Semilir angin menerpa wajah begitu memasuki halaman Masjid Madinah di jalan Depokraya Antapani Bandung. Sesosok pria berjubah putih, dengan sorban merah yang melingkar di kepala, berhias janggut sepanjang dada tengah duduk santai di beranda masjid. Sejurus kemudian ia tersenyum menyapa kehadiran Alhikmah dengan salam.
Iskandarsyah Berian nama lengkapnya. Isbul (Iskandar Bule) atau kang Is, ia biasa disapa. Meski penampilannya serupa ulama besar, jangan kaget kalau Berian belum lancar membaca alquran. Dua tahun terakhir ini Iskandarsyah Berian mencurahkan segala waktu dan harta bendanya untuk belajar Islam dan berdakwah.
Nama Isbul memang tidak dikenal di khalayak umum. Lain halnya jika sudah masuk ke dunia hitam. Sebut saja Isbul, bulu kuduk orang-orang sekitar hampir pasti berdiri merinding. “Dunia hitam di Bandung dan Jakarta kenal saya. Sebut saja Isbul, Iskandar bule, si trouble maker, si tukang bacok orang,” tutur kang Is sembari tertawa ringan.
Dari Beograd ke Hotel Prodeo
46 tahun silam, 22 Februari 1963, Iskandar kecil lahir di Beograd, Yugoslavia. Ibunya, Milena Benak, seorang wanita asli negeri Skandinavia. Sang Ayah, Berian Rosier, yang asli berdarah Indonesia. Keduanya beragama Islam.
Tiga tahun berlalu, masa tugas sang ayah sebagai personil militer Indonesia yang ditempatkan di Yugoslavia berakhir. Berian Rosier beserta istri dan kedua anaknya Iskandarsyah Berian (3 tahun) dan Nena Rosier (1 tahun), lantas menetap di Indonesia, di sebuah rumah di bilangan Sejahtera, Cipaganti, Bandung.
Memasuki usia Sekolah Dasar (SD), bakat nakal Iskandar mulai terlihat. Nyaris saban hari, Iskandar kecil berkelahi dengan teman sebaya dia.
Lulus SD, Iskandar melanjutkan pendidikannya ke SMP 9 Bandung. Bukannya berubah baik, Iskandar malah bertambah nakal dan kian sering berkelahi. Sang ayah, bahkan sampai mendatangkan guru agama ke rumahnya. Namun, Iskandar malah kabur dan memilih hidup di jalanan.
Pernah suatu hari, Iskandar mengambil Pistol milik ayahnya di lemari. Benda berbahaya itu enteng saja ia bawa ke sekolah. Kontan, aksi nekadnya itu berujung vonis Drop Out (DO) dari pihak sekolah. Iskandar pun lantas didaftarkan ayahnya ke Sekolah lain.
Tak lantas jera, di tempat baru Iskandar kembali berulah. Dari membacok orang, minum air memabukkan, sampai mengkomsumsi zat-zat terlarang, menjadi rutinitas harian. Tercatat mulai dari bangku SMP 40 Jakarta, SMP 2 Lampung, hingga SMP Ampera Bandung, pernah ia duduki. Baru di tempat terakhir itu, Iskandar berhasil menamatkan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Setamat SMP, Sekolah Menengah Umum (SMU) Daya Siswa, yang moncer disebut SMU John Mayel, menjadi pilihan sang Ayah untuk menyekolahkan Iskandar. Sekolah itu memang terkenal gudangnya anak-anak nakal. Terletak di kawasan Naripan Bandung, murid-murid sekolah ini dengan mudah dikenali. Mulai dari pakaiannya yang bebas tak berseragam, rambut gondrong tak harus dirapihkan, hingga petantang-petenteng membawa botol minuman keras, sudah jadi semacam kewajaran.
Nasib Iskandar berbeda dengan Nena Rosier, sang adik satu-satunya. Nena banyak mendapatkan prestasi gemilang. Bahkan dikemudian hari, Nena Rosier terkenal sebagai aktris senior yang membintangi puluhan Film dan belasan sinetron di negeri ini.
Tahun 1980, untuk pertamakalinya, Iskandar mulai merasakan penatnya hotel prodeo di Banceuy, Bandung, akibat perkelahiannya di kawasan Dangdeur. Setahun kemudian setelah keluar dari penjara, 30 orang tak dikenal tiba-tiba mengeroyok dia di kawasan Cipaganti, Bandung. Iskandar terkapar oleh tusukan benda tajam seseorang dari belakang yang menghujam punggungnya.
Darah segar pun mengalir. Tubuhnya limbung, lalu terkapar begitu saja di jalanan. Tak ada seorang pun yang mau menolongnya. Dengan tenaga yang tersisa, Iskandar mulai bangkit, dan berusaha sampai ke rumah sakit.
Bukannya sadar, setelah sembuh, ia mencari 30 orang pengeroyoknya itu untuk membalas dendam. Satu persatu mereka dibacok tanpa belas kasihan.
Ingat Allah
Meski hidup di dunia kelam, Iskandar mengaku sering bermunajat kepada Allah setiap hendak tidur atau saat tengah merenung sendirian. Rasa lelah menjalani kerasnya kehidupan, ia akui kerap datang menghantui.
“Saya manusia bukan setan. Sebiadab-biadabnya manusia sebagai pembunuh pasti hati kecilnya ada keinginan untuk memohon sesuatu kepada Allah. Cuma tidak diutarakan saja karena egois. Saya yakin siapapun orangnya pasti akan seperti itu,” kenang mantan pentolan XTC, geng motor ternama di negeri ini kepada Alhikmah.
Tahun 1997, Iskandar bertemu pelatih beladiri Brain Canon, yang merupakan aliran Kick Boxing asal Australia, bernama Ahmed. Dari sinilah kemudian Iskandar, Ahmed beserta dua rekannya Heri Wijaya dan Agus Bom, mendirikan Kick Boxing Indonesia.
Namun, seiring waktu berjalan, satu per satu, Empat shabat itu memilih karirnya sendiri. Ahmed masih fokus di Kick Boxing Indonesia. Heri Wijaya, menjadi pengacara. Iskandar sendiri kemudian mendirikan Bodyguard Security Service (BOSS) tahun 2001. Sedangkan Agus Bom belum diketahui keberadaannya.
BOSS sebagai Organisasi Massa (Ormas) di bidang jasa pengamanan, melayani pengamanan acara pemerintah, diskotik, tempat karaoke, klub malam hingga mengawal tokoh ternama. Tak hanya di Bandung, BOSS berkembang ke provinsi-provinsi lain seperti Bangka, Kalimantan, Jakarta, dan daerah lainnya.
Iskandar mengaku setiap bulan meraup puluhan juta dari setoran diskotik, rumah judi, klub malam dan tempat-tempat yang menggunakan jasa pengamanan BOSS. Belum lagi tugas intimidasi sebagai Debt Collector, dan pengawal para tokoh penting. Dunia saat itu seakan berada dalam genggamannya.
Cahaya Hidayah itu
17 Januari 2007 saat Iskandar berada di sekretriat BOSS, di Jalan Sunda, Bandung, datang lima orang berjubah putih, berhias janggut. Kelima orang tersebut dengan berani mengajak Iskandar untuk taubat kepada Allah. “Bagaimana kamu menghadapi kematian? perilaku kita kelak akan dipertangguhgjawabkan dihadapan Allah,” ungkap Iskandar menirukan kata-kata Kelima orang itu.
Kaget bukan kepalang, selama 30 menit, sosok bringas seorang Iskandar dibuat terpaku dihadapan lima pendakwah itu. Usai menyampaikan dakwahnya, mereka lantas mengajak Iskandar untuk ikut bersama.
Belum sempat dijawab, kelima orang tersebut meninggalkan Iskandar yang masih terdiam seribu bahasa. Iskandar kemudian menguntit mereka dari belakang, hingga sampailah ke sebuah Masjid di bilangan Depok Raya, Antapani, Bandung.
Alhamdulillah, Allah memberikan Hidayah-Nya. Hari itu juga Iskandar memutuskan untuk tinggal beritikaf di Masjid. Ia belajar bagaimana cara berwudhu, Shalat, hingga membaca Alquran. Ia meninggalkan BOSS yang saat ini anggotanya mencapai 40.000 orang.
Ia pun mengajak orang-orang terdekatnya untuk kembali kepada Allah dan melaksanakan sunnah Nabi Saw yang banyak ditinggalkan umat Islam. Iskandar merasa miris banyak kriminalis tak tersentuh dakwah bahkan dianggap sampah masyarakat.
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 41
6 komentar:
Alhamdulillah.....ingin saya bertemu beliau. Banyak kenangan masa kecil saya waktu di SD tentang beliau, walaupun tentu beliau tidak kenal saya. Saya sekolah di SD bareng dan seangkatan dengan adiknya (tapi tidak sekelas), saya tinggal di jln tentram, jadi sering bertemu dengan beliau. Pokoknya mah pada waktu itu.....sieun kalau ketemu beliau. he..he..he..Alhamdulillah sekali lagi, Insya Allah saya akan main ke Mesjid di Antapani, siapa tahu bisa ketemu.
insyaallah bisa ketemu beliau disana :-D
insya alloh nanti saya antar kalo mau mas Ben, saya kenal belai dan saya ngaji bareng beliau
ada yg tahu no tlpn beliau
Alhamdulillah..saya sempet berjabat dan mengenal beliau
Alhamdulillah..saya sempet berjabat dan mengenal beliau
Posting Komentar