Kumpulan tulisan Muhammad Yasin, Wartawan, Blogger dan pebisnis online

Minggu, 03 April 2011

Sabar Menghadapi Ujian

Nina, seorang ibu asal Ujung Berung Bandung yang terbatas secara finansial tengah menjalani operasi caesar untuk melahirkan anak ketiganya di RS Sariningsih, Bandung. Suaminya, Sofyan, seorang buruh serabutan, saat itu tengah bekerja.

Anak kedua mereka, Iqbal Maulana Sofyan (4 tahun), terpaksa dititipkan di rumah neneknya, di Garut. Sementara Arul sebagai anak tertua (13 tahun), dianggap cukup umur untuk ditinggal di rumah.

Nina berhasil melahirkan anak ketiganya. Tapi tagihan Rp 7 juta, menghambat Nina keluar dari Rumah Sakit. Melalui pinjaman tetangga, Nina pun berhasil pulang.

Tak lama setelahnya, Arul dan ayahnya menjemput sang adik di Garut. Malang, di tengah perjalanan mereka mengelami kecelakaan. Arul dan ayahnya terlempar. Arul bahkan terpental hingga ke tengah aspal. Dalam keadaan terlentang, kaki kanannya terlindas truk.

Arul kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung. Ia koma selama dua minggu, dan kakinya terpaksa diamputasi. Sementara, di tempat berbeda, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Garut, ayahnya pun menjalani perawatan.

Di saat bersamaan, Nina harus kembali menjalani perawatan di RS Sariningsih, lantaran mengalami pendarahan. Tak terbayangkan, tiga anggota keluarga harus dirawat di tiga rumah sakit berbeda. Terlebih, mereka berasal dari keluarga lemah finansial. Begitulah musibah yang menimpa Nina bersama keluarga di awal tahun 2009. Meski tak bersifat Masif, namun tetap menyisakan kesedihan.

Sebelumnya, negeri ini seolah tak pernah sepi dari musibah. Mulai Tsunami Aceh, 26 Desember 2004 silam yang melayangkan ratusan ribu nyawa manusia. Gempa Jogja, dua tahun setelahnya, 2006. Gempa Jabar dan Padang yang berturut-turut terjadi di bulan September 2009, pun tak sedikit menguras air mata.

Yang terbaru, musibah longsor Tenjolaya, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, akhir Februari 2010 lalu yang menelan 47 korban jiwa, dan puluhan rumah tinggal para pekerja perkebunan teh Dewata. Dan beberapa lainnya.

Pengertian Musibah
Musibah. Kata yang kerap terdengar di telinga kita. Secara harfiah, musibah menurut Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, MS. sebagaimana yang dilansir republika, adalah segala sesuatu yang menyebabkan seseorang terkejut, kaget, merasa tidak nyaman, merasa sakit, dan merasa terluka saat menerimanya.

Tentu saja skala dan eskalasi musibah itu bervariasi. Bisa kecil, sedang, besar, atau bahkan dahsyat. Bisa pula menimpa seseorang, keluarga, masyarakat, dan bangsa, atau menimpa seluruh umat manusia.

Didin mencontohkan sakit, kehilangan benda berharga, Banjir yang datang tiba-tiba yang menghanyutkan manusia dan benda-benda, Gunung meletus, serta gempa bumi, pun merupakan musibah.

Lebih rinci lagi, Founder Ma’had Alquran dan Dirosah Islamiyah (MAQDIS), KH. Saiful Islam Mubarak, Lc., M.Ag memulai penjelasan musibah dari makna harfiahnya. “Musibah berasal dari kata dari asaba yang memiliki arti mengenai, menyentuh atau menimpa. Menimpa di sini, bermakna bahwa musibah bisa menimpa kepada yang manis dan kepada yang pahit,” katanya.

Ia mencontohkan, saat para sahabat Rasul mendapatkan amanah menjadi khalifah, lalu melafalkan Innalillah... “Itu musibah yang tampilannya manis. Tapi sangat berat tanggungjawabnya dihadapan Allah. Sedangkan musibah pahit diantaranya bisa kehilangan sesuatu, kehilangan orang yang dicintai, hilang barang dan lain-lain,” tutur Muballigh kondang asal Jawa Barat ini.

Musibah tak hanya berlaku bagi umat Islam. Orang-orang kafir, menurut Saiful, juga akan mengalami musibah. Bedanya, Orang lain tidak mengharapkan ampunan sedangkan kita mengharapkan ampunan Allah SWT.

Sebagaimana Firman-Nya, “Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An nisa 104).

Musibah Adalah Ujian
Allah SWT menegaskan di dalam Alquran. “Dan sungguh Kami akan menguji kamu dengan segala sesuatu termasuk rasa takut, kelaparan, dan kekurangan harta dan jiwa, serta buah-buahan. Maka berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata: inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Mereka itulah orang-orang yang mendapat keselamatan dan kasih sayang-Nya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.’ (QS. Al-Baqarah: 155-157).

Ayat di atas, menurut Pimpinan Pesantren Tahfidz Al-Qur’an Anshorulloh, Ciamis, Ustadz Fauzan Al anshari, telah menjelaskan secara gamblang bahwa Allah SWT akan menguji hamba-Nya baik yang muslim maupun yang kafir dengan segala sesuatu yang menimbulkan rasa rakut seperti longsor, banjir, gempa bumi, gunung meletus, tsunami, halilintar bersaut-sautan dan sebagainya.

“Apakah dengan ujian itu akan mendekatkan kepada Allah SWT atau justru lebih akrab dengan dukun, paranormal, orang pinter, futurolog atau tukang ramal untuk menerawang nasibnya pada masa depan?” katanya.

Masih menurut Fauzan, bagi orang-orang yang tidak beriman dengan benar kepada Allah SWT, maka larinya pasti kepada selain Allah, meratapi nasibnya seolah-olah dialah yang paling menderita di dunia ini, bahkan tak jarang yang menyalahkan sang Khalik.

“Mereka kira dengan menjalankan shalat dan puasa tidak akan ditimpa musibah. Mari kita renungkan, andai kita punya sejumlah anak, tentu dengan berbagai rasa kasih sayang yang berbeda, maka kita pun akan melakukan ujian kepada mereka untuk melihat siapa yang paling baik sikapnya,” kata Fauzan.

Inilah tujuan dari musibah yang diberikan kepada umat Islam, seperti disitir dalam Wahyu Suci-Nya. “Sesungguhnya Kami jadikan seluruh isi bumi sebagai perhiasan untuk menguji kamu: siapa yang paling baik amalmu. Kemudian Kami jadikan semua perhiasan itu kembali menjadi tanah kering.” (QS. Al-Kahfi: 7-8)
Menghadapi Ujian (musibah)

“Sabar, ya.... sabar” kalimat motivatif yang kerap kita dengar diucapkan kepada sanak saudara, rekan ataupun handai taulan saat mereka tengah ditimpa musibah. Sebagian menganggap klise kata ini. Namun demikian, itulah kata kunci dalam menghadapi beragam ujian yang datang silih berganti.

“Dan sungguh Kami akan menguji kamu dengan segala sesuatu termasuk rasa takut, kelaparan, dan kekurangan harta dan jiwa, serta buah-buahan. Maka berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Albaqarah : 155)

Alquran, menurut KH. Saiful Islam Mubarak, Lc., M.Ag , banyak sekali berbicara tentang sabar, semisal ayat yang disitir di atas. Dan perintah bersabar dalam Alquran, tambah Saiful, meliputi semua kondisi. Tidak hanya ditujukan kepada orang yang terkena musibah semata, melainkan juga ditujukan kepada mereka yang menerima kenikmatan.

“Ringkasnya sabar itu tidak dibatasi tempat, waktu atau kadarnya. Ada orang berkata sabar ada batasnya. Yang membatasi itu kemampuan dirinya. Sebetulnya sabar tidak ada batasnya. Dia harus terus bersabar. Tingkatkan lagi dan tingkatkan lagi. Semakin meningkat kesabarannya, yakinlah Allah semakin dekat dengan kita, dan itulah kenikmatan yang hakiki,“ katanya.

Selain itu, masih menurut Saiful Islam, sabar sering dipahami orang dengan cara menahan diri. Padahal tidak demikian. Dalam alquran banyak sekali perintah sabar itu ditujukan kepada orang yang sedang bergerak.

Ia mencontohkan doa pasukan Thalut untuk menambah semangat melawan musuh. “Tatkala Jalut dan tentaranya telah nampak oleh mereka, mereka pun (Thalut dan tentaranya) berdoa: "Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir." (QS Albaqarah : 250).

Maka selama iman ada di dalam kalbu, perintah sabar tidak akan lepas. Oleh karena itu para ulama mengaitkan sabar itu dalam menjalani ketaatan kepada Allah SWT, meninggalkan kemaksiatan, dan sabar dalam menghadapi musibah.

Sabar dalam ketaatan, artinya dalam melaksanakan ketaatan sangat mementingkan dan selalu mengharap ridha Allah. Sehingga yang berat akan terasa ringan, dan yang jauh akan terasa dekat. “Ketaatan juga perlu sabar. Tanpa kesabaran, tidak akan tercapai ketaatan. Rasul melaksanakan ibadah di malam hari sampai bengkak itu karena kesabaran beliau. Orang punya uang banyak, ingin berinfak, kalau tidak sabar tidak jadi infaknya,” kata Saiful Islam.

Sabar dalam menghadapi maksiat, berarti kesabaran terhadap segala hal yang telah jelas dilarang. Sabar dalam menghadapi musibah, baik itu jenis musibah yang berupa ketetapan Allah, tanpa dipengaruhi oleh campur tangan makhluk, pun jenis musibah yang dipengaruhi oleh peran makhluk (manusia) di dalamnya.

Bahkan, Zein Abidin, seorang Motivator Muslim Indonesia meyakini bahwa musibah apapun yang terjadi jika diimani sebagai ujian akan berujung pada sebuah keajaiban. “Keajaiban tersebut dapat berupa bertambahnya kemudahan di masa depan, kenaikan derajat kehidupan maupun meningkatnya kemuliaan di mata Allah,” katanya.

Zein menyitir sebuah Hadists yang berbunyi, “Ajaib sekali keadaan orang mukmin itu, sesungguhnya semua keadaannya itu adalah merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidak akan ada lagi seseorang pun melainkan hanya untuk orang mukmin itu belaka, yaitu apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, ia pun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan baginya, sedang apabila ia ditimpa oleh kesukaran - yakni yang merupakan musibah - ia pun bersabar dan hal ini pun adalah merupakan kebaikan baginya." (H.R. Muslim)

“Sebuah motivasi iman kita bahwa ternyata sikap terbaik saat mendapat musibah yang akan berbuah keajaiban itu adalah sabar,” kata Zein.

Ia memiliki rumusan tersendiri dalam menghadapi musibah, yakni dengan ilmu Motivasi Sabar. Motivasi, menurut Zein adalah gabungan dari kata Motif dan Aksi. Motif dapat berarti Tujuan, sedangkan Aksi adalah sikap yang dipilih.

Manusia, Zein melanjutkan, adalah makhluk mulia yang dikaruniakan akal oleh Allah Swt sehingga bisa memilih. Maka Sabar adalah pilihan cara berpikir, cara mengimani bahwa di setiap kejadian yang dihidangkan Allah dalam kehidupan kita pasti ada tujuan baiknya.

Sabar kemudian adalah memilih sikap yang terbaik dari diri kita ketika musibah menimpa. “Apakah menenggelamkan diri dalam gelisah ataukah memilih membangun tekad harapan bersama Allah? Apakah lisan semata mengeluh ataukah memilih melantunkan doa kesabaran? Adakah kita biarkan jatuh diri dalam keterpurukan atau memilih bangkit lanjutkan kehidupan dengan Iman?” simpul Zein.

Sabar Membawa Nikmat
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Alhadid : 22-23)

Ayat di atas mengandung makna bahwa segala sesuatu yang menimpa umat Islam jika disikapi dengan iman dan ridha tentu akan membawa keberuntungan bagi dirinya. Hanya saja terkadang kita merasa diri sulit menemukan keberuntungan yang dijanjikan Allah. Kalau kita tafakuri dan resapi entah besok atau lusa, atau mungkin ketika kita lupa baru kenikmatan itu datang menghampiri kita.

Di dalam surat albaqarah ayat 157. Allah menjanjikan tiga hal kepada orang-orang yang sabar yaitu Shalawat (mendapat keselamatan), warahmat (mendapat kasih sayang-Nya) serta muhtadun (mendapat petunjuk).

“Mereka itulah orang-orang yang mendapat keselamatan dan kasih sayang-Nya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Albaqarah 157)

Semakin berat musibah yang menimpa seseorang, lalu ia mampu bersabar, maka semakin tinggi kedudukannya di hadapan Allah. Tentu hal tersebut akan menjadi kenikmatan tersendiri bagi siapapun yang mampu menghadapi musibah dengan sabar.

Umar bin Khattab ra, misalnya. Salah seorang sahabat Rasulullah Saw ini pernah jatuh sakit. Tak sedikitpun mengeluh, ia malah bersyukur akan empat hal, “Pertama, Aku bisa membaca penyakit orang lain yang lebih parah dariku. Kedua, Aku merasa nikmat ketika penyakit menimpa fisik tidak menimpa iman. Ketiga, dalam kondisi seperti ini nikmatnya ridha kapada Allah. Keempat, aku semakin yakin akan surga yang telah dinantikan.”

Begitulah sikap para sahabat didikan Rasulullah Saw dalam menghadapi ragam ujian. Musibah tak membuat mereka terpuruk. Musibah justru membuat mereka bangkit dan kemudian berjaya. Pun semoga kita, Insya Allah. Wallahu ‘alam

Penulis : Muhammad Yasin
Penyunting : hbsungkaryo
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 45

0 komentar:

Posting Komentar