Sejak usia 3 tahun, orang tua Anggayudha berpisah. Pengadilan Negeri Jember, Jawa Timur saat itu memutuskan hak asuh anak kelahiran Jember 15 Juni 1989 ini beserta kakaknya, Bayu Rakasiwi ke tangan ibunya, Lulu Mujiati. Maka di rumah tinggalnya, Perumahan Jember Indah, Jatim, Angga serta kakaknya melewati hari-hari tanpa kehadiran sang ayah.
Tahun 1997, saat krisis multidimensional menghantam Indonesia, sang ibu terkena PHK, di sebuah perusahaan asuransi tempat dia bekerja. Padahal, itu satu-satunya sumber nafkah, untuk menghidupi Angga dan sang kakak.
Setahun kemudian, sang ibu, Lulu mujiati, memutuskan untuk hijrah, mengadu nasib ke Denpasar, Bali. Ia diterima bekerja di perusahaan perikanan, Bali Tuna. Sekitar enam tahun bertahan, sebelum akhirnya sang ibu memutuskan keluar,untuk fokus mendidik dua buah hatinya.
Untuk menyambung hidup, Lulu membuka warung nasi kecil-kecilan. Saat pertama kali membuka warung nasi, saat itu pula Angga berhasil menyelesaikan jenjang pendidikannya di SMPN I Denpasar Bali. Dengan biaya yang pas-pasan dari sang ibu, ia berkesempatan melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi di SMAN IV Denpasar Bali. Sedangkan Bayu, kakaknya bisa meneruskan pendidikannya ke jenjang kuliah di Akademi Pelayaran Niaga Indonesia (Akpelni) Jawa Tengah.
Dua tahun usaha Warung dijalani sang ibu, ternyata tak mampu memenuhi kebutuhan hidup dan sekolah yang kian meningkat.
Angga lantas berpikir untuk membuka usaha sampingan dengan membuat kue bersama ibu. “waktu jaman ibu buka warung, kadang sepi kadang rame, terus saya berpikir supaya bisa bertahan, maka saya dan ibu bikin kue untuk dijual ke pasar,” ungkap Angga.
Saat orang terlelap, dini hari antara pukul 01.00 dan pukul 01.30-an Angga serta ibunya justru terjaga. Mereka berdua membuat kue kering untuk dipasarkan ke beberapa warung di pasar tradisional hingga adzan subuh berkumandang.
Lepas shalat subuh, Angga bergegas pergi ke pasar yang berjarak 1-2 Km dari rumahnya untuk menjajakan kue kering. Sedangkan sang ibu mempersiapkan masakan untuk dijajakan di warungnya.
Saat matahari mulai terlihat di ufuk Timur, Angga harus pulang dan mempersiapkan peralatan sekolahnya. Tak lupa, kue kering pun ia bawa serta untuk disimpan di kantin sekolahnya, di SMAN IV Denpasar.
Segudang Prestasi
Kesulitan ekonomi tak lantas membuat pendidikan Angga terpuruk. Angga, justru berhasil menjadi siswa teladan di sekolahnya. Segudang penghargaan telah ia raih saat duduk di bangku SMA, kelas 2, antara lain; Peringkat I Olimpiade kimia se Denpasar, peringkat II Olimpiade kimia se Provinsi Bali, peringkat II lomba penelitian ilmiah remaja, peringkat III lomba karya ilmiah remaja se-Denpasar dan peringkat I lomba karya ilmiah remaja se-Bali.
Saat menginjak Kelas 3 SMA, Peringkat II lomba cerdas cermat kimia di Universitas Indonesia (UI), serta Peringkat II Medical Science and Applications (Medspin) Fakultas kedokteran se-Jawa, Bali dan Lombok, pun ia raih.
Medspin merupakan salah satu ajang lomba terbesar yang diadakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair). Lomba bergengsi ini diadakan bagi para pelajar SMA se-Jawa Bali. Soal - soal yang diberikan bertemakan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) ‘spesial’, yang terkait dengan ilmu kedokteran.
Salah satu media cetak ternama di Bali bahkan pernah memuat profil Angga saat berhasil meraih peringkat kedua. Melalui media cetak inilah Kisah Angga sampai ke telinga Abdul Ghani dan Welly Ghani, pengusaha sepatu di Bali. Mereka kemudian menjadikan Angga sebagai anak asuh, sekaligus membiayai sekolahnya.
Izin kuliah di Bandung
Setelah lulus dari SMAN IV Denpasar Bali, Angga kemudian meminta izin ibunya untuk melanjutkan pendidikannya ke Institut Teknologi Bandung (ITB). Awalnya sang ibu keberatan lantaran faktor financial keluarga yang tak memungkinkan. Namun, melihat tekad Angga yang demikian kuat, sang ibu pun akhirnya ikhlas melepas kepergiannya.
Saat ini Angga telah menyelesaikan semester V jurusan Kimia fakultas Mipa ITB. November 2009 lalu, program Beasiswa Pemimpin Bangsa (BPB) Dompet Dhuafa Bandung sampai ke telinga Angga. Melalui beberapa tahapan seleksi yang cukup ketat, Angga berhasil menjadi salah satu mahasiswa yang berkesempatan meraih program beasiswa ini.
Beasiswa Pemimpin Bangsa (BPB) sendiri ini merupakan program beasiswa pendidikan terpadu Dompet Dhuafa Bandung, khusus bagi mahasiswa berprestasi di Perguruan Tinggi Negeri (PTN), namun memiliki keterbatasan ekonomi.
Program ini bertujuan untuk membangkitkan spirit para mahasiswa berprestasi dari kalangan tak berpunya, agar dapat menempuh dan menyelesaikan pendidikan tinggi dengan hasil yang gemilang. Sehingga, diharapkan kualifikasi akademik, jiwa kemandirian, kewirausahaan, kepemimpinan dan kemuliaan akhlak yang mumpuni dapat diraih, sebagai pra syarat ideal, calon pemimpin masa depan negeri ini.
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 43
0 komentar:
Posting Komentar