Kumpulan tulisan Muhammad Yasin, Wartawan, Blogger dan pebisnis online

Minggu, 27 Februari 2011

Ir. Yusuf Efendy Djuanda Pelopor Bisnis Habbatussauda di Indonesia

“Kamu jangan sampai mengambil barang orang lain. Kalau ngutang mesti dibayar dan jangan senang kalau dikasih sama orang lain.”

Begitu pesan almarhum Djuanda, sang ayah yang tertanam di dalam benak anaknya, Ir. Yusuf Efendy Djuanda, Direktur Utama, sekaligus pemilik PT. Habbatussauda International, pelopor usaha herbal habbatussauda di Indonesia.

PT Habbatussauda International merupakan perusahaan herbal pertama di Indonesia yang memproduksi suplemen makanan, minuman, obat-obatan, dan suplemen ekstra energi dari bahan habasyi. Di Indonesia, Habasyi lebih dikenal dengan sebutan Jintan Hitam, atau Black Seed atau Nigella sativa yang berasal dari kawasan Afrika dan Timur Tengah.

Nama Habbatussauda memang masih terdengar asing di telinga masyarakat kita. Hanya kalangan tertentu saja, semisal kalangan pesantren, kyai, kelompok pengajian dan orang-orang yang berangkat ke tanah suci yang mengenalnya. Namun, seiring waktu berjalan nama Habbatussauda kian akrab di telinga masyarakat Indonesia, terutama Tiga tahun terakhir.

Saat ini, dengan 80 karyawan yang tergabung di dalamnya, PT. Habbatussauda International yang berlokasi di Arcamanik Endah Ruko 1 No. 7 Bandung, telah memproduksi 18 jenis produk herbal. Produk-produk tersebut berasal dari Habbatussauda, madu, zaitun, sari kurma, jahe, pasak bumi, bee polen, dan berbagai herba alami di nusantara. Khusus untuk produk Habbatussauda, PT Habbatussauda International memerlukan bahan baku jinten hitam sekitar 15 ton yang diimpor tiap bulannya dari Ethiopia dan Mesir.

Jumlah tersebut dibuat untuk memenuhi kebutuhan pasar yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara, mulai Aceh hingga Papua, melalui puluhan distributor dan agen produk Habbatussauda.

Jalan Berliku seorang Yusuf
Sejak usia dini ‘bakat’ usaha Pria kelahiran Singkawang, Kalimantan, 19 Juni 1971 ini sudah kentara. Ayahnya yang membuka warung kecil-kecilan hanya mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari ala kadarnya.

Saat duduk di bangku sekolah dasar, kelas Satu, Yusuf Efendy sudah berjualan es dengan cara berkeliling dari kampung ke kampung, untuk bekal dia sekolah. Es yang dibawanya pun harus laku terjual. Jika tersisa, maka menjadi tanggungjawab dia untuk membeli, karena jumlah setoran tetap tak boleh kurang.

Begitu pun saat Yusuf beserta orang tuanya hijrah ke Rawamangun, Jakarta Timur, untuk melanjutkan sekolah dasarnya yang terputus di kelas 3. Kondisi financial keluarha memaksa dia untuk mencari nafkah dengan berjualan Koran, garam dan korek api di pasar tradisional Rawamangun.

Jam 6 pagi, di pasar Rawamangun ia memulai aktifitas dagangnya hingga 3 jam kemudian, pukul 9. Setelah itu ia bersiap berangkat ke sekolah. “Lumayan, kalau untuk membiayai keluarga sekedar makan saja cukup dengan berjualan di pasar Rawamangun,” kenang Yusuf sambil tersenyum.

Dari Bisnis Hiburan ke Obat-obatan Herbal
Beranjak dewasa, jiwa wirausaha ayah empat anak ini semakin terasah. Hingga kemudian, ia bisa mendirikan Venusa Communications Universal, perusahaan yang bergerak di bidang periklanan, grafis, percetakan dan Event Organization hiburan ke-islaman. Ia pun terbiasa pulang pergi ke Malaysia untuk mengurusi pentas tim nasyid Raihan dan beberapa tim nasyid ternama lainnya di Malaysia.

Tahun 2002, saat Venusa tengah di puncak kejayaan, tiba-tiba Yusuf Efendy membuat gebrakan yang cukup mengejutkan. Ia memutar laju bisnisnya ke dunia obat-obatan herbal.

Keputusan tersebut diambil, setelah ia menemukan kapsul suplemen yang tidak pernah ia temukan sebelumnya di Indonesia, Habbatussauda. Keyakinannya untuk mengembangkan bisnis Habbatussauda kian mantap manakala tetangganya yang mengalami komplikasi penyakit disertai kelenjar tiroid akut, sembuh setelah selama beberapa bulan rutin mengkonsumsi kapsul suplemen yang ia sengaja bawa dari Malaysia itu. Padahal sebelumnya, dokter pun sudah menyerah.

Tetangga lainnya, seorang kakek berusia 80 tahun yang mengalami komplikasi; mulai jantung, limpa, darah tinggi hingga empedu, yang juga akut. Setelah mengkonsumsi Habbatussauda, penyakit sang kakek berangsur sembuh.

“Dari situ saya yakin, ini obat bukan main-main. Yang kanker parah akhirnya bisa sembuh. Padahal rata-rata mereka di tempat tidur sudah tidak berdaya dan seolah tidak ada harapan hidup lagi. Tapi masyaa Allah luar biasa. Dengan kehendak Allah kedua orang itu sekarang masih hidup, yang satu usianya 40-an dan satu lagi usia 87. Dari situ saya mulai kembangkan bisnis habbatussauda,” ungkap Yusuf Efendy.

Bersama dua temannya di Venusa, Ir. Ramulya, dan Ir. Faisal Sardono, M.Bus, Yusuf Efendy Djuanda sekitar tahun 2003 menggarap bisnis herbal habbatussauda dengan modal 300 juta rupiah.

Pemasaran pun digarap dengan sasaran terutama di kalangan komunitas pengajian dan pesantren. “Alhamdulillah kita tidak banyak kesulitan dalam memasarkan. Kalangan masjid mudah diyakinkan karena ada haditsnya nih, sunnah rasul, pengobatan ala rasul. Yang agak sulit masyarakat umum. Kita masih berupaya merubah paradigma pengobatan barat ke pengobatan rasul ini,” tutur lulusan jurusan Geofisika ITB ini.

Tahun 2005, berbekal izin dari badan LPPOM (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika ) MUI serta Dinas kesehatan Republik Indonesia, Yusuf Efendy kemudian mendirikan PT Habbatussauda International.

Nama Internasional diambil untuk membuktikan bahwa PT Habbatussauda International memiliki standar ekspor. Dari sinilah usahanya terus melejit hingga beberapa kalangan muslim lainnya turut memproduksi habbatussauda, tentu dengan merk yang berbeda.

“Setiap orang memiliki bakat, cuma bagaimana kita melatih potensi kemandiriannya. Nah, potensi ini erat hubungannya dengan keimanan, karena mandiri salah satu sifatnya itu senang memberi. Kalau orang sudah senang memberi, maka akan memacu dia untuk mencari. Kalau orang sudah terpacu mencari maka kreatifitasnya akan tumbuh” pungkas Yusuf Efendy.

Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 43

0 komentar:

Posting Komentar