat anak timbangan akan berkurang. Sebagai contoh, untuk anak timbangan seberat 1 kilo, jika diambil timahnya beratnya menjadi sekitar 8 ons. Walaupun timbangan lurus dan menunjuk ke angka nol, tapi jika menimbang dengan AT 1 kilo yang sudah dibongkar, kita hanya akan mendapatkan sekitar 8 ons.

Lain lagi dengan timbangan Sentisemal. Berat yang berkurang jika dicurangi secara maksimal pun fantatis, sekitar 5-10 kilo sekali menimbang. Timbangan ini memang digunakan untuk menimbang dalam skala besar, 1 kwintal ke atas.  Namun tak tanggung-tanggung, kerugian yang diderita juga besar.

Menanggapi besarnya jumlah berat yang hilang, Herryanto berujar,  “Orang yang sudah pinter tidak hanya melihat dari situ (bermula dari nol, red). Karena setiap timbangan ada rahasianya.”

Kecurangan bisa terlihat dari timbangan, bisa dari AT (anak timbangan), dan dari setelannya. “Kebanyakan pedagang sekarang sudah pada pinter, jadi pengurangan diambil dari AT. AT-nya dibor, di ambil timahnya. Kalo timbangan bagus, AT ga bagus, sama aja. Tidak bisa hanya dilihat dari lurus atau tidakya timbangan. Bisa aja timbangannya bagus, mulai dari nol tapi setelannya dibongkar,” terang Herryanto.

Selasa, (17/02) jelang siang, sekitar jam 11.00 WIB, Alhikmah menyengaja berangkat ke pasar Induk,  Caringin, Bandung, untuk membeli buah. Tawar menawar dengan salah satu pedagang pun terjadi. Disepakati  1 kg jeruk dihargai Rp. 7000. Kami memutuskan untuk membeli sebanyak 5 kg jeruk terbungkus plastik, yang ditimbang dengan timbangan meja.

Setelahnya, kembali Alhikmah mencari pedagang buah lainnya  untuk perbandingan. Kali ini kami mendapatkan harga lebih murah, Rp.6500/Kg untuk jenis jeruk yang sama dari pembelian pertama.  Sama dengan sebelumnya, 5 kg jeruk terbungkus plastik,  ditimbang dengan timbangan kue.

Agar mengetahui akurasi timbangan, tepat pukul 11.55 WIB kami meluncur menuju Direktorat Metrologi Jl. Pasteur No. 27, Bandung, untuk melakukan penimbangan ulang. Di sana, tim Alhikmah diterima staf Pelaksana Subdit Pengawasan Penyuluhan Kemetrologian, Lukman Indra. R.H. SH dan Rudi Rediana, S.Si.

Dengan ramah, mereka langsung membawa kami  ke Laboratorium BDKT (Barang Dalam Keadaan Terbungkus) Metrologi. Buah jeruk kemudian ditimbang dengan Timbangan elektronik kapasitas 30 Kg. hasilnya buah jeruk pembelian pertama yang ditimbang dengan timbangan meja hasilnya 5.03 Kg termasuk plastik sebagai bungkusnya. Sedangkan jeruk yang ditimbang dengan timbangan kue hasilnya tidak jauh berbeda 5.10 Kg termasuk plastik sebagai bungkusnya. Kesimpulan pun didapat. Para pedagang di Pasar Caringin, tempat kami membeli buah jeruk tadi, telah berlaku jujur, Bahkan hasil timbangannya berlebih.

Masih hari itu, dari Metrologi, Alhikmah mencoba untuk berbelanja di tempat berbeda. Kali ini, Tegalega dan Ciroyom menjadi pilihan. Setibanya di Tegalega, tim Alhikmah mengorek keterangan dari seorang pedagang buah sawo yang enggan disebut namanya (S_red). Ia tahu, beberapa pedagang di sana kerap berbuat curang, salah satunya dengan menambahkan pemberat pada timbangan. Namun ia mengaku, tidak pernah ikut-ikutan.

Untuk membuktikan, Alhikmah pun membeli 5 Kg sawo dengan harga Rp 5000/kg dari S. Namun,  meminta dia untuk meminjam timbangan pedagang yang ia sebut tidak akurat. Benar saja ketika dibandingkan, 5 Kg di timbangan pedagang yang disebut curang itu hanya setara dengan 4,05 Kg di timbangan S. Setelahnya, S kemudian menambahkan beberapa butir sawo di plastik terpisah, untuk menggenapkan timbangan menjadi 5 Kg, sesuai pesanan. 

Di  Ciroyom. Salah satu pedagang buah kami hampiri. Seperti sebelumnya, 5 Kg jeruk pun akhirnya kami beli.  Saat penimbangan, terlihat timbangan tidak lurus dan cenderung lebih berat dari 5 Kg jeruk yang tengah ditimbang. Lebih lanjut, pedagang tersebut menuturkan bahwa kebanyakan pembeli menginginkan timbangan tidak lurus dan berat ke arah objek timbangan. Saat kami bersikeras untuk dikurangi saja sampai timbangan benar-benar lurus, si pedagang malah buru-buru membungkusnya.

Kami pun bergegas kembali ke Direktorat Metrologi untuk re-check. Hasilnya mengejutkan. Setelah dilakukan penimbangan di Metrologi, 5 Kg sawo yang dibeli  dari S di Tegalega, dan diperkirakan hasilnya akurat, ternyata anjlok ke angka  4.62 Kg. Sedangkan 5 Kg jeruk yang kami beli dari salah seorang pedagang di Ciroyom, ternyata juga turun menjadi 4,93  Kg.

Hal ini tentu saja merugikan konsumen. Selain merasa dibohongi juga dapat membuat jera berbelanja. Padahal, seperti pengakuan Gemala, seorang ibu rumah tangga kepada Alhikmah, bahwa ia tidak keberatan jika harus membayar lebih mahal, asal pedagang jujur dengan timbangannya.

Konsumen lain asal Bandung, Siti Juariyah, tidak hanya dikurangi berat timbangannya, tapi juga ditipu. “Saya pernah dicurangi sewaktu membeli mangga. Saat menimbang memang tidak keliatan karena terletak di belakang penjual. Sewaktu membayar saya tidak sadar ternyata bungkusan mangga yang saya beli ditukar dengan bungkusan yang sudah disiapkan sebelumnya dengan yang jelek dan hampir busuk,”ungkapnya geram.

Kenyataan ini memang tak terelakkan, bahkan sudah seperti menjadi hal yang lumrah di tengah masyarakat kita.

Satu dua ons memang tampak tak seberapa. Bayangkan jika ini terjadi terus-menerus. Ratusan ribu, bahkan jutaan kilogram komoditi perdagangan yang menguap, mengakibatkan hilangnya kepercayaan konsumen. Selain mengundang Azab yang sungguh pedih, sebagaimana Firman Allah SWT:

“ Dan kepada penduduk Madyan kami utus saudara mereka, Syu’aib. Ia   berkata : Hai Kaumku, sembahlah Allah, sekali sekali tiada Tuhan bagi mu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi Takaran dan Timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik ( mampu ) dan sesungguhnya aku   khawatir terhadap akan azab hari yang membinasakan ( kiamat) “

Muhammad Yasin, Mia Gamalia, Dedy Ahmad Shaleh
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 32

0 komentar:

Posting Komentar