Bulan Ramadhan, sebagaimana dijanjikan Allah Swt, memang penuh berkah. Lihatlah kini, dan waktu-waktu Ramadhan sebelumnya di negeri ini, terutama. Betapa banyak hal mendadak berubah.
Tak melulu artis, pejabat, atau konglomerat, masyarakat biasa juga bisa turut serta. Pola makan, tidur, berpakaian, hingga kebiasaan berkunjung ke klub malam pun diurungkan.
Demikian pula secara institusional, profit ataupun sosial. Ragam aktivitas kegiatan begitu gebyar dilakukan, dengan beragam tujuan. Mereka semua, larut dalam ‘kompetisi’ mengejar berkah 1000 bulan.
Bagi institusi profit semisal televisi, fakta berbicara, Ramadhan memang begitu menggoda. Lembaga survai AGB Nielsen mencatat dua minggu pertama Ramadhan 1-14 September 2008 lalu, terdapat kenaikan pemirsa TV rata-rata 20%. Padahal dua minggu sebelumnya 18-31 Agustus 2008, rata-rata jumlah penonton 10,9% dari total populasi TV atau sekitar 4,6 juta orang berusia 5 tahun ke atas (5+). Survai ini dilakukan di 10 kota-kota besar rating di bulan Ramadhan meningkat drastis
Sebelumnya, Majalah SWA 2006 menyaji data, di bulan-bulan biasa, jumlah pemirsa di slot fringe time terutama pukul 02.00 hingga 06.00 di kisaran 707 ribu. Pada bulan Ramadhan membludak menjadi 5,22 juta pasang mata, melonjak sekitar 725%. Maka, bagi pemasar di stasiun televisi, bulan Ramadhan memiliki dua slot prime time yang tidak ditemui di bulan lain. Selain slot prime time reguler pukul 18.00-22.00, ditambah waktu sahur (meskipun besaran pemirsa masih jauh di bawah prime time reguler).
Tengok saja stasiun TV berlomba-lomba menampilkan program unggulannya yang bertemakan religi. SCTV misalnya, pada tahun 2008 menyajikan empat judul sinetron religi antara lain 'Para Pencari Tuhan 2', 'Rinduku Cinta-Mu', 'Annisa' dan 'Zahra'. Bahkan, untuk Ramadhan tahun 2009 ini, SCTV siap menyaji 2 sinetron religi andalannya ‘Cinta Fitri Season Ramadan’ dan ‘Para Pencari Tuhan 3’.
Sedangkan RCTI pada tahun 2009 ini mengangkat tema “RCTI Bintangnya Ramadhan” dengan tayangan-tayangan unggulan seperti Sinetron Manohara, Sinetron Baim Anak Sholeh, Dahsyatnya Sahur, Tak Ada Yang Abadi dan tayangan filler, Asmaul Husna oleh Ary Ginanjar.
Di ranah musik, seakan tak mau ketinggalan, grup-grup musik yang di luar Ramadhan biasa menyuguhkan musik ‘jingkrak’, saat Ramadhan begitu tampak religius.
Gigi, misalnya. Band senior yang terkenal dengan lagu religi andalannya di tahun 2004 ‘raihlah Kemenangan’, jelang Ramadhan 2009 mengeluarkan album kompilasi berisi lagu-lagu Gigi yang pernah populer dan diterima masyarakat dengan menggandeng Lusy Rahmawati dan Tohpati.
Kemudian Ungu. Ungu yang mengeluarkan album religi pertamanya di tahun 2006 bertajuk Surga-Mu terjual 150.000 keping hanya dalam tempo 10 hari sejak rilis. Bahkan saking dahsyatnya Wakil Presiden Yususf Kalla di tahun yang sama memberikan penghargaan 'Inspiring' atas album religi SurgaMu.
Kesuksesan Gigi dan Ungu dalam merilis album religi mulai banyak diikuti pendatang baru. Pada Ramadhan tahun 2009 ini D’Masiv meluncurkan special edition audio vcd dengan lagu berjudul ‘Jangan Menyerah’ dan ‘Mohon Ampun’. Wali akan merilis album bertajuk "Ingat Shalawat" dengan judul Mari Shalawat, Ya Allah, Tuhan, dan Tomat (Tobat Maksiat).
Pendatang baru di dunia musik Indonesia, Vidi Aldiano, Jelang Ramadhan ini meluncurkan album kompilasi religi berjudul ‘Lelaki Pilihan’. Album yang digarap bareng Sam Bimbo itu akan berisikan lima lagu, tiga di antaranya berjudul Rindu Rasul, Keagungan Tuhan, dan Ibundaku Surgaku.
Sebagaimana dituturkan Yanuar manajemen Gigi, motivasi terbesar Gigi mengeluarkan album religi dengan harapan bisa ikut memberikan kontribusi positif bagi pendengarnya yang rata-rata anak muda.
“Kalau dikatakan berdakwah mungkin bahasanya cukup berat, yang pasti Gigi hanya ingin mengingatkan sesuatu melalui lirik lagu.” Ungkapnya kepada alhikmah melalui telepon.
Di ruang fashion, Fakta menunjukan penjualan busana muslim meningkat tajam di bulan Ramadhan.
Rabbani, salah satu produsen busana muslim yang mengklaim sebagai pionir kerudung instan ini saat bulan Ramadhan 2008 dikunjungi sekitar 3000 orang setiap harinya.” Jumlah tersebut jauh berbeda dengan hari-hari di luar Ramadhan, yang hanya berkisar 300 orang pengunjung,” ungkap Wakil Marketing Manager Rabbani, Imam Nugraha.
Begitu pula Shafira, yang berpusat di Jalan Buahbatu, Bandung. Kepada Alhikmah, Store Manager Shafira, Arie Kusuma Negara mengatakan, “Setiap harinya pada bulan Ramadhan, omset kami mencapai 100 juta Rupiah perhari. Jauh berbeda dengan hari biasa yang hanya meraup omset sekitar 5 juta-an.”
Termasuk Ibadah
Tak hanya pola konsumsi, tren berbagi di kalangan umat Islam pun ternyata mengalami lonjakan yang cukup signifikan di bulan suci ini.
Yuli Pujihardi, Direktur Fundraising dan Marketing Komunikasi Dompet Dhuafa Republika (DDR), kepada alhikmah mengatakan, Ramadhan tahun lalu (2008_red), DDR menghimpun dana Ziswaf sebesar 18 milyar. Berbeda dengan di luar bulan Ramadhan yang hanya bisa menghimpun 4 milyar saja.
Sama dengan DDR, penghimpunan Ziswaf Rumah Zakat Indonesia (RZI) di bulan Ramadhan lalu mencapai 15 M. “Jauh berbeda dengan bulan biasanya, yang hanya menghimpun dana Ziswaf 5 milyar,” ungkap Chief Executive Officer (CEO) RZI, Virda Dimas Ekaputra kepada Alhikmah.
Masjid, sebagai sentra peribadatan umat Islam, turut mengalami peningkatan jumlah jamaah yang berlipat-lipat.
Saat Ramadhan, Masjid Raya Bandung yang berkapasitas 12 ribu jamaah, dikunjungi 6-7 ribu-an jamaah yang menunaikan shalat setiap harinya. Di luar bulan, turun drastis hingga 200-500 orang yang shalat setiap harinya.
Bahkan untuk menjaga kekhusuan ibadah di bulan ramadhan tempat-tempat hiburan ditutup. Di Bandung, satu misal. Diskotek, pub, klub malam, karaoke, bar, sanggar tari, panti pijat, panti sauna, billiard, serta hotel, rumah makan atau restoran yang menyediakan sarana-sarana tersebut, ditutup selama 30 hari.
Penutupan tersebut, menurut Kepala Bagian Objek Wisata Dinas Pariwisata kota Bandung, Aman Raksanagara, telah diatur dalam Peraturan Daerah kota Bandung No. 10 Tahun 2004, tentang penyelenggaraan usaha pariwisata.
Di Balik Keserbamendadakan
Seperti dilansir Koran Tempo tahun lalu, 31 Agustus 2008, Brand Management Trinity Optima (label album ketiga band Ungu), Dina Melisa, menyatakan ide pembuatan album religius Ungu itu tercetus dua tahun setelah melihat peluang pasar yang menjanjikan. Trinity memperkirakan, album religius grup itu akan diterima penggemarnya, apalagi dilepas menjelang Ramadhan.
Perhitungan itu tak meleset. Menurut Dina, dalam sepekan, album religius ketiga Ungu sudah menembus 150 ribu kopi. Album religius pertama, Surga-Mu, terjual lebih dari 750 ribu kopi. Adapun yang kedua, Para Pencari-Mu, laku lebih dari 500 ribu kopi. "Ini belum termasuk penjualan ringback tone, yang juga tak kalah tinggi," Dina menerangkan.
Sang vokalis, Pasha, bahkan menegaskan, "Pembuatan album religius menjadi jadwal rutin kami setiap Ramadhan."
Masih di tahun yang sama, 2008, sinetron Para Pencari Tuhan 2 karya Deddy Mizwar,sukses meraih 30-40 persen pemirsa di jam tayangnya.
Menyikapi fenomena ini, pemerhati media Arswendo Atmowiloto kepada media yang sama, berkomentar sarkastik, “seperti biasa, stasiun televisi swasta berbusa-busa menyambut bulan ramadhan. Memang televisi cuma mau cari duit saja.”
Dari perspektif psikologis, kepada Alhikmah, Wakil Ketua Dewan Pakar Asosiasi Psikologi Islami (API) menurut Drs. Yadi Purwanto, MM., MBA, mengatakan, fenomena keserbamendadakan seseorang, di bulan Ramadhan disebabkan oleh tiga faktor.
Pertama, kata Yadi, pada dasarnya di dalam diri manusia, siapa pun dia, memiliki insting beragama. “Insting itu muncul semakin besar ketika suasananya memungkinkan dan Ramadhan secara situasional memungkinkan insting beragama muncul,” ujarnya.
Kedua, rasa pertobatan. Menurut Yadi, karena manusia memiliki potensi positif, mereka sadar dunia artis bergelimang ketidakberesan, semisal pamer wajah, hingga aurat. Dan kesadaran bahwa program yang mereka buat tidak semata-mata menghibur, tapi juga merusak. Maka, ada saatnya, di bulan Ramadhan, mereka bertobat.
Ketiga, kondisi ini, lanjut Yadi, tidak terlepas dari kapitalisme religius. “Jadi, kapitalisme ini tetap saja konteksnya perdagangan. Cuma yang didagangkan religiusitas,” tandas Yadi.
Mereka, lanjut Yadi, adalah agen-agen ekonomi yang memanfaatkan peluang apa saja termasuk religiusitas. “Apapun selama bisa dijual dan memberi manfaat akan digarap. Tapi motifnya Ujung-Ujung Duit. Motif ini sangat menonjol di kalangan entertainer,” katanya.
Dampaknya
Senada dengan Yadi Purwanto, Drs. Soeprapto, SU Dosen Jurusan Sosiologi Fisipol UGM menjelang Ramadhan, setiap orang memang memiliki keinginan menjadi orang yang kembali fitrah. Masyarakat atau artis melakukan introspeksi terhadap perilaku yang dilakukannya, sehingga terkesan religius.
Kalaupun kebiasaan ini menjadi budaya menurut Soeprapto secara sosial masyarakat melihat, meniru, kemudian budaya ini terus berulang setiap tahunnya. Kesinambungan ini, masih menurut Soeprapto, dikarenakan pengaruh pemikiran dan pola kepercayaan.
Peran media termasuk salah satu tolak ukur budaya masyarakat untuk meniru perilaku para selebritas yang ‘mendadak religius’ dalam beragam hal di bulan ramadhan. Hal tersebut dibenarkan Pakar Komunikasi Universitas Padjadjaran (UNPAD) Prof. Deddy Mulyana M.A, Ph.D. Menurutnya, masyarakat Indonesia mudah mengagumi orang lain.
“Oleh karena itu pengaruh selebritis akan lebih berdampak dibandingkan orang biasa,” ungkap Dedy Mulyana kepada alhikmah.
Peran media ini jelas akan berbahaya jika memang menampilkan tayangan-tayangan keislaman yang ternyata tidak sesuai dengan Islam itu sendiri. Apalagi menurut Dedy, tingkat pendidikan masyarakat rendah. Semakin rendah pendidikannya maka akan semakin mudah untuk meniru.
Melihat dampak itu, Ketua Komisi Komunikasi dan Informasi Majeli Ulama Indonesia (MUI), H.M. Said Budairy kepada Alhikmah mengatakan bahwa setiap menjelang Ramadhan, MUI selalu duduk bersama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Lembaga Sensor Film (LSF) dan jajaran stasiun-stasiun TV, untuk membahas program tayangan di bulan ramadhan.
Tak hanya membahas, mereka bahkan membentuk Tim untuk mengawasi isi siaran sebagaimana yang telah disepakati sebelumnya. “Pada pertengahan dan akhir ramadhan seperti tahun 2008 kami berusaha untuk menyelenggarakan Press Conference penilaian MUI terhadap tayangan-tayangan televisi di bulan ramadhan itu. Kami akan memberikan penilaian-penilaian mana yang kurang dan mana yang bagus,” ungkapnya.
Pandangan Ulama
Wakil Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI, Drs. Aminuddin Yakub menyayangkan perilaku sebagian masyarakat yang menjadikan agama sebagai sebuah permainan, dan menjadikan sikap keberagamaan itu hanya bersifat temporer.
Perlaku ini pun, menurut Yakub menunjukkan bagaimana tingkat pemahaman agama mereka. Ada sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa jilbab atau busana tidak menggambarkan secara keseluruhan seseorang, yang terpenting adalah hatinya.
“Di satu sisi anggapan itu benar. Karena di Al Qur’an memang dinyatakan, bahwa Allah tidak melihat fisik kamu, tapi dari hati kamu,” Ungkapnya.
Namun, menurut Yakub harus dilihat juga hadist Rasulullah yang mengatakan, “ada segumpal darah dalam diri manusia yang apabila baik maka baik seluruhnya, dan apabila buruk maka buruk semuanya. itu adalah hati.”
Apa yang menjadi alasan Aminudin Yakub diamini Ketua PW Muhammadiyah Jawa Barat, Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, MSi. “Perilaku mendadak religius biasanya memang akibat dari pengetahuan keagamaan yang sempit. Mereka menganggap ibadah hanya pada bulan ramadhan, dan jika sudah pergi umrah, misalnya, dosa dia habis, Itu tantangan kita,” ungkap Dadang.
Akan tetapi, bagaimanapun menurut Dadang, hal tersebut merupakan upaya positif sebagian masyarakat.”Ramadhan itu bulan yang dianjurkan oleh Islam untuk memperkuat hubungannya dengan Allah SWT melalui ibadah dan memberi kebaikan pada setiap orang,” ungkap Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung ini.
Penulis Muhammad Yasin
Penyunting : Hbsungkaryo
Liputan : M.Yasin, Erni Ari Susanti
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 37
0 komentar:
Posting Komentar