Saskia Azka, balita usia 3 tahun tersenyum manis setelah mengenakan kerudung unik warna kuning berbentuk angsa. Meski usianya terbilang dini, tapi Saskia sudah merasa nyaman dengan kerudungnya.
Saskia tentu bukan satu-satunya anak perempuan yang bangga mengenakan kerudung. Saat ini tak sedikit anak perempuan sudah merasa nyaman mengenakan kerudung.
Mendidik anak perempuan untuk mengenakan kerudung tentu tidaklah mudah. Namun, di tangan seorang Nines Widosari, semuanya menjadi ringan.
Dibawah payung usaha ber-brand ‘Refanes’, Nines Widosari bersama sang suami Agus Widodo sukses menggarap sisi lain pasar kerudung anak di Indonesia. Sekitar 28.000 potong kerudung anak berbentuk binatang dan tokoh kartun dilepas setiap bulannya ke pelosok kota di Indonesia.
Mulanya 4 tahun silam di Surabaya, aktifitas wanita kelahiran Malang 28 Agustus 1978 ini hanyalah seorang ibu rumah tangga dengan satu orang putri, bernama Hunadia Refa. Suatu hari ia merasa jenuh dengan rutinitasnya. Selain mengurus Rumah Tangga yang tentu menjadi sebuah kewajiban, ia ingin melakukan aktivitas lain di luar itu. “Pokoknya greget ingin melakukan sesuatu. Saya ingin berkarya. Kalau tidak berkarya saya nangis,” kenang Nines kepada Alhikmah.
Nines yang Sarjana S1 Desain Produk, Institut Teknologi Sebelas Maret (ITS), Surabaya, lantas mencoba membuka sanggar lukis anak. Bakat melukis dari ayah dan ibunya, menitis pada diri Nines. Melalui Sanggar lukis anak inilah Nines banyak bersinggungan dengan anak-anak perempuan.
Sebagai seorang muslimah, Nines merasa terpanggil untuk memberikan edukasi sedini mungkin, kepada anak-anak perempuan dari keluarga muslim, supaya menutup auratnya dengan kerudung. Saat itu, Nines berpikir, bagaimana caranya agar mereka merasa nyaman dengan kerudung yang dikenakannya.
“Saya punya idealisme yang kuat agar anak saya berkerudung setiap hari. Sewaktu di sanggar saya baca psikologi anak bagaimana mendidik anak sejak dini. Ilmu desain yang berhubungan dengan pasar, kan harus ada differensiasi. Memunculkan sesuatu yang berbeda,” tutur Nines.
Agustus, 2007, Nines pindah ke Banyuwangi. Sementara suaminya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi S2 di di Institut Teknologi Bandung (ITB). Tanpa bantuan sang suami, Nines dengan seorang penjahit membuat contoh kerudung bermotifkan lebah dan kelinci. Pasar pun digarap.
“Saya nawar-nawarin ke 3 toko sendirian. Meskipun jahitannya kurang bagus, ga pake mesin obras namun sambutannya cukup luar biasa. Mereka bilang kok ini lucu ya. Kok aneh ada antenenya. Mereka langsung pada pesen,” kenang Nines.
Januari 2008 Nines menyusul suaminya ke Bandung. Di Bandung inilah Nines banyak mengetahui segala jenis kain, mesin jahit hingga sistem konveksi. Meskipun selama 3 bulan pertama di Bandung Nines banyak melakukan kesalahan-kesalahan mendasar seperti salah membeli kain dan mesin jahit.
Brand kerudung Refanes sendiri diambil dari penggabungan nama anak pertamanya Hunadia Refa, dan nama dirinya, Nines Widosari.
April 2008 Nines mencoba peruntungannya memasang iklan untuk menarik agen di salah satu media bersegmen Muslimah di tanah air, dengan harga Rp 4 juta. Meskipun cukup berat bagi nines, tapi hasilnya luar biasa. Di luar dugaan, banyak sekali orang yang ingin mendaftarkan diri sebagai agen.
Saking banyaknya, Nines menghentikan penerimaan agen. “Kita stop pendaftaran agen. Bahkan ada agen yang minta ijin mau membajak, karena kerudungnya tak kunjung dikirim,” Kenang Nines sambil tersenyum ringan.
Nines pun mengaku pernah sampai menangis dan stress, karena permintaan banyak, tapi penjahit pada pulang kampung. “Padahal saat itu hanya ada 7 agen,” katanya.
Kini, bertempat di Jl. H. Ghafur, Perumahan Graha Bukit Raya I Blok H-1 No. 10 Cilame, Ngamprah, Bandung, Nines dengan 60 pegawai yang ditempatkan di dua rumah, terus berkarya melahirkan desain-desain terbarunya. Menangkap peluang pasar yang selama ini langka tersentuh.
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 42
2 komentar:
Alhamdulillah... terimakasih Pak Yasin
sama-sama bu Nines..
Posting Komentar