Kumpulan tulisan Muhammad Yasin, Wartawan, Blogger dan pebisnis online

Jumat, 03 Juni 2011

Membumikan Salam

Indonesia, negara yang berpenduduk mayoritas muslim di dunia dengan 203 juta jiwa umat Muslim atau sekitar 13% dari total penduduk Muslim dunia, dikenal sebagai negara yang paling murah senyum dan salam.
Fakta tersebut ditemukan dari hasil survei The Smiling Report tahun 2009. Berdasarkan hasil survei The Smiling Report yang dilakukan antara tahun 2004 sampai 2009 ini Indonesia masuk kepada negara paling murah senyum dan salam di dunia dengan skor 98%.

Lembaga survei yang berbasis di Swedia ini menyebutkan bahwa skor terbaik ucapan salam terutama, ditemukan dalam pelayanan pemerintah (94%), sedangkan Business to Business (B2B) hanya 70%. (www.smilingreport.com)

Sayangnya, sapaan salam yang dimaksud adalah salam secara umum, seperti; selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam, selamat datang dan ucapan salam lainnya, termasuk salam khas kaum muslimin, assalamu’alaikum.

Sayang, karena memang ucapan salam di dalam Islam dengan lafadz assalamualaikum bukanlah sekedar basa-basi pembukaan semata, melainkan di dalamnya terkandung doa sebagai bentuk rasa kasih sayang yang amat bernilai antar sesama umat Islam.

Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw: “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya. Demi Allah. Kamu tidak akan masuk surga sehingga kamu beriman, dan kamu akan beriman sehingga kamu saling cinta kasih. Maukah kamu saya tunjukan kepada sesuatu yang jika kamu kerjakan maka kamu saling bercinta kasih? Tebarkanlah salam di antara kamu.”

Pendiri Komunitas Spiritual Quantum Smile (SQS) di Yogyakarta, Pronowo, SE memahami hadits di atas sebagai ajakan Rasulullah Saw kepada umatnya untuk menebarkan salam. Maka, ia menyimpulkan, semakin banyak salam yang ditebarkan kepada orang lain, terbentuklah rasa cinta kasih.

Setelah itu, dengan banyaknya orang yang saling mencintai, Allah SWT melihat aktivitas kebaikan yang dibangun. Mereka yang beraktivitas mengajak pada kebaikan dan ingat kepada Allah, termasuk golongan orang-orang yang beriman. Kumpulan orang-orang beriman inilah yang akan masuk ke dalam surga.
Pengertian dan Sejarah Salam

Salam, menurut Guru Besar Ilmu Hadits Universitas Islam Bandung (Unisba), Prof. Dr. KH. Maman Abdurrahman, MA memiliki arti perdamaian. Di dalam bahasa Indonesia sudah dikenal lebih jauh dengan makna keselamatan. Karena memang, salam itu seakar kata dengan selamat.

“Umat Islam disebut Islam karena memang dimaknai sebagai umat yang akan selamat dunia sampai akhirat. Karena itu bahasa salam bukan hanya bahasa dunia, tapi juga bahasa akhirat. Jadi nanti orang yang masuk surga itu disambut oleh para malaikat dengan ucapan salamun alaikum,” papar Maman.

Ucapan salam diperkenalkan kepada umat manusia sejak Nabi Adam as tercipta. Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa ketika Allah SWT telah selesai menciptakan Adam as, maka Allah SWT memerintahkan kepada Adam as. untuk menemui dan memberi Salam kepada segolongan malaikat yang sedang duduk menunggu untuk kemudian Adam as diminta mendengarkan apa yang mereka ucapkan sebagai penghormatan kepadanya. Salam yang diucapkan para malaikat kepada Adam as. adalah salam hormat kepadamu dan salam hormat kepada keturunanmu (yang beriman). Maka Adam as berkata: “Assalamu’alaikum” dan mereka menjawab: “Assalamu’alaikum Warahmatullah”. ( HR. Bukhari )

Setelah itu para malaikat beberapa kali tercatat baik di dalam alquran dan hadits melakukan komunikasi kepada manusia dengan sapaan salam. Di dalam Alquran surat Adz Dzariyat ayat 24-25, diceritakan bahwa malaikat mendatangi Nabi Ibrahim dengan mengucapkan salam.

“Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (yaitu malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: "Salaamun." Ibrahim menjawab: "Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal."

Pada zaman nabi Muhammad Saw, malaikat Jibril pernah menyampaikan salam kepada isteri tercinta Nabi Muhammad, Aisyah. Nabi berkata kepada Aisyah, “Ini Malaikat Jibril, dia mengucapkan salam untukmu. Aisyah pun mengatakan engkau bisa melihat apa yang tidak bisa kami lihat.” (HR Bukhari dan Muslim).

Adapun salam dilihat dari prakteknya, menurut Prof. M. Abdurrahman terbagi kedalam dua aspek. Pertama, salam yang ada kaitannya dengan taabudi (ibadah) mahdiyah. Kedua, salam dalam arti taammuli, yaitu bermuamalah dengan orang lain.

Dalam aspek taabbudi, salam diucapkan di waktu dan tempat-tempat tertentu. Seperti, ketika mengakhiri shalat, ketika khatib membuka khutbah jumat dan yang lainnya. Sedangkan dalam aspek taammuli, salam diucapkan ketika seseorang mau membuka rapat atau ketika bertemu dengan umat Islam lainnya.

Rasulullah misalnya. Ketika mengirim surat ke kepada Heraklius raja Romawi, beliau (Saw) menuliskan salam yaitu dengan lafadz Bismillahirrahmanirrahim, salamun 'ala manittaba'al-huda (Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Keselamatan itu dilimpahkan kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk).
Lafadz dan Hukum Mengucapkan Salam

Diriwayatkan oleh A'mran bin Hussaini: "Seorang lelaki datang kepada Nabi Saw. dan berkata, Assalamualaikum. Maka Rasulullah menjawab salam (waalaikum salam) kemudian dia duduk. Maka Rasulullah berkata “sepuluh pahala.”

Kemudian datang yang lain memberi salam dengan berkata Assalamualaikum warahmatullah, lalu Rasulullah jawab salam tadi (waalaikum salam warahmatullah), dan berkata “dua puluh pahala.” Kemudian datang yang ketiga terus berkata Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Rasulullah pun menjawab salam tadi (waalaikum salam warahmatullah wabarakatuh) dan terus duduk, maka Rasulullah berkata “tiga puluh pahala.” (HR Abu Daud dan Tirmizi)

Bacaan dan jawaban salam sebagaimana hadits di atas berarti boleh dengan lafadz, assalamualaikum, assalamualakum warahmatullah atau assalamualakum warahmatullah wabarakatuh. Masing-masing lafadz tersebut tentu memiliki keutamaan yang berbeda.

Hukum mengucapkan salam itu sendiri adalah sunnah. Tapi bagi orang yang mendengar sapaan salam, maka menjawabnya adalah wajib.

Tatacara Dan Etika Salam
Tatacara dan etika salam yang dianjurkan Rasulullah banyak terdapat di dalam Alquran dan hadits. Berikut ini beberapa tatacara dan etika salam, sebagaimana yang dipaparkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat, KH. Hafidz Utsman, kepada Alhikmah.

Pertama, Salam diungkapkan ketika hendak memasuki rumah.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS. An nur : 27).

Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. (QS. An nur : 61).

Kedua, Salam diungkapkan dari junior kepada senior, dari pejalan kepada yang duduk, dari yang yang sedikit kepada yang banyak, dari yang berkendaraan kepada yang berjalan.

Rasulullah Saw bersabda, ucapkanlah salam dari yang kecil kepada yang besar, dari pejalan kepada yang duduk,dari yang kumpulan yang sedikit kepada kumpulan yang banyak. (HR Bukhari Muslim). Diriwayat yang lain Imam Muslim menembahkan, dari orang yang naik kendaraan kepada yang berjalan.

Ucapan salam dari yang kecil kepada yang besar dalam prakteknya menurut KH. Hafidz Utsman bisa antar seorang anak kepada ayah atau murid kepada gurunya. Etika pengucapan salam bagi anak kepada ayah atau murid kepada ulama di dalam pergaulannya boleh juga dengan cium tangan.

Adapun etika sapaan salam antara sesama masih menurut Hafidz Utsman, dalam prakteknya bisa dengan mushafahah yaitu dengan jabat tangan. Namun jabat tangan di sini dibatasi hanya antara laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan atau laki-laki dengan perempuan yang muhrim.

Sedangkan etika salam bagi orang yang bukan muhrim cukup dengan menyampaikan salam tanpa harus berjabat tangan. Karena jabat tangan bagi orang yang bukan muhrim, hukumnya haram walaupun dari bawahan kepada atasan.

“Budaya salaman dengan yang bukan mahram sudah muncul di kita. Ini yang salah di masyarakat, apalagi bersalaman dengan cium pipi kanan dan cium pipi kiri. Salam itu sesungguhnya untuk memberikan keuntungan dan keberkahan. Tapi, kalau dilakukan dengan cara yang haram bukan keuntungan yang didapat, tapi dosa karena berbuat maksiat,” kata Hafidz Usman.

Atau bagi orang yang sangat sulit berjabat tangan, baik itu karena berjauhan atau berdesakan cukup dengan membaca salam dengan mengangkat satu tangan. Setelah itu tangan tersebut boleh diletakan di dada atau tangannya dicium ke bibir.

Ketiga, salam tidak hanya disampaikan kepada orang yang masih hidup.

Mengucapkan salam ini juga tidak terbatas kepada orang yang hidup, kepada yang meninggal juga dianjurkan mengucapkan salam. Ucapan yang dianjurkan Rasulullah Saw, ketika lewat kuburan adalah assalamualaikum ya ahla dar kaum mukimin (Keselamatan bagimu wahai penghuni kuburan).

Keempat, salam tidak boleh disampaikan kepada orang non muslim.

Sapaan salam kepada non muslim sudah diatur dalam ajaran Islam. Hal ini dijelaskan di dalam hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda, “Jangan kamu memulai mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nashrani, apabila kamu bertemu dengan mereka di jalan maka sempitkan jalannya”. (HR.Muslim).

“Andaikan orang non muslim mengucapkan salam kepada orang muslim maka jawab saja terimakasih. Hal ini sama saja dengan kebaikan pergaulan. Mereka tidak mengenal salam, maka kita tidak perlu mengucapkan salam. Cari saja bahasa pergaulan lainnya,” ungkap Hafidz Utsman.

Keutamaan dan Manfaat Salam
Keutamaan salam terdapat dalam hadist dari Ibn Salam, ia berkata, saya mendengar Rasulullah menyampaikan pesan. Hai manusia tebarkanlah (afsus) bacaan salam, berilah sumbangan makanan, hubungkanlah ikatan tali silaturahim dan shalatlah ketika manusia tertidur. Maka engkau nanti jaminannya akan masuk surga penuh dengan keselamatan. (HR at Tirmidzi).

\Afsus atau tebarkan itu memiliki makna biasakan membaca salam. Pengertiannya ada dua yaitu; membiasakan membaca salam dan juga mengajak orang agar membiasakan salam. Sehingga, orang tersebut mendapat jaminan tiket surga.

Selain itu, kebiasaan menebar salam itu merupakan ciri khas kemabruran haji yang layak mendapat surga. Dalam sebuah hadist disebutkan “Haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga. Para sahabat berkata apa haji mabrur itu. Rasulullah bersabda engkau memberi makanan, dan menebar salam. (HR Bukhari, Muslim dan Imam Ahmad).

Lafadz salam yang terdiri dari kata assalamualaikum, warahmatullah dan wabarakatuh, setidaknya mengandung tiga keutamaan sekaligus yang akan didapatkan oleh seseorang yang mengucapkan atau menjawabnya, diantaranya, keselamatan, rahmat dan berkah.

Keselamatan artinya dia selamat dunia dan akhirat. Sedangkan rahmat adalah kebaikan dari Allah, baik yang sifatnya lahir maupun batin, atau bisa juga diartikan kasih sayang Allah.

Adapun keberkahan sebagaimana yang telah dijelaskan pada edisi sebelumnya, bermakna bertambah-tambah kebaikan (ziyadatul khair). Berkah juga sebagai sesuatu yang tidak terlihat secara kasat mata. Orang yang bisa merasakan berkah atau tidaknya sesuatu adalah orang yang bersangkutan.

Salam selain memiliki keutamaan-keutamaan sebagaimana yang dijelaskan di dalam berbagai hadits, juga memiliki manfaat yang banyak. Hal tersebut diungkap Pronowo, SE penulis buku “Spiritual Quantum Smile”.

Manfaat tersebut, diantaranya:

Manfaat Salam Antar Sesama Muslim
Membiasakan salam kepada setiap orang Islam, baik yang dikenal atau yang tidak dikenal setidaknya akan membangun cinta kasih, membentuk pribadi-pribadi yang beriman, dan akan dimasukkan oleh Allah dalam kelompok umat yang akan masuk surga.

Rasulullah Saw. bersabda Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya. Demi Allah. Kamu tidak akan masuk syurga sehingga kamu beriman, dan kamu akan beriman sehingga kamu saling cinta kasih. Maukah kamu saya tujukan kepada sesuatu yang jika kamu kerjakan maka kamu saling bercinta kasih? Tebarkanlah salam di antara kamu (HR Muslim)

Manfaat salam di dalam keluarga
Setiap hari kita selalu bertemu anggota keluarga. Rutinitas pertemuan yang dilakukan jika dibiasakan mengucapkan salam maka efek yang langsung dirasakan adalah kebersamaan, ketenangan, kebahagiaan dan kepercayaan orang tua dalam melepaskan anak-anaknya pergi serta kepercayaan anak melepaskan orang tuanya pergi mencari nafkah. Rasulullah bersabda “Hendaklah mengucap salam yang muda kepada yang lebih tua.”(HR Bukhari)

Manfaat Salam di Lingkungan Tetangga
Tetangga merupakan orang yang berada di dekat rumah kita. Setiap saat kita sering bertemu tetangga. Rutinitas pertemuan yang dilakukan jika dibiasakan mengucapkan salam maka efek yang langsung dirasakan adalah, ketentraman, kerukunan dan kenyamanan.

Manfaat Salam di Sekolah, Kampus dan Pengajian
Kita sering berjumpa teman, sahabat maupun teman baru. Pertemuan yang ada jika dibiasakan mengucapkan salam, maka efek yang langsung dirasakan adalah kedamaian, ketenangan dan tali persaudaraan yang begitu erat.

Manfaat Salam di Perusahaan
Perusahan merupakan tempat pertemuan antara antara atasan dan bawahan. Apabila pertemuan ini dibiasakan dengan mengucapkan salam, maka efek yang langsung dirasakan adalah kenyamanan dalam bekerja, kepercayaan atasan terhadap bawahan, meningkatnya loyalitas pekerja serta terbangunnya kekuatan kebersamaan dalam mencapai visi misi perusahaan

Manfaat Salam di Jalan
Kita sering berjumpa dengan orang yang dikenal maupun tidak dikenal. Pertemuan di jalan ini jika kita mengawali mengucapkan salam, maka kita akan bertambah akrab, terasa bahagia, imajinasi positif terhadap orang lain yang selalu terbangun, serta adanya perasaan tenang dalam setiap langkah perjalanan.

Rasulullah bersabda,“Hendaknya orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan. Yang berjalan kepada yang dduk yang sedikit kepada yang banyak.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Salam, sebagaimana yang diungkap anggota Dewan Syariah Nasional MUI Pusat, Dr. Setiawan Budi Utomo, memang hakekatnya doa sekaligus sikap dan karakter positif dalam berinteraksi dengan lingkungan yang senantiasa mengharapkan kebaikan dan kedamaian bagi semuanya.

Filosofi salam, masih menurut Dr. Setiawan, sangat dalam dan luas seluas tujuan syariah yang membawa maslahat dan rahmatan lil ‘alamin. Budaya membumikan salam akan menumbuhkan lingkungan keluarga serta lingkungan sosial lainnya menjadi kondusif. Baik bagi ketenangan, kedamaian jiwa, suburnya empati dan simpati kepada orang lain.

Coba dan rasakan. Lalu – meminjam Mario Teguh – perhatikan apa yang akan terjadi!

Penulis : Muhammad Yasin
Penyunting : hbsungkaryo
Liputan : Muhammad Yasin dan Siti Rokayah
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 47

0 komentar:

Posting Komentar