Suasana sejuk dan tenang menghiasi ruangan yang terletak di bilangan Tubagus Ismail, Utara Bandung. Di samping kanan dan depan ruangan yang ditata rapih dengan beragam tanaman itu, tampak terlihat deretan perbukitan Bandung yang elok. Saban minggu pagi di tempat ini biasa diadakan ceramah ke-Islaman.
Vivi Novianti, salah seorang jama’ah yang akrab disapa Vivi, tampak khusyuk menikmati tausyah yang keluar dari pencermah. Perempuan kelahiran Bandung 10 November 1976 ini, adalah salah seorang mualaf. Pilihan hidupnya untuk memeluk Islam memiliki rangkaian kisah yang menarik.
Kedua orang tua Vivi berlainan keyakinan. Ayahnya, Abdul Syukur, keturunan India beragama Islam. Teng Tiun Nio, sang Ibu, berdarah Cina Tionghoa yang beragama Kristen.
Saat menikah, Teng Tiun Nio hidup di tengah keluarga Kristen yang taat. Keputusan dia untuk memeluk Islam dikarenakan calon suaminya, Abdul Syukur beragama Islam. Namun dalam keseharian, keduanya tak menampakkan jati diri sebagai seorang Muslim. Shalat, puasa serta ibadah wajib lainnya kerap ditinggalkan.
Karena lingkungan keluarga pihak ibu yang taat beragama, suatu hari saat baru berusia 4 tahun, Vivi diajak oleh ibunya ke Gereja GKI Pasir Koja. Bahkan sang Ibu memilih SD Kristen Trimulya Kebon Jati, sebagai tempat pendidikan dasar Vivi.
Pengaruh dari keluarga ibunya membawa Vivi semakin rajin pergi ke Gereja saban Minggu. Peran bapak sebagai seorang Muslim yang seharusnya bisa melarang Vivi dan ibunya pergi ke Gereja, tampak kurang begitu berpengaruh dibandingkan dengan keluarga dari pihak ibu. Begitu pun ketika vivi dan sekeluarga pindah rumah ke jalan Nyengseret, Bandung tahun 1998, aktifitas ibadahnya terus berlangsung di Gereja Rehobot, tak begitu jauh dari tempat tinggal mereka.
Tahun 1999, setelah Vivi menyelesaikan sekolahnya di SMA 18 Kopo, Bandung, dia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang perkuliahan di LPKI (Lembaga Pendidikan Komputer Indonesia), Jakarta. Di kampus, selain kuliah, Vivi malah ditawari pekerjaan sebagai Marketing di salah satu perusahaan property di sana. Kesempatan yang langka ini langsung diambilnya. Maka pantas jika krisis ekonomi saat itu, tak terlalu berdampak pada Vivi yang telah memiliki pekerjaan tetap.
Anugerah rejeki yang melimpah, membuatnya semakin bersyukur. Sesekali Vivi menangis terharu saat mendengar kidung pujian yang dilantunkan di Gereja Pantekosta, tempat dia rutin beribadah di Jakarta.
Tahun 2001, bentuk syukurnya itu Vivi wujudkan dengan melakukan ritual pembaptisan, dengan cara dimandikan di Gereja Pantekosta, Jakarta. Sang ibu sendiri yang menyaksikan langsung ritual peneguhan jati diri sebagai seorang penganut Kristen ini.
Setahun berlalu, tahun 2002. Karena kesibukannya, Vivi memutuskan untuk pulang ke Bandung dan tidak melanjutkan kuliah. Di Bandung, Vivi ditawari pekerjaan yang menjanjikan penghasilan lebih besar dibandingkan pekerjaan dia sebelumnya. Menjadi distributor sparepart motor se-Jawa Barat.
Mulanya pekerjaan baru ini berjalan lancar. Namun tak lama kemudian, Vivi mengalami peristiwa yang cukup menggoncang batinnya. Aksi penipuan yang dilakukan oleh seseorang membuat usaha Vivi mengalami kerugian cukup besar.
Suatu malam Vivi menangis tersedu. Bingung, tak tahu harus berkata apa pada atasannya yang telah mempercayai dia sebagai distributor. Air mata terus mengalir hingga dia tertidur.
Dalam tidurnya, Vivi bermimpi. “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar,” teriak seseorang disamping telinganya. “Jangan! Dia bukan Tuhan kamu,” teriak seorang lagi dari telinga sebelahnya. Teriakan ini berlangsung lama, hingga Vivi terhenyak dan bangun, lalu spontan mengucap Allahu Akbar.
Pengalaman ini membekas lama dalam benak Vivi. Sekali dua, ia sempatkan untuk melihat tayangan ceramah Aa Gym di televisi. Ceramah yang kerap diakhiri tangisan Jama’ah saat muhasabah ini mulai mengusik batinnya.
Perasaan Vivi terhanyut, lalu gelisah. Satu persatu buku-buku bertema ke-Islaman mulai ia lahap. Namun, ketenangan tak kunjung Vivi dapatkan. Sampai setahun kemudian, dia kembali mengalami mimpi yang nyaris sama dengan sebelumnya.
Vivi tak percaya. Mungkinkah mimpi itu adalah sebuah petunjuk?
Baru, tahun 2006, Vivi Novianti akhirnya memutuskan untuk memeluk Islam. Setelah melalui pencarian yang cukup panjang, Vivi yakin bahwa Islam adalah satu-satunya jalan bagi keselamatan hidupnya di dunia maupun di akhirat kelak. Vivi bersyahadat di rumah temannya yang beragama Islam, dengan disaksikan oleh sang Ibu, Teng Tiun Nio.
Untuk mempelajari Islam lebih dalam, selain melalap beragam literatur ke-Islaman, kini Vivi juga bergabung sebagai Jama’ah di Majelis Taklim Yayasan Ukhuwah Mualaf Indonesia (YUMI), Bandung. Bahkan aktif sebagai salah seorang pengurus YUMI.
Muhammad Yasin
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah Edisi 31
0 komentar:
Posting Komentar