Kumpulan tulisan Muhammad Yasin, Wartawan, Blogger dan pebisnis online

Rabu, 30 Maret 2011

Di Villa Domba Suhadi Tersenyum Menikmati Pensiun

Dunia bisnis memang unik. Perlu improvisasi agar tidak berpikir stagnan, terpaku pada rencana tertulis yang seolah tak memiliki ruang untuk perubahan. Tak jarang, kesuksesan diraih, justru tanpa sengaja, saat kita mampu menjawab tantangan zaman. Dengan begitu, bukan mustahil, sekali mendayung, dua, tiga, empat,..... pulau bisa terlampaui.

Begitulah pengalaman Suhadi Sukama, pemilik sekaligus Dewan Komisaris PT Villa Domba Niaga Indonesia, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang penggemukan dan pembibitan domba Garut, di Kabupaten Bandung.

Mulanya ia menggarap bisnis perkebunan vanila. Ternyata budi daya vanilla yang membutuhkan banyak pupuk, memaksa Suhadi untuk menghemat pembelian pupuk dengan cara memelihara domba.

Dari situlah muncul ketidaksengajaan itu. Domba yang semula hanya dimanfaatkan kotorannya saja terus bertambah, seiring kebutuhan pupuk yang juga kian meningkat. Bahkan kemudian, menjadi salah satu kran bisnis yang mengalirkan banyak keuntungan.

Dampaknya, bisnis budidaya tanaman Vanila pun berjalan mulus, lantaran ditunjang kelancaran suplai pupuk yang berasal dari kotoran domba. Tombak bermata dua, begitu Suhadi menyebut bisnis yang saat ini tenga ia geluti bersama keluarganya, di kawasan Perbukitan Desa Jatisari, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung.


Dikenal Senang Berbagi Ilmu

Nama Villa Domba memang cukup dikenal oleh masyarakat peternak domba di Jawa Barat. Selain memiliki manajemen yang tergolong rapih, mereka pun senang berbagi ilmu dengan para peternak, atau siapapun yang ingin terjun menyelami bisnis ternak domba.

Saat ini, bisnis ternak domba dengan sistem pemberdayaan peternak yang diterapkan Villa Domba sudah melibatkan 100 Kepala Keluarga (KK) di sekitar lokasi. Setiap KK diberikan amanah hingga 10 ekor domba. Dari 100 Mitra Peternak itu, tak kurang dari 100 ekor domba bisa terjual setiap bulannya.

Bisnis peternakan Villa Domba tidak semata terfokus pada pola penggemukkan domba seperti peternak pada umumnya. Pola pembibitan, mulai dari produksi anak domba yang dijual ke peternak lain untuk penggemukkan dan produksi anak domba yang dipelihara untuk penggemukkan jelang kurban, juga di terapkan di perusahaan keluarga ini.

Impian 10 tahun silam
Memiliki bisnis sendiri memang sudah menjadi impian Suhadi Sukama sejak tahun 2000, saat ia masih berstatus sebagai karyawan PT Pertamina Gas (Pertagas), perusahaan yang bergerak dalam sektor hilir industri gas Indonesia yang berkedudukan di Jakarta.

Saat itu ia berpikir, sembilan tahun ke depan, tahun 2009, ayah empat anak ini akan menghadapi masa pensiun. “Pegawai itu berani memulai, harus berani juga mengakhiri. Saya bisa nebak kalau nanti saya pensiun bagaimana keluarga saya. Padahal mereka harus bertahan hidup. Kadang orang saking sibuknya lupa bahwa kelak ia akan keluar kerja,” ungkap pria kelahiran Cirebon 5 Mei 1950 itu, kepada Alhikmah.

Bisnis Vanila kemudian menjadi daya tarik Suhadi, lantaran harganya yang tak pernah turun dari tahun ke tahun. Sayangnya, kualitas vanila Indonesia dipandang sebelah mata, sehingga tak layak ekspor.

Inilah yang kemudian menjadi pemicu semangat bisnis Suhadi. “Saya agresif dalam bisnis setelah memperhitungkan risikonya. Kalau bisnis ngambil yang risikonya rendah, sudah banyak orang yang main disitu, dan pasarnya akan jenuh,” ungkap lulusan Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1979 ini.

Setelah banyak mempelajari literatur tanaman Vanila, tahun 2002 secara bertahap Suhadi membeli lahan di kawasan Banjaran, Kabupaten Bandung. Setelah penanaman Vanilla berlangsung, Suhadi tidak menyangka jika ternyata kebutuhan pupuk untuk merehabilitasi tanah begitu besar. Sekitar 30 ton per hektar lahan yang ditanami vanila.

Padahal, harga pupuk saat itu mencapai Rp 1000 perkilogram, atau sekitar 30 juta rupiah sekali pupuk. Dalam setahun, tanaman vanila idealnya dipupuk sebanyak dua kali. Berarti selama setahun, Suhadi harus mengeluarkan uang sebanyak 60 juta rupiah.

Suhadi pun putar otak. Ia akhirnya berpikir untuk beternak domba saja agar kotorannya bisa ditampung dan dijadikan pupuk, ketimbang harus membeli pupuk dengan harga yang selangit.

Awalnya hanya 8 ekor domba yang dipelihara. Namun, tak lama berselang, jumlah itu bertambah menjadi 30 ekor, dan terus berreproduksi hingga memenuhi kapasitas pemupukan yang ideal.

Suhadi menjalani bisnis ini saat ia masih bekerja di Pertagas. Saban akhir pekan, hari Sabtu dan Ahad, Suhadi bersama sang istri tercinta Tuti Setiawati, menyempatkan diri ke Bandung.

Mereka berdua tanpa sungkan menginap di kandang domba, ditemani temaram cahaya lampu petromak. “Saya pake senter ke sini dan tidur sama istri pake jaket. Itu ga masalah bagi istri saya. kita mau nginep dimana saja oke. Sama seperti saya kecil,” tutur pria yang saat masih kecil sempat merasakan hidup di pasar Induk Babatan, Bandung (sekarang Pasar Baru).

Lantaran kerap terlihat dijadikan tempat menginap oleh pemiliknya, masyarakat sekitar menyebut lokasi kandang domba itu dengan nama Villa Domba. Sebuah ‘satir’ dari masyarakat, yang kelak menjadi merk usaha mereka.

Pensiun Sambil Tersenyum
Tepat bulan Maret tahun 2009 lalu, masa pensiun itu tiba. Suhadi Sukama pun tersenyum. Jerih payah usaha bisnisnya yang telah ia rancang sembilan tahun silam dengan peluh bercucuran telah membuahkan hasil.

Bentangan lahan seluas 7 hektar, persis di belakang rumah peristirahatannya di Kabupaten Bandung, selain dimanfaatkan untuk budidaya Vanila, juga tanaman lainnya semisal kopi, jati dan tentunya peternakan domba. Total aset usahanya kini mencapai milyaran rupiah.

Dalam masa pensiunnya di perbukitan Desa Jatisari, pasangan Suhadi Sukama – Tuti Setiawati tampak begitu bahagia. Sesekali mereka menatap santai kedua buah hatinya, Agus Ramada Setiadi dan Alam Yanuardi, yang tengah asyik memandu para wisatawan yang sengaja datang, sekedar menikmati suasana yang menyejukkan, atau bahkan ingin menyelami resep sukses bisnis keluarga ini.

Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah Edisi 45

Jumat, 25 Maret 2011

Saifullah Sirin DT Raja Mangkuto Disiplin Shalat Memacu Semangat Berkarya

Siang itu, jelang adzan zuhur berkumandang, seorang pria tengah duduk di dalam Masjid Darussalam bilangan Pasirwangi, Regol, Bandung. Sosok yang akrab disapa pak Haji itu tak lain adalah Saefullah Sirin Datuk Raja Mangkuto, pendiri perusahaan penerbit buku pelajaran terbesar di negeri ini, PT Grafindo.

Sepuluh menit sebelum adzan berkumandang, Pak Haji memang sudah terbiasa berada di dalam masjid, terutama sepuluh tahun terakhir. Inilah komitmen dia untuk mewujudkan keinginan kedua orangtuanya yang selalu berpesan agar jangan telat melaksanakan shalat.

Masih tertanam dalam benak Sirin, bagaimana setiap kali bersua, orangtuanya dulu selalu bertanya, “Ful kamu sudah shalat?” Pertanyaan ini bahkan terus terlontar saat pak Haji sudah berkeluarga dan memiliki anak.

“Sampai menjelang akhir hayat pun, ibu mengingatkan saya untuk menjaga shalat. Ibu bilang Ful, Kamu bikin masjid, kamu bikin panti asuhan dan lain-lain Itu ngga ada apa-apanya kalau shalatnya ngga betul,” kata pria kelahiran Curup, Bengkulu, 8 Agustus 1946 ini mengenang pesan terakhir sang ibu.

Pak Haji pertama kali merintis bisnisnya bermula sekitar tahun 1970. Ia merantau ke Bandung menikahi seorang gadis bernama Dewi Murni. Untuk memenuhi nafkah keluarganya pak Haji bekerja serabutan di sebuah perusahaan percetakan milik Kakak iparnya di bilangan Ciateul, Bandung.

Gaji 20 ribu yang diterima Pak Haji setiap bulannya hanya mampu bertahan selama seminggu. Lantas Ia mencari penghasilan tambahan dengan menawarkan jasa pembuatan kartu nama dan kartu undangan.

Tak disangka, usaha sampingannya ternyata berkembang pesat. Tahun 1973, Pak Haji mendirikan usaha percetakan bernama Karya Kita di kawasan Sawah Kurung, Bandung, dibantu 5 karyawan. Tahun 1982, ia kemudian pindah ke wilayah Pasirluyu, masih Bandung. Di tempat barunya ini Pak Haji menjalankan usaha dengan didukung 40 orang karyawan.

Grafik usaha yang terus meningkat ini lantas membuat Pak Haji terlena oleh kemilau dunia. Pesan orangtua agar tidak terlambat shalat acap terlupakan oleh kesibukannya. “Kadang saya lalai. Adzan sudah terdengar saya masih ngobrol. Saya menyadari itu kesalahan besar karena saya sengaja melalaikan shalat,” tutur ayah empat anak ini.

Maka pada tahun 1985 sepulang dari tanah suci, Mekah, Sirin mendirikan masjid Darusalam di area perkantorannya. “Orang tua bilang nilai ibadah kita kan berangkat dari shalat dulu. Kalau shalatnya jelek maka ibadah yang lainnya menjadi sia-sia. Nah untuk mengisi haji ini dan ibadah lainnya saya memperbaiki ibadah shalat dengan mendirikan masjid,” kata Pak Haji.

Melalui prinsip ini pula, Pak Haji bersemangat menambah pundi-pundi amal ibadah lainnya. Pada Tahun 1987 ia mendirikan tabloid Salam sebagai bentuk syiar ajaran Islam. Di puncak kejayaannya sekitar tahun 1992 tabloid ini mampu mencapai oplah 50 ribu eksemplar, dengan distribusi merambah hingga ke Sumatera. Sayangnya, di tahun yang sama, tabloid ini terpaksa tutup lantaran masalah klasik, finansial.

Saifullah tak lantas menyerah. Meskipun Tabloid Salam sudah tak lagi terbit, Percetakan karyaKita tetap berjalan. Ia kemudian mendirikan penerbit buku pelajaran bernama Grafindo pada tahun 1995.

“Dengan shalat, etos kerja saya semakin tinggi untuk terus berkarya. Hal ini akan terasa jika kita sudah memahami makna shalat. Kalau shalat masih beban itu tidak berpengaruh,” kata Pak Haji.

Selain Grafindo, empat perusahaan lainnya pun tak lama kemudian berdiri: Salamadani, usaha yang bergerak di bidang penerbitan buku Islam. Karsamandiri usaha yang bergerak di bagian pemasaran produk karyakita. Sinar Nusantara Semesta (SNS) usaha yang bergerak di bidang transportasi, khususnya Jawa Sumatera. Seluruhnya tergabung dalam Saifullah Sirin Grup (SSG).

Hasil dari jerih payahnya ini lantas ia dirikan beberapa lembaga yatim piatu, masjid, lembaga sosial dan pesantren. Salah satu pesantren yang beliau ikut ia dirikan bersama rekan-rekannya adalah pesantren cabang Gontor yang sedang dibangun di Nagari Sulit Air, Sumatera Barat. Pembangunan Pesantren ini memakan biaya hingga 3 Milyar Rupiah.

Prinsip Shalat yang dipegang Saifullah telah banyak mewarnai kehidupannya selama ini. Sebagai seorang muslim, kenikmatan shalat yang telah ia rasakan tentu tidak ingin ia rasakan sendiri. Ia lantas bagi-bagikan kepada keluarganya dan seluruh karyawannya.

“Disiplin shalat itu membutuhkan hidayah. Mendapatkan hidayah ini ngga mudah. Tantangan dunia ini menyilaukan, apalagi dengan ekonomi yang terbatas dan keimanan yang pasang surut. Maka disiplin shalat itu perlu contoh dari pimpinan. Barangkali dengan keteladan saya ini bisa menjadi teladan bagi para karyawan dan keluarga saya,” kata Pak Haji.

Selain dengan keteladanan, Pak Haji juga memberikan hadiah kepada karyawan yang shalat tepat waktu. Hadiah tersebut berupa berangkat Haji. Tapi tidak hanya shalat tepat waktu yang menjadi syaratnya, syarat lain adalah masa kerja minimal 5 tahun dan tidak memiliki catatan buruk semasa kerjanya.

Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 44

Dr (HC) H. Muhammad Bhakty Kasry Sukses Membangun Pandulogistik dengan Shalat

Dr (HC) H. Muhammad Bhakty Kasry merupakan sosok yang tidak asing lagi di dunia jasa pengiriman barang. Ya, dialah pendiri PT Pandu Logistik. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kurir bertaraf internasional yang melayani rute domestik.

Mantan salesmen di perusahaan jasa pengiriman internasional, DHL, ini berhasil membawa PT Pandu Logistik meraih Transportation and Logistic Award dari Frost & Sullivan Asia Pacific yang digelar di Singapura tahun 2009 lalu.

Semula, saat berdiri tahun 1992, Pandu Logistik hanya bermodal sebuah ruko (rumah toko_red) pinjaman. Kini, setelah 18 tahun berlalu, Pandu Logistik memiliki 155 agen besar yang tersebar di seluruh kota di Indonesia. Keberhasilannya kemudian dilanjutkan dengan mendirikan beberapa anak perusahaan lainnya, antara lain: PT Indah Jaya Express (IJX), perusahaan layanan kurir, distribusi dan project internasional. PT Tritama Bella Transindo, perusahaan dalam bidang pengiriman barang darat dan laut. PT Pandu As Shofa (PAS), perusahaan travel haji dan umrah. Serta Yayasan Pandu Mardhika, yang bergerak dalam bidang sosial.

Sumpah Shalat Subuh Berjamaah
Delapan tahun silam, 22 Agustus 2002, Bhakty Kasry berangkat ke pantai Senggigi Mataram Lombok untuk mengikuti pengajian Ustadz Muhammad Arifin Ilham.

Tidak disangka di tengah acara pengajian, Ustadz Arifin Ilham menatap Bhakty Kasry seraya berkata, “ayahanda, sudah terlalu banyak karunia yang diberikan Allah kepada ayahanda. Apa alasan ayahanda tidak menjalankan shalat subuh di masjid?”

Bak petir di siang bolong, teguran Ust Arifin Ilham menghentakkan hatinya. Tapi anehnya pria kelahiran Medan 30 April 1953 ini tak sedikitpun merasa sakit hati. Dihadapan Ustadz Arifin Ilham serta jamaah yang hadir Ia malah berucap sumpah, “demi Allah aku bersumpah, tidak akan meninggalkan shalat shubuh berjamaah.”

Ustadz Arifin Ilham lantas memberi saran agar Bhakty menjalankan shalat subuh berjamaah selama 40 hari berturut-turut di masjid atau mushala. Cara ini ditempuh supaya menghilangkan rasa malas yang selama ini membelenggu.

Sejak saat itu suami dari Ellin Susemsiati ini tak pernah ketinggalan menunaikan shalat subuh berjamaah. Ia merasakan dengan shalat subuh berjamaah di masjid, hatinya menjadi tenang, daya kontrolnya menjadi tinggi, etos kerjanya pun kian terpacu. Dan yang paling utama, seluruh aktivitas ia kerjakan dengan tanpa beban, melainkan semata berharap meraih ridha-Nya.

Bahkan, HM Bhakti Kasry gemar melakukan safari ke 40 masjid yang berbeda di Jakarta untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah.

“Shalat subuh berjamaah itu banyak fadhilahnya. Qabliah Subuh lebih baik dari dunia, shalat subuh kayak ibadah semalam suntuk, malaikat menyaksikan, dapat ampunan, dijauhkan sifat munafik,” kata ayah tiga orang anak ini tegas dengan logat khas Medannya.

Pemetaan Masjid saat Bepergian ke Luar Negeri
Jaringan kerjasama yang dibangun HM Bhakti Kasry di lingkup bisnis jasa kurirnya sudah tersebar di seluruh dunia meliputi: Asia, Timur Tengah, Eropa, Australia, Amerika latin, Amerika Serikat, Kanada dan Afrika Utara.

Tak heran jika travelling ke luar negeri sudah menjadi bagian dari rutinitasnya. Dua hal yang menjadi kebiasaan dia sebelum memutuskan travelling ke luar negeri, utamanya ke negeri yang berpenduduk minoritas muslim, yakni pemetaan masjid serta restoran halal.

“Kalau mau ke luar negeri kita mapping dulu masjid dan halal food. Semuanya kita atur, kita konfirmasi sama travel sana harus berhenti,” ujar pengusaha yang dekat dengan para habib dan ustadz ini.

Pernah suatu hari di Pattaya Thailand, ketika waktu shalat Subuh tiba, HM Bhakti memasuki masjid. Namun, betapa herannya dia, tak seorang pun yang tampak datang ke masjid, hingga akhirnya dia sendiri yang melaksanakan shalat subuh, tanpa berjamaah.

Kejadian serupa kembali terulang di Kanada. Setelah menemukan masjid, HM Bhakti kemudian menunggu jamaah sampai 15 menit. Namun tak ada yang kunjung datang. Terpaksa, salah seorang rombongan kemudian mengumandangkan adzan, dan shalat pun digelar.

Tahun 2008, saat berangkat ke China, HM Bhakti Pernah mengalami kecolongan waktu shalat. Seperti biasa sebelum pergi ia susun peta masjid untuk shalat subuh dan isya serta restoran halal. Ternyata ia kecolongan waktu shalat jumat. Sedangkan pemberangkatan pesawat tak jauh dari waktu selesai shalat jumat. Setelah mencari kesana kemari, ternyata masjid terdekat jaraknya pun tak memungkinkan untuk ditempuh. Akhirnya, shalat jumat pun digelar bersama delapan orang rombongan di bandara.

Penghargaan diberikan kepada karyawan
Kenikmatan yang dirasakan Bhakty tak lantas dirasakan sendiri. Pria yang gemar bermain sepak bola ini kemudian mengajak para karyawannya untuk shalat berjamaah tepat waktu di masjid, terutama shalat subuh.

Tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2002, Bhakty menginstruksikan karyawannya untuk shalat shubuh berjamaah di masjid yang telah ditentukan oleh perusahaan. Untuk itu, mereka diberikan tunjangan khusus transportasi.

Selain memberikan tunjangan transportasi, pria yang sempat menjadi cleaning service di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) ini juga memberikan penghargaan (reward) khusus untuk para karyawan yang shalat tepat waktu. Penghargaan tersebut berupa pemberian fasilitas kepemilikian kendaraan, rumah, rekreasi ke luar negeri, hingga umrah dan haji.

Menurut Bhakty Kasry, salah satu indikator karyawan yang bagus itu dilihat dari tepat waktunya mereka melaksanakan shalat berjamaah di masjid.

“Aku tuh, kalau melihat Iman dan takwanya orang, lihat saja Subuh dan Isyanya ke masjid atau ngga. Orang yang shalat itu sama Allah saja dia nurut. Itu cikal bakal orang sukses. Agama adalah pangkalnya. Kalau agamanya baik insyaallah maka baik yang lainnya.” Ujar peraih gelar Doctor Honoris Causa di bidang manajemen transpotasi dari Jakarta Institute of Management Studies tahun 2001 ini.

Bagi HM Bhakti, teladan pemimpin adalah hal yang sangat penting bagi kemajuan perusahaan. Ketika perusahaan menerapkan disiplin shalat kepada para karyawannya, maka pemimpinlah yang harus lebih dulu melakukannya.

Muhammad Yasin
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 44

Disiplin Shalat Membawa Nikmat

“Sebuah riset di Amerika menegaskan,bahwa shalat dapat memberikan kekuatan terhadap tingkat kekebalan tubuh orang-orang yang rajin melaksanakannya melawan berbagai penyakit, salah satunya penyakit kanker.”

Allah SWT dalam menyampaikan wahyunya kepada Nabi Muhammad Saw menggunakan perantara Malaikat Jibril. Namun wahyu untuk perintah shalat, tidak seperti biasanya. Allah SWT saat itu langsung mengundang Nabi Muhammad Saw ke langit.

Bahkan dalam beberapa riwayat Bukhari dan Muslim, isi hati Rasulullah dibersihkan dulu dengan cara dibedah oleh malaikat Jibril. Pertemuan Allah SWT dan Nabi Muhammad Saw ini kemudian dikenal dengan sebutan peristiwa Isra Miraj.

Shalat merupakan salah satu ibadah wajib diantara ibadah-ibadah wajib lainnya. Sebagaimana termaktub dalam alquran surat Ibrahim ayat 31. “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: Hendaklah mereka mendirikan shalat..”

Tapi shalat memiliki perbedaan dari ibadah wajib lainnya. Perbedaan tersebut selain dari segi penerimaan wahyu secara langsung, juga terletak dari penekanan keutamaan shalat itu sendiri.

Jika dengan alasan yang dibenarkan oleh syariat seseorang tidak mampu mengerjakan kewajiban shaum, zakat dan haji, itu tak menjadi soal. Lain halnya dengan shalat. Seandainya tak tersedia air untuk bersuci, maka gunakan debu, yang kita kenal dengan istilah tayamum. Jika tengah dalam perjalanan, ada dispensasi dengan meringkaskan shalat (shalat Safar). Ketika tak mampu berdiri, maka ada keringanan dengan cara duduk. Jika tidak mampu duduk, maka berbaringlah. Jika tidak bisa dengan berbaring, maka gunakan isyarat mata.

Jika tidak hafal bacaan-bacaan shalat, bacalah takbir atau bacaan lainnya yang mudah. Bahkan, saat berada di tengah medan pertempuran pun, shalat harus tetap ditegakkan (Shalat Khauf). Perintah shalat baru bisa gugur apabila seseorang mengalami kehilangan ingatan (gila) dan perempuan sedang mengalami masa haidh dan nifas.

Maka tidak aneh jika kemudian Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa menjaganya (shalat), maka shalat itu baginya menjadi cahaya, bukti dan keselamatan di hari kiamat. Siapa yang tidak menjaganya, maka shalat itu tidak menjadi cahaya baginya, tidak menjadi bukti, dan tidak menjadi keselamatan. Dan di hari kiamat dia itu bersama Qarun, Firaun, Hamam, dan Ubaiy Ibnu Khalaf.” (HR Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al Haitsami).

Definisi dan Dimensi
Nabil Abdurrahman, Lc dalam artikelnya “Manfaat Dimensi Shalat dalam Sendi Kehidupan Manusia” menuliskan terminologi shalat sebagai sebuah ibadah yang terdiri dari beberapa ucapan dan gerakan yang sudah ditentukan aturannya yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. 

Lebih jauh, definisi ini merupakan hasil rumusan dari apa yang disabdakan Nabi SAW: “Shalatlah kalian, sebagaimana kalian melihat aku shalat”. Dengan demikian, dasar pelaksanaan shalat adalah shalat sebagaimana yang sudah dicontohkan Nabi SAW mulai bacaan hingga berbagai gerakan di dalamnya, sehingga tidak ada modifikasi dan inovasi dalam praktik shalat.

Adapun secara etimologi, Nabil mengatakan, bahwa Shalat bermakna doa. Shalat dengan makna doa tersirat di dalam salah satu ayat al-Qur;an: “Dan shalatlah (mendo’alah) untuk mereka. Sesungguhnya shalat (do’a) kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(QS. At-Taubah: 103)

Shalat diartikan dengan doa, karena pada hakikatnya shalat adalah suatu hubungan vertikal antara hamba dengan Tuhannya, sebagaimana sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya hamba, apabila ia berdiri untuk melaksanakan shalat, tidak lain ia berbisik pada Tuhannya. Maka hendaklah masing-masing di antara kalian memperhatikan kepada siapa dia berbisik”.

Ia mengklasifikasikan pengaruh shalat ke dalam Tiga dimensi: Dimensi Rohani, Dimensi Sosial, dan dimensi medis.

Dimensi Rohani Shalat mencakup kesadaran sepenuhnya apa yang dilakukan dan apa yang diucapkan dalam shalatnya. Dalam hadist riwayat Abu Hurairah di sebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Berapa banyak orang yang melaksanakan shalat, keuntungan yang diperoleh dari shalatnya, hanyalah capai dan payah saja." (HR. Ibnu Majah).

Seorang yang tidak mampu berdiri karena sakit, bisa mengganti gerakan berdirinya dengan hanya duduk, mengganti gerakan ruku'nya dengan isyarat sedikit membungkuk. Demikian juga sujudnya. Tidak bisa berdiri diperbolehkan duduk. Tidak bisa duduk dengan berbaring dan sebagainya.Sedangkan gerakan batin tidak bisa di ganti. Ini yang mutlak harus ada. Tanpa kehadiran hati, shalat hanya merupakan gerakan tanpa arti.

Dimensi Sosial Shalat mengandung arti bahwa shalat merupakan salah satu rukun Islam yang mendasar dan pijakan utama dalam mewujudkan sistem sosial Islam. Setelah seorang hamba melakukan hubungan (komunikasi) yang baik dengan Allah, dengan melaksanakan shalat, maka diharapkan hubungan yang baik tersebut juga berdampak pada hubungan yang baik kepada sesama manusia.

Hal ini diwujudkan dengan jaminan melakukan apa saja yang dibenarkan syariah guna membantu saudara-saudaranya yang memang membutuhkan. Yang kaya membantu yang miskin, yang kuasa membantu yang teraniaya, yang berilmu membantu yang masih belajar, supaya terjadi hubungan yang serasi dan harmonis.

Dimensi Medis Shalat, mencakup bagaimana shalat itu berdampak langsung terhadap kesehatan fisik seorang muslim. Sebuah riset di Amerika menegaskan,bahwa shalat dapat memberikan kekuatan terhadap tingkat kekebalan tubuh orang-orang yang rajin melaksanakannya melawan berbagai penyakit, salah satunya penyakit kanker.

Riset itu pun mengungkapkan, tubuh orang-orang yang shalat jarang mengandung persentase tidak normal dari protein imun Antarlokin dibanding orang-orang yang tidak shalat. Protein imun Antarlokin adalah protein yang terkait dengan beragam jenis penyakit menua, di samping sebab lain yang mempengaruhi alat kekebalan tubuh seperti stres dan penyakit-penyakit akut.

Hikmah Menjaga Shalat
Allah SWT menyampaikan perintah shalat kepada nabi Muhammad Saw ketika peristiwa Isra Mi’raj, dengan lima waktu yang berbeda-beda dalam sehari semalam.

Yaitu ketika tampak fajar di bawah ufuk sebelah timur (Subuh), ketika tergelincirnya matahari (Zuhur), ketika panjang bayang-bayang benda melebihi panjang benda itu sendiri (Asar), ketika tenggelamnya matahari (Magrib) dan ketika hilangnya mega merah (Isa).

Berkaitan dengan pembagian waktu shalat, Wijaya Kusumah, seorang motivator sekaligus praktisi ICT (Information & Communications Technology) ini meyakini adanya hikmah yang terkandung di dalamnya.
Sholat Subuh misalnya, dikerjakan waktu fajar, agar manusia terbangun dari tidurnya. Shalat Zuhur dilaksanakan di siang hari, agar manusia ingat akan Tuhan-Nya saat sedang asyik-asyiknya bekerja.

Shalat Asar dilaksanakan sore karena manusia semakin sibuk dengan urusan dunianya. Maka, Allah memintanya untuk mendirikan shalat.

Ketika waktu magrib menjelang, maka mulailah matahari terbenam yang menandakan waktu siang telah berakhir dan malam akan segera menjelang. Sedangkan Shalat Isa, manusia diminta melakukan refleksi diri tentang apa yang telah dilakukannya seharian.

“Dari perbedaan waktu sholat itu, jelas sekali bila Allah selalu mengingatkan kita sebagai hambanya agar menyembah Tuhan yang telah menciptakannya,” kata Wijaya.

Sebuah penelitian bersumber dari National Geographic 2002 Road to Mecca menyebutkan, Doktor Neurologi sekaligus muallaf asal Amerika Serikat, Dr. Fidelma menemukan beberapa urat saraf di dalam otak manusia yang tidak dimasuki oleh darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup supaya otak berfungsi normal.

Darah tersebut akan memasuki urat saraf di dalam otak hanya di saat-saat tertentu, ketika seseorang melakukan shalat, yaitu ketika sujud. Dan subhanallah, shalat yang dilaksanakan dalam lima waktu yang berbeda, adalah saat ketika urat saraf di otak kita tersebut memerlukan pasokan darah.

Selain mengandung hikmah dibalik penetapan waktu yang berbeda-beda, Shalat juga menurut Pimpinan Pondok Pesantren Alquran Babussalam, Bandung, K.H. Mochtar Adam mengandung efek positif bagi seluruh segi kehidupan manusia. Aspek tersebut mencakup; aspek kesehatan fisik, aspek kesehatan spiritual hingga aspek ekonomi seorang muslim.

”Orang yang disiplin sholat, insya Allah akan memperoleh kelapangan rezeki, keberkahan harta. Cuma untuk menjamin kedisiplinan ini dibutuhkan sebuah amalan yang terjaga, yaitu menjaga wudhu setiap saat, membiasakan baca Alquran dan membiasakan hidup dalam majelis taklim,” katanya.

Tentang relasi disiplin shalat dengan aspek ekonomi seorang muslim diamini Ketua Umum Keluarga Insan Tahajud Call Indonesia (KITa Call), Agus Hamdani. Hal ini muncul, menurut Agus, dikarenakan orang yang disiplin mengerjakan shalat tepat waktu akan memiliki etos kerja yang sangat tinggi.

“Jika kita tidak menghargai waktu, jangan berpikir etos kerja yang tinggi. Orang yang tidak menghargai waktu pasti orang yang sangat lalai. Artinya orang yang tidak mampu memenej waktunya berarti etos kerjanya lemah,” ungkap pria akrab disapa Kang Agus Almuhajir ini kepada Alhikmah.

Selain itu tambah Agus, Allah SWT memberi rumusan dalam alquran, dengan mengingat Allah, maka hati akan tentram. (QS Ar-Ra'd: 28) Shalat itu mengingat Allah. Orang yang stress tidak akan bisa bekerja dengan optimal. Begitu juga orang yang tidak tenang dan tidak konsentrasi, tak akan bisa bekerja dengan optimal.

Agar Shalat Kita Bermakna
“Celakalah orang-orang yang shalat, tetapi lalai akan (makna) shalat, yaitu mereka yang riya’ dan menghalangi pemberian bantuan” (QS. 107: 47).

Agar shalat kita bermakna, tentu tak sekedar melaksanakannya, melainkan mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam ibadah shalat itu sendiri dalam keseharian kita selaku hamba-Nya.Prosesnya tentu tidak seketika, tetapi dimulai secara bertahap.

Ketua Program Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof. Dr. H. Amir Mu'allim, MIS, sebagaimana pendapat Iqbal, membagi tahap perkembangan religiusitas seseorang menjadi tiga fase: fase keyakinan, pemikiran dan penemuan.

Fase keyakinan ditandai dengan disiplin kuat yang harus diterima oleh perseorangan maupun kelompok. Disipilin ini sebagai perintah tanpa syarat dan tanpa pengertian rasional tentang makna dan tujuan dari perintah shalat tersebut.

Fase pemikiran adalah munculnya pengertian rasional terhadap disiplin shalat dan sumber asasi kekuasaannya. Pada fase ini kehidupan agama mencari landasan metafisika, suatu pandangan yang logis mengenai dunia dan Penciptanya.

Fase penemuan, metafisika tergeser oleh psikologi. Selanjutnya kehidupan religius mengembangkan hasrat mengadakan hubungan langsung dengan realitas terakhir. Pada fase ini shalat menjadi persenyawaan pribadi antara kehidupan dan kekuasaan.

Hal ini menyebabkan seseorang mencapai kepribadian yang merdeka, namun tidak melepaskan diri dari ikatan hukum. Di sini individu menemukan sumber asasi hukum di kedalaman kesadarannya sendiri.

“Musholli (Orang yang shalat) yang akan mampu merasakan manfaat dari shalatnya adalah yang telah memasuki fase kedua dan ketiga. Untuk memasuki fase kedua dan ketiga musholli harus memproses dirinya menuju fase kedua, yaitu Fase pemikiran. Proses menuju fase kedua ini dapat dimulai dengan memahami esensi shalat dan hikmah tasyri’ yang ada dalam shalat,” ungkap Amir kepada Alhikmah.

Untuk memahami esensi shalat dan hikmah tasyrinya diawali dari pengertian perintah shalat. Perintah-perintah shalat dalam alquran, hampir semua menggunakan aqimu, aqimu bukan terambil dari kata qoma yang berarti “berdiri”. Tetapi kata aqimu itu berarti “bersinambung dan sempurna”. Sehingga perintah shalat bermakna “melaksanakan dengan baik, khusyuk dan bersinambungan sesuai dengan syarat rukun dan sunnahnya.”

Setelah memahami perintah shalat maka selanjutnya masuk ke makna shalat itu sendiri. Shalat berarti do’a. Do’a adalah keinginan yang dimohonkan kepada Allah SWT. Jika seseorang memohon, maka harus merasakan kelemahan dan kebutuhan di hadapan Dzat tempat memohon.

Shalat yang dilakukan dengan penghayatan bahwa dirinya tak lebih dari seorang hamba, yang menerima karunia berupa segala apa yang melekat pada dirinya; mulai dari bulu mata sampai detakan nafasnya dan rasa kebutuhannya akan kasih, sayang dan pertolongan-Nya, paling tidak akan memberikan kekhusyukan dalam shalat.

Esensi shalat juga dapat ditelusuri adalah dari pemahaman bahwa shalat adalah kesempatan merasakan berinteraksi dengan Allah SWT. Sebagaimana sabda Nabi tentang keutamaan surat al Fatihah yang diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Ibnu Ka’ab.

“Allah tidak menurunkan surat seperti surat al Fatihah, baik di dalam kitab Taurat dan kitab Injil. Surat al Fatihah adalah surat yang terdiri dari tujuh ayat yang terbagi menjadi dua bagian, satu bagian untuk-Ku dan satu untuk hamba-Ku.”

Bagian Allah SWT adalah saat dibaca basmallah sampai maliki yaumiddin, dan bagian hamba adalah mulai iyyakana’budu sampai waladdhollin. Memahami makna ini akan mengantarkan pada kondisi interaksi yang harmonis antara Allah dan hambaNya.

Setiap gerakan dan bacaan dalam shalat mengandung esensi dan hikmatut tasyri’ yang akan memberikan pemahaman dan penghayatan yang sangat penting bagi proses menuju fase-fase religiusitas seseorang.

Hikmah tasyri’ yang dimaksud adalah seperti kedisiplinan, kebersihan, kesehatan, sugesti kebaikan, dan kebersamaan. Pengetahuan dan pemahaman secara komprehensip akan memberikan pengertian rasional terhadap shalat dan sumber asasi shalat. Dan pada gilirannya musholli akan menemukan makna dari shalat adalah tiang agama.

Selanjutnya, untuk memasuki pada fase ketiga, adalah dengan pengamalan dan pengamalan dengan tanpa putus asa mengharap. Pada tahap inilah, sebagaimana sering dikemukakan para ustadz sebagai penemuan akan manisnya ibadah shalat. Pada fase ini, shalat adalah kebutuhan hidupnya. Wallahua’lam

Penulis : Muhammad Yasin
Penyunting : hbsungkaryo
Tim Liputan : M.Yasin dan Siti Rokhayah
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 44

Jumat, 18 Maret 2011

Busana Muslim ‘Tabrak’ Warna ala Tuneeca

Kantor Tuneeca di Jalan Rereongan Sarupi 19A Bandung, siang itu tampak sepi. Tak nampak transaksi jual beli ataupun pajangan busana muslim, sebagaimana lazimnya tempat serupa.

Namun, jangan dikira penjualan produk busana muslim etnik modern ber-brand Tuneeca ini sepi lantaran tak laku dijual. Tuneeca memilih cara lain dalam menggarap bisnis busana muslimnya. Cara itu mereka tempuh melalui jalur online, via internet.

Strategi ini tergolong ampuh. Mitos berakhirnya Ramadhan sebagai akhir panen bagi pebisnis busana muslim pada umumnya tak berlaku bagi Tuneeca. Buktinya ketika Agustus sampai September 2009 atau bulan Syaban dan Ramadhan 1430 H, penjulan busana Tuneeca melalui jalur online internet mencapai ribuan pieces.

Saat Ramadhan berlalu, tepatnya di bulan Oktober 2009, penjualan Tuneeca malah meningkat sekitar 20 persen dibandingkan bulan Ramadhan.

“Saya sempat khawatir karena para pedagang bilang setelah Ramadahan pasar sepi, tapi alhamdulillah justru penjualan Tuneeca meroket,” tutur pemilik Tuneeca, Samira Muhammad Bapagih.

Buah Kejenuhan
Gagasan bisnis busana muslim Tuneeca berawal dua tahun silam. Samira Muhammad Bapagi merasa jenuh dengan pekerjaannya sebagai asisten perancang busana di salah satu perusahaan busana muslim terkemuka di Ibu kota.

Perasaan jenuh kembali muncul tatkala ia beralih profesi, sebagai reporter fashion di salah satu tabloid wanita Islam. Ia tetap merasa tidak nyaman dengan pekerjaannya.

Dengan modal ilmu design, lulusan Akademi Seni Rupa dan Desain di Jakarta ini iseng membuat beberapa model busana muslim. Setelah dibuat rancangannya, ia pun mencoba menjahit sendiri.

Samira memiliki kelebihan dalam menerapkan permainan detil di bagian sudut busana muslimnya, baik itu dibagian sudut lengan atau sudut kerah dan sudut lainnya yang kadang dilupakan banyak orang.

Selain fokus di permainan detil, wanita kelahiran 24 Agustus 1981 ini juga memilih sistem tabrak warna di setiap modelnya. Misalkan; jika baju berwarna coklat lazimnya berpasangan dengan kerudung berwarna coklat muda, Samira sebaliknya. Ia bisa saja memadukan baju warna coklat dengan kerudung warna hijau.

“Saya melihatnya dari sisi design. Segala sesuatu yang senada itu membosankan. Dunia fashion itu tidak terkotak harus begini dan begitu. Warna kontras dengan sistem tabrak warna itu jadi perhatian orang. Kalau kombinasi biasa saja, ya nggak menarik bagi saya” kata Samira.

Ide awal tabrak warna yang diterapkan Samira itu bermula ketika ia banyak mengamati benda yang ada disekitarnya. “Saya melihat kembang di pot. Kembang warna ini dan pot warna itu, keduanya saling tabrak warna. Saya juga lihat kemacetan di jalan, disana ada banyak warna. Itu semua ide bagi saya,” tutur Samira.

Awal tahun 2008 dengan mengambil brand dari nama baju kebesaran para raja Babilonia, Tuneeca, pasar online pun digarap dengan target pasar masyarakat muslim di luar negeri.

Selain memasarkan busna melalui jalur online, jalur offline pun digarap. Beberapa model hasil kreasi Samira lantas dipajang di beberapa butik di Jakarta dan toko fashion di bilangan Dago Bandung.

Namun tidak ada yang bisa diharapkan dari kedua jalur itu baik online maupun offline. Kalaupun terjual kisaran perbulannya antara satu hingga lima busana.

Samira lantas ditawari salah satu outlet di Abdurahman Bin Auf Trade Centre (ATECE) Banceuy, Bandung, September 2008. Sayangnya pengunjung yang datang masih sedikit. Selang 3 bulan outlet pun ditutup.

Seiring waktu berjalan, jika jalur offline tampak kurang mengembirakan, bisnis jalur online mengalami respon positif. Enam bulan setelah penayangan situs, ada seorang muslim dari Amerika yang ingin memesan. Dari 20 model yang dipajang di situs, 8 diantaranya telah dipesan oleh orang tersebut. Tak lama berselang seorang muslim dari Malaysia tertarik dengan busana muslim Tuneeca. Ia kemudian memesan beberap model.

Sayangnya respon positif ini tidak diikuti dengan pemesanan dalam jumlah banyak. Masyarakat luar negeri cenderung memperhatikan kualitas kain. Sehingga mereka memiliki kekhawatiran yang lumayan kuat. Hal ini terbukti dari pemesanan model saja sebagai percobaan. Padahal jenis bahan yang digunakan Tuneeca berasal dari ragam katun.

Samira lantas banting setir, dengan memokuskan bisnisnya untuk pasar dalam negeri. Tahun 2009 menjadi awal bisnis Tuneeca bergeliat. Melalui alamat situs komersil www.tuneeca.com ratusan pieces busana Tuneeca terjual.

Hal ini dikuatkan dengan kebijakan pemerintah yang telah menurunkan tarif percakapan seluler di awal tahun 2009, disusul kemudian dengan penurunan tarif internet. Cukup banyak peselancar dunia maya yang menyempatkan diri untun mampir di situs Tuneeca.

Melihat trafik pengunjung yang terus bertambah Tuneeca telah mempersiap 20 model. Tiap model berjumlah 150 pcs. Jumlah ini dibatasi pertiga bulan produksi.

“Saya melihat dulu internet itu mahal, tapi sekarang hampir semua orang bisa mengakses. Bahkan internet sudah menjadi kebutuhan primer. karena biaya operasionalnya sangat murah maka bisnis ini sangat menjanjikan,” pungkas Samira optimis.

Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 44

Jumat, 11 Maret 2011

Majlis Dzikir Nur Muhammad Buah Hikmah dari Musibah

Sekitar 150 ibu-ibu berpakaian serba putih berkumpul di rumah jalan Rembulan no 7 Kopo Elok Kelurahan Cirangrang Babakan Ciparay.

Mereka tampak khusyu. Sesekali mereka terlihat menitikan air mata tatkala doa yang dipanjatkan oleh seorang Ustadzah menggetarkan hatinya. Bahkan ada sebagian mereka yang tak kuasa menahan air matanya lantas menagis tersedu-sedu.

Tentu ada banyak persoalan yang mewarnai perjalanan hidup ini. Suka dan duka akan silih berganti hingga kematian datang menjemput.

Kita sebagai manusia tentu pernah berdosa, baik kecil maupun besar. Kehilafan bisa menjadi salah satu penyebabnya. Barangkali inilah yang menjadi perenungan kita semua. “Maka dengan berdzikir hati menjadi tentram” itulah bunyi firman Allah dalam surat () ayat ().

Majlis Dzikir Nur Muhammad begitu orang menamakannya. Ibu Ayu Noery Tanoedjiwa ketua Majlis Dzikir Nur Muhammad menuturkan kepada kami tentang awal berdirinya Majlis Dzikir itu.

Ibu Noery awalnya seorang muslimah yang taat mengaji. Dari majlis taklim ke majlis taklim di kota Bandung ia singgahi. Kegiatan ini rutin ia jalani dengan penuh semangat.

Hingga suatu hari 9 Februari 2008, Ir H. Abdul Wahab Kemas, sang suami tercinta meninggal akibat penyakit jantung yang telah dideritanya selama 15 tahun.

Segalanya mulai berubah. Ibu Noery tidak mau lagi keluar rumah. Ia banyak mengurung diri di rumah sendirian. Baju yang dikenakannya pun setiap hari selalu serba hitam. Rutinitas pengajian di berbagai Majlis taklim Dia tinggalkan.

Ibu dari 3 orang anak ini menyadari bahwa Allah telah menakdirkan suaminya meninggal. Namun, ia tetap tidak mau menerima kenyataan itu. Ia merasa suaminya telah berkhianat karena pergi lebih awal ke haribaan Ilahi.

“Papih duluan. Ga ah mamih aja duluan. Mamih ga mau. Iya deh Papih yang duluan. Ternyata dia pergi duluan. Saya merasa terpukul. Perasaan sedih, sepi dan sunyi menghanyutkan saya terus” Kata Noery mengenang saat-saat bercanda bersama sang suami.

Perasaan sedih itu terus terbawa, apalagi ketika Ibu Noery mengingat saat suaminya menutup mata untuk terakhir kali di pangkuannya, tepat selesai adzan magrib berkumandang.

Dzikir ketika sendiri masih tidak mampu mengobati kesedihannya. Berdoa dan membaca alquran ketika sendiri pun tidak mampu menghilangkan rasa pilu yang menimpanya.

Delapan bulan Noery jalani kesendirian tersebut di rumahnya. Perasaan sedih ini tentu tidak bisa dibiarkan terus ada. Sampai ketika ia menyadari bahwa harus ada dorongan dari orang lain secara berjamaah.

Maka Noery berinisiasi mengadakan pengajian berjamaah di rumahnya. Inisiatif ini kemudian direspon positif oleh rekan-rekannya. Maka dibentuklah Majlis Dzikir Nur Muhammad.

Awalnya sekitar 30 rekan-rekannya dari berbagai Majlis Taklim rutin berkumpul. Kini ratusan ibu-ibu berdatangan mulai dari Majlis Taklim Khairun Nisa Gunung Batu, Nur Hasanah Cilember, Rahmatan Alamin Masjid Raya Agung Bandung, Majlis Dzikir Nur Salam Jawabarat serta Majlis lainnya.

Kagiatan rutin Majlis Dzikir Nur Muhammad meliputi ceramah umum, mendengarkan alquran (sima alquran), tilawah serta mengkaji struktur alquran atau kajian Numerik alquran. Semua kegiatan ini dilakukan secara berjamaah.

Khusus ceramah umum yang diadakan setiap akhir bulan, pada hari kamis setelah ashar ini, para jamaah akan dipimpin berdzikir oleh ustadzah Ummi Kulstum.

Kini Ibu Noery tidak lagi sendiri. Jamaah Majlis Taklim Nur Muhammad sudah dianggap sebagai sudaranya. Jika salah seorang diantara mereka ada yang tidak hadir, maka Ibu Noery akan merindukannya.

“Saya merasa tenang. Rasa sedih atas kehilangan suami tidak terasa lagi. Saya akhirnya memahami bahwa ada hikmah dibalik itu semua,” tutur Noery.

Kegembiraan Ibu Noery lantas ia tulis dalam bait-bait puisi berikut ini.

“Aku minta kepada Allah setangkai bunga segar. Dia beri aku kaktus berduri.
Aku minta pada Allah binatang mungil nan cantik. Dia beri aku ulat berbulu.

Aku sempat sedih, protes dan kecewa. betapa tidak adilnya ini.
Namun kemudian… subhanallah..ampuni aku ya Rabb…

Kaktus itu berbunga sangat indah sekali.
Ulat itu pun tumbuh dan berubah menjadi kupu-kupu yang teramat cantik.

Itulah jalan Allah… indah pada waktunya.


Muhammad Yasin
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 44
Dengan judul asli Majlis Dzikir Nur Muhammad, Mencari Ketentraman Hati, Meraih Ridha Ilahi

KH Fuad Affandi Menyulap Ludah jadi Barang ‘Mewah’

Nama Pimpinan Pesantren Al Ittifaq Kampung Ciburial, Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Bandung, KH Fuad Affandi meroket berkat penemuannya, Mikroorganisme Fermentasi Alami (MFA). Sebuah formula yang mempercepat proses pembusukan pupuk dengan air liur manusia.

Dengan prinsip tidak boleh ada sehelai sampah pun yang terbuang, kiyai kelahiran Bandung 20 Juni 1948 ini pun berhasil ‘menyulap’ sampah pembalut wanita menjadi keset.

Untuk memasak, Pesantren yang berdiri di atas lahan seluas 14 hektar ini, tidak menggunakan minyak atau gas dari pemerintah. Mereka memanfaatkan biogas, dari kotoran sapi. Gas yang dihasilkan dari kotoran itu lantas disalurkan melalui pipa ke dapur para santri.

Karya-karyanya yang fenomenal itu banyak mendapat penghargaan. Di masa Soeharto, ia menerima Tut Wuri Handayani Award. Pada era presiden Habibie, Fuad dianugerahi Setya Lencana Wirakarya. Kala Presiden Megawati berkuasa, ayah lima anak ini menerima Kalpataru. Serta beberapa penghargaan lainnya.

Dikatain ‘wong edan’
Perjalanan hidup KH Fuad Affandi terbilang dramatik. Dahulu saat kakeknya, KH Mansur memimpin pesantren yang berdiri 1934 ini, banyak larangan yang wajib dipatuhi masyarakat sekitar. Misalnya; Berhubungan dengan pejabat pemerintah, masuk sekolah formal, membuat rumah menggunakan tembok, penggunaan radio, serta larangan pembangunan kamar mandi di dalam rumah.

Konon, menurut KH Fuad Affandi, sang kakek merupakan orang buangan Belanda. Maka segala hal yang berhubungan dengan Belanda ia haramkan. Kebiasaan ini pun menurun kepada ayahnya, KH Rifai’ saat memimpin pesantren.

Tahun 1970, tampuk kepemimpinan beralih ke tangan KH Fuad Affandi. Kebiasaan pun perlahan berubah. Kini di al Ittifaq telah berdiri sekolah formal, mulai tingkat Taman Kanak-kanak (TK), hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Beberapa bangunan pondok tampak bertingkat. Setiap kamar dan ruangan/lokal sudah dilengkapi tempat mandi dan televisi.

Perubahan yang digagas KH Fuad bukan tanpa rintangan. Ratusan orang silih berganti mengancam akan membunuh KH. Fuad Affandi yang telah berani mengubah tradisi leluhurnya itu. “Mereka ada yang bawa golok segala. Setiap hari saya buka pintu selalu ada surat kaleng. Belum lagi saya dikatain wong edan, orang aneh, sinting, wah banyak lagi,” ungkap KH Fuad Affandi kepada Alhikmah.

“Orang aneh ini kayak orang gila, nggak punya mobil malah bikin jalan, untuk beras juga bingung. Wong edan nggak usah diikutin,” katanya, menirukan cibiran masyarakat saat ia membuat jalan puluhan tahun silam.

Begitu juga saat KH Fuad meminta masyarakat memasang listrik. Lantaran persyaratannya harus ada 20-25 rumah yang juga turut serta dipasangi listrik, untuk mewujudkan itu, Fuad nekad meminjam rumah orang lain meski awalnya ditolak sang pemilik.

Temuan MFA
“Di pesantren al Ittifaq ini tidak boleh ada sampah yang ngawur, tidak boleh ada sejengkal tanah yang tidur, tidak boleh ada waktu sedikitpun yang nganggur, supaya tercapai (tambah Baldatun?) thayyibatun wa rabbun ghaffur.”

Begitu prinsip yang dipegang kuat KH. Affandi. Mengapa demikian? “Karena para santri di Pesantren ini merupakan anak-anak miskin, anak yatim, korban TKW, anak nakal, korban narkoba dan yang tidak mampu sekolah. Mereka tidak membawa uang dan beras,” katanya.

Untuk menutupi kebutuhan itu, suami dari Hj Sa'dah ini mewajibkan para santri untuk bekerja sesuai dengan taraf pendidikannya. Bagi santri lulusan SD ada beberapa pilihan pekerjaan, diantaranya: menggarap sawah, mengurus sapi perah, sapi pedaging, domba, atau pun beragam jenis ikan mulai lele, nila dan beberapa lainnya.

Lain halnya santri tamatan SMP. Mereka saban hari ditugasi mengelola hasil kebun berupa sayur mayur untuk dikirim ke super market di Jakarta dan Bandung, mulai dari pemilahan, pengklasifikasian (grading), pengepakkan, hingga pemberian label.

“logikanya, kalau kita memasok sayur mayur ke super market perhari 3 ton, maka limbahnya seperti apa nanti? Sedangkan satu helai pun di sini tidak boleh dimubazirkan. Rabbana maa khalaqta hadza batila (Ya...Allah tidak ada sedikit pun yang engkau ciptakan itu sia-sia),” kata Kiyai peraih penghargaan Good Agriculture Practices (GAP) dari Menteri Pertanian 2004-2009, Ir Anton Apriyantono ini.

Menurut Fuad, Allah menciptakan sampah sekalipun pasti ada faedahnya. Maka dilakukanlah proses grading (pengklasifikasian) terhadap hasil kebun di sana. Grade 1 untuk dikirimkan ke super market. Grade 2 dibuat sayur olahan. Grade 3 dibarter dengan sesuatu yang tidak diproduksi di sini. Grade 4 untuk dikonsumsi sendiri. Grade 5 untuk pakan ternak.

Sisa-sisa pakan ternak lantas dijadikan pupuk. Namun, kendala saat itu, memakan waktu sekitar 3 bulan hingga pupuknya busuk. Jika waktunya kurang, tanaman bukannya subur, malah mati.

Teringat koleganya, Prof Entang, di Belanda, sewaktu ia menerima tawaran pemerintah untuk belajar bercocok tanam pada 1987 di Universitas Wageningen, Belanda, Fuad menyampaikan keluhan ihwal lamanya pembusukan pupuk itu.

“Kalau kita makan pagi busuk sore, kalau kita makan sore busuk pagi. nggak sampai satu bulan kan nunggunya. Ada apa di dalam perut?” kata Prof. Entang, melalui telepon.

Bakteri adalah jawabannya. Kebiasaan bakteri, kalau tidak ada makanan yang masuk dalam waktu cukup lama, mereka akan naik untuk memakan sisa makanan yang ada di dalam rongga mulut. Maka ketika naik itulah, tepatnya saat manusia bangun dari tidur malam, bakteri beranjak ke mulut. Kemudian dengan cara berkumur-kumur bakteri ini bisa diambil.

“Jelang subuh, sesudah bangun tidur malam saya menyuruh para santri untuk menampung air bekas kumur-kumur ke dalam kaleng yang telah disediakan di depan pondok,” ungkap KH Fuad.

Untuk menjaga agar bakteri itu tetap hidup, Fuad memasukkan molase atau gula putih, dedak, dan pepaya ke dalamnya sebagai makanan bakteri.

Setelah beberapa hari, air liur santri berubah menjadi cairan kental berwarna keruh. Untuk memeriksa apakah bakteri itu masih hidup atau mati dengan cara mencium baunya. kalau tercium aroma coklat, berarti bakteri masih hidup. Namun, jika tercium bau bangkai, berarti bakteri itu sudah mati.

Setelah itu cairan berisi bakteri yang masih hidup disiramkan ke bahan pupuk yang terdiri dari limbah sayuran dan kotoran ternak. Dari penemuannya ini, proses pembusukan berlangsung hanya dalam waktu 15 hari. Jauh lebih cepat dibandingkan proses sebelumnya, yang memakan waktu hingga 3 bulan.

Selain MFA, ada beberapa temuan lainnya di ranah pertanian, antara lain: 1) Ciknabat, formula pestisida nabati yang berbahan dasar cikur atau kencur, dan bawang putih. 2) Inabat, insektisida nabati yang terbuat dari kacang, cabai, bawang, temu lawak, dan air.

3) Sinabat, sirsak nabati yang berasal dari biji sirsak dan daun arpuse. Fungsinya mengusir hama jenis serangga tanpa meninggalkan residu. Sekaligus dapat menekan tingginya residu, pengaruh pestisida buatan pabrik yang merusak struktur serta sifat biologis tanah.

4) Betapur, merupakan campuran betadin dan kapur. Campuran ini menangkal sekaligus menyembuhkan sayuran dari serangan hama penyakit Phytophthora infestans yang sering menjangkiti tanaman kentang, serta penyakit Alternaria pori yang menyerang tanaman bawang daun. Bahkan, hama nematoda golden yang sering menyerang tanaman, dan hingga kini belum ada obat pembasminya, bisa diantisipasi dengan pestisida itu.

Kreativitas seorang KH Fuad Affandi, telah membuka cakrawala kita. Wajah pesantren yang dicitrakan ‘konservatif’, ‘terbelakang’, statis, dan label sinis lainnya mulai berubah, dengan penemuan kyai Fuad di ranah pertanian yang terbilang brilian. Keinginan untuk berubah, konsistensi menapaki jalan ‘minor’, dan keyakinannya untuk mewujudkan Firman Allah dalam wahyu suci Alquran surat Saba ayat 15: baldatun thayyibatun wa rabbun ghaffur ‘negeri yang adil dan makmur, serta dipenuhi ampunan Allah’ , berbuah sesuatu yang luar biasa bermanfaat bagi kehidupan umat.

Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 43

Kamis, 10 Maret 2011

Iyom Rochaeni, Revolusi Sampah dari Taman Sari

“Zaman global sekarang ini mana mungkin ada yang beli tas dari sampah,” cemooh para tetangga dan ibu-ibu PKK di bilangan Cihampelas, jalan Bongkaran, Tamansari, Bandung, kepada Iyom Rochaeni (56), 5 tahun silam.

Kini, situasi itu sudah berubah, Iyom yang biasa dicemoohkan tetangga karena bergelut dengan sampah kering, kini menjadi panutan dan sosok kebanggaan di daerahnya.

Perjalanan meniti sukses Iyom Rochaeni bermula 5 tahun lalu, awal Maret 2006. Saat itu Iyom dan suaminya Emuy Sunardi, yang menjabat sekretaris RW serta beberapa jajaran RW setempat, kedatangan petugas dari Koalisi Untuk Jawa Barat Sehat (KUJBS) dan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berpusat di luar negeri.

Saat itu, petugas KUJBS hendak mensosialisasikan Cikapundung bersih. Bongkaran menjadi salah satu daerah garapan KUJBS lantaran jarak sungai Cikapundung dengan wilayah tersebut sangat dekat. Belum lagi kebiasaan buruk masyarakat setempat yang terbiasa membuang sampah ke sungai Cikapundung.

Salah satu bentuk sosialisasi Cikapandung Bersih yaitu dengan memilah sampah kering dan sampah basah dari masyarakat. Sampah basah atas instruksi KUJBS oleh masyarakat setempat kemudian dimanfaatkan menjadi kompos multi-vitamin untuk menyuburkan tanah.

Beberapa minggu setelah sosialisasi Cikapundung Bersih dicanangkan, penanganan sampah basah di daerah Bongkaran berjalan lancar. Namun, penanganan sampah kering masih tersendat. Alasannya, sampah jenis ini yang banyak berasal dari bahan plastik sangat sulit dihancurkan.

Petugas KUJBS lantas meminta bantuan para warga yang dipandang cukup memiliki jiwa kreatif, untuk memanfaatkan sampah kering menjadi kerajinan. Namun, setelah dicoba, tak ada seorangpun warga yang mampu melakukannya.

Iyom pun mencoba memanfaatkan sampah kering tersebut dengan menempelkan beberapa sampah plastik, semisal bungkus kopi yang memiliki kesamaan warna dan gambar ke dus bekas sepatu untuk dibuatkan tas jinjing. Sayangnya, usaha ini mengalami kendala. Beberapa kali bungkus plastik yang ditempel, lepas tak dapat bertahan lama.

Iyom tak lantas menyerah. beberapa kali ia memandangi tumpukan sampah kering di hadapannya. hatinya merasa yakin, sampah yang seolah tak berguna itu pasti bisa bermanfaat dan menghasilkan uang.

Dengan bakat menjahit yang dimiliki, ia memberanikan diri untuk menerapkan pola jahit dengan objek yang kini berbeda dari biasanya. Dengan sabar, satu persatu bungkus kopi yang telah dibersihkan dan dikeringkan, ia rangkai dengan jahitan untuk kemudian berubah rupa menjadi tas jinjing.

Kesabarannya berbuah manis. Senyum merekah dari bibirnya setelah melihat buah tangan dia ternyata menghasilkan sesuatu yang menarik. Sebuah tas jinjing unik terbuat dari rangkaian bungkus kopi yang dibalut dengan kesamaan warna dan gambar, tampak sangat rapi dan cantik. Tas jinjing ini pun dibeli Mr Watter, seorang perwakilan LSM asing, seharga 25 ribu, sebagai bentuk dukungan terhadap Iyom dalam mengatasi Cikapundung Bersih.

Setelah berhasil membuat tas jinjing, beberapa kerajinan pun berhasil dibuatnya. Bahkan beberapa tas, dompet, taplak meja, pot bunga, mangkuk, tempat pinsil dan lain-lain telah laku terjual baik oleh warga lokal hingga turis mancanegara.

Hinaan yang Memotivasi
Perjalanan Iyom menjadi seseorang yang kreatif dengan karyanya, tentu tak lepas dari tantangan silih berganti yang harus dihadapi. Tak hanya dari tetangga, namun juga keluarga. Suami dan ketiga anaknya kerap mempermasalahkan listrik yang dipakai untuk menjahit plastik.

Saat berpapasan, para tetangga dan Ibu PKK kerap melontar cemoohan kepada Iyom “ ‘Zaman global sekarang ini mana mungkin ada yang beli tas dari sampah.’ ‘Bu ini sampahnya, bisa buat bikin tas.’ Bahkan ada yang sengaja membawa pampers dan sampah kerumah hanya sekedar bertanya apakah barang yang dibawanya bisa didaur ulang,” kenang Iyom.

Meskipun beragam hinaan, sindiran yang datang terkadang menjengkelkan hatinya, namun Iyom mencoba bersabar. Ia berusaha istiqomah untuk tetap dengan hobinya mengelola sampah menjadi sesuatu yang berguna.

“Karena ini kesenangan ibu, ibu tidak mikir apakah barang ini laku atau tidak. Ibu hanya ingin mencoba saja,” ujarnya.

Sanggar Pelatihan Untuk Semua Orang
Semangat yang membara, tekad yang membaja, usaha yang tekun dan kreativitas yang seolah tak berujung pada diri seorang Iyom, mulai menampakkan hasil. Tak hanya membuat kerajinan dan mengikuti pameran, tawaran sebagai Trainer dalam berbagai pelatihan daur ulang pun membludak dari berbagai kota di Indonesia.

Bahkan pada beberapa kesempatan, seringkali sekelompok orang dari berbagai latar belakang datang ke rumahnya di Rancaekek, Bandung, hanya untuk belajar menganyam limbah plastik menjadi tas atau keranjang. Tak jarang pula rombongan turis mancanegara dari Amerika, Belanda, Australia, Jerman, dan Inggris mengunjungi kediamannya, lantas membawa pulang beberapa hasil kreasi Iyom sebagai oleh-oleh.

Beberapa penghargaan pun pernah diraih Iyom. Satu diantaranya dari Walikota Bandung, H. Dada Rosada atas komitmennya untuk pelestarian lingkungan hidup, yang diberikan bulan Juni 2008 lalu.

Namun, itu semua tak lantas membuat Iyom jumawa. Bahkan ada satu lagi obsesinya yang belum tercapai. Memiliki sanggar pribadi, sebagai wahana pengasah kreativitas berbagai kalangan, untuk menggapai asa kemandirian. "Saya ingin punya sanggar sendiri supaya dapat dengan leluasa melatih lebih banyak orang, apalagi mereka yang menengah ke bawah. Sehingga, mereka bisa mendapatkan penghasilan sendiri dari mengelola limbah plastik ini. Lebih banyak orang kan berarti lebih banyak limbah yang termanfaatkan juga," ungkapnya.

Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 43

Minggu, 06 Maret 2011

Menjadi Muslim Kreatif

Masih ingat Dora the Explorer, sosok kartun yang selalu membawa peta di ranselnya agar cepat sampai ke tujuan tanpa harus tersesat. Kira-kira begitu jika memanfaatkan GPS (Global Positioning System), sebuah piranti lunak yang banyak ditemukan di handphone, komputer dan alat lain yang tersambung internet atau signal.

GPS tidak hanya menampilkan peta saja, jika kita berpindah dari satu tempat ke tempat lain informasi kecepatan perpindahan pun akan muncul. Bahkan, ketika kita terjebak macet, GPS memberitahu jalan tercepat atau jalan alternatif. Selain itu, GPS juga memiliki fungsi kompas sebagai penentu arah.

Jutaan orang di dunia kini sudah merasakan manfaatnya. Tapi tahukah Anda siapa orang yang paling berjasa dalam menemukan peta dan kompas yang terintegrasi di dalam GPS?

Orang tersebut adalah Abu Abdullah Muhammad Ibn Muhammad ibn Abdullah Ibn Idris Ash Sharif atau dikenal dengan nama Idris, seorang muslim yang lahir di Ceuta, Spanyol (1100-1166 M). Masyarakat barat menyebutnya sebagai ahli geografi, ahli peta bumi dengan dilengkapi penggunaan kompas, yang sempat memberikan bola dunia dari perak seberat 400 ons untuk raja Roger II dari Sicilia.

Buku Idris yang berjudul Nuzhat al Mushtaq fi ikhtiraq al Afaq (kesenangan untuk orang-orang yang mengadakan perjalanan menembus berbagai iklim) menjadi ensiklopedi berisi peta secara detil dan informasi lengkap Negara Eropa. Buku berikutnya Rawd Unnas wa Nuzhat al Nafs (kenikmatan lelaki dan kesenangan Jiwa) menjadi kompilasi ensiklopedi tentang kaum negro dari Timbuktu di Sudan dan asal sumber sungai Nil di Mesir yang paling akurat.

Karena kecermerlangannya, masyarakat barat menyebutnya ahli Geografi terbesar abad pertengahan. Bahkan Christoper Columbus menggunakan peta asli yang dibuat Idris dalam setiap penjelajahannya.

Apakah hanya sebatas ilmu geografi saja keahlian dari Idris, ternyata ada keahlian lain yang tak kalah menakjubkan, ia ternyata ahli ilmu kedokteran. Kitab Al jamil Sifat Ashtat al Nabatat sebuah buku yang memadukan semua literatur kedokteran ilmuwan Islam ditambah dengan riset yang dilakukannya telah diterjemahkan oleh beberapa bahasa. Diantaranya Spanyol (1793), Jerman (1828), Perancis (1840) dan Italia (1885).

Idris tentu tidak sendiri ada banyak ilmuwan Muslim kreatif lainnya yang berhasil menemukan suatu cara unik untuk kemaslahatan umat manusia. Kita kenal dengan Nizam Al Mulk (w 1067), pelopor universitas modern pertama di dunia yang dikenal dengan Nizamiyyah. Saat ini konsepnya ditiru oleh Universitas Oxford di Inggris.

Begitu juga Ibnu Al Haytsam (w 1039 M), pelopor bidang optik dengan kamus optiknya Al Manazhir. Ia berhasil menemukan hukum pemantulan dan pembiasan cahaya jauh sebelum Snellius. Ia juga penemu alat ukur ketinggian bintang kutub. Ia pernah menerangkan pertambahan ukuran bintang-bintang dekat zenith jauh sebelum Roger Bacon, Leonardo da Vinci, Keppler, dan Newton.

Belum lagi Al Khwarizmi (w 850 M) penemu logaritma dan aljabar, ilmu bumi yang menyatakan bumi itu bulat jauh sebelum Galileo, dengan bukunya Kitab Surah al Ardh. Ibnu Rusydi (w 1198 M) atau Averusy; ahli fisika, ahli bahasa, ahli filsafat Yunani kuno.

Kemudian Ibnu Sina (w 1037) atau Aveciena, dokter, psikolog, penulis kaidah kedokteran modern, penulis buku tentang fungsi organ tubuh, peneliti penyakit TBC, diabetes dan penyakit yang ditimbulkan oleh efek pikiran.

Serta masih banyak lagi ilmuwan muslim lainnya yang berhasil menemukan sesuatu yang berguna bagi manusia 
sekarang ini. Hebatnya lagi, rata-rata para ilmuwan muslim terdahulu tidak hanya memiliki satu atau dua keahlian saja, melainkan beragam.

Di era kontemporer, tak sedikit sebenarnya, cendekiawan muslim yang sudah mendapat pengakuan dunia. Dr. Abdussalam, misalnya. Fisikawan asal Pakistan ini dikenal sebagai pengembang teori big bang dan big chrung. Suatu teori tentang awal mula dan akhir dari alam semesta.

Kemudian Muhammad Yunus. Ekonom asal Bangladesh ini adalah pendiri Grameen Bank (Bank Desa), sebuah lembaga keuangan yang memfokuskan diri membantu kalangan lemah untuk keluar dari jerat kemiskinan. Bank Dunia yang sebelumnya memandang program ini sebelah mata, malah mengadopsi gagasan kredit mikronya. Lebih dari 17 juta orang miskin di seluruh dunia telah terbantu dengan program kredit mikro ini. Atas prestasinya tersebut, Yunus diganjar Nobel Perdamaian tahun 2006 lalu.

Di belahan bumi Eropa, saat situs jejaring sosial semisal Facebook, Twitter, Plurk, Myspace, dan lainnya tengah mewabah di seluruh dunia, Mohamed El-Fatatry dan Pietari Paivenen, entrepreneur asal Finlandia meluncurkan Muxlim Inc. Sebuah situs jejaring sosial, khusus komunitas muslim 2006 lalu. BBC London, bahkan menempatkan muxlim sebagai salah satu situs jejaring sosial dengan pertumbuhan tercepat di dunia.

Sedangkan surat kabar terkemuka di Finlandia, Helsingin Sanomat, pada 2008, memasukkan Muxlim Inc dalam 100 perusahaan tersukses di negara itu. Belum termasuk Majalah teknologi terkemuka di Amerika Serikat (AS) yang menobatkan Muxlim sebagai salah satu best tech start-ups dari Eropa.

Berikutnya, Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden ketiga republik ini. Prestasinya di bidang desain dan konstruksi Pesawat sudah tidak diragukan lagi. Ia terlibat berbagai proyek desain dan konstruksi pesawat terbang, semisal Fokker F 28, Transall C-130, Hansa Jet 320 Air Bus A-300, pesawat transport DO-31, CN-235, dan CN-250.

Selama bekerja di MBB, perusahaan high-tech di Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Thermodinamika, Konstruksi dan Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti “Habibie Factor“, “Habibie Theorem” dan “Habibie Method“.

Masih di Indonesia. Seorang Onno W. Purbo dikenal luas sebagai penggagas internet murah. Pakar teknologi informasi yang digelari ‘Profesor Internet’ ini berpendapat, kebangkitan suatu bangsa harus ditempuh dengan cara membuka akses informasi seluas-luasnya bagi rakyat, dengan cara menekan biaya komunikasi semurah mungkin, bahkan gratis sama sekali. Mimpi muslim kelahiran Bandung 17 Agustus 1962 ini adalah terciptanya Telkom rakyat, agar rakyat tak lagi harus membayar tagihan telepon, lantaran bisa membangun sistem telekomunikasi mandiri.

Salah satu karyanya yang fenomenal adalah RT RW Net atau Internet RT RW. Selain dapat mengakses internet selama 24 jam non stop, RT RWnet pun dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain, semisal intranet atau layanan VoIP ( Voice Over Internet Protocol ), yaitu kemampuan melakukan percakapan telepon antara pengguna komputer melalui jaringan internet sehingga dapat berinterkom sesama rekan tetangga, mungkin se- RT/RW, se-Indonesia, bahkan se-dunia.

Atas kepakaran dan konsistensinya untuk memudahkan penggunaan teknologi informasi, utamanya bagi rakyat kebanyakan, sederet penghargaan berhasil ia raih, antara lain: ASEAN Outstanding Engineering Achievement Award dari ASEAN Federation of Engineering Organization (1997), Golden Award for Indonesian Telematika Figure dari Kamar Dagang Indonesia (2000), dan berbagai penghargaan lainnya. Onno bahkan tercatat dalam buku ‘American Men and Women of Science’ (1992).

Apa itu Kreativitas?
Secara umum, kreativitas kerap didefinisikan sebagai daya cipta dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Umumnya, kreativitas akan memunculkan inovasi, yaitu kemampuan untuk memperbaharui hal-hal yang telah ada. Bila kreativitas itu daya cipta/ kemampuan, maka inovasi merupakan hasil atau produk, buah kreativitas.

Dalam makalahnya “Penelitian, Kebenaran dan Kreativitas dalam Paradigma Islam”, Dr. Ing Fahmi Amhar, Peneliti Utama, Bakosurtanal menuliskan, ketika nilai kebenaran dijadikan sandaran untuk memahami alam semesta, kehidupan dan manusia, kreatifitas diperlukan untuk menjawab tantangan permasalahan yang dihadapi di dunia ini. Kreatifitaslah yang menjadikan suatu bangsa unggul dalam ilmu dan teknologi, dan bukan nilai kebenaran atau kebijaksanaan yang mereka kumpulkan.

Fahmi membagi kreativitas dalam suatu matriks 3 x 3. Pada sumbu datar adalah jenis kreatifitas dari segi kematangan untuk digunakan, yaitu observatif – analitif - kreatif. Sedang pada sumbu tegak adalah tingkat kesulitan mendapatkannya, yaitu aplikatif – modifikatif – inovatif.

Riset observatif-aplikatif artinya pengamatan mencari data dengan menggunakan teknik yang telah lazim diketahui, hanya diterapkan pada medan yang baru. Jarang kita kembangkan metode observasi yang baru untuk menangkap fenomena yang sebelumnya sulit didekati.

Riset analitif-aplikatif artinya analisis antara berbagai data dengan menggunakan pisau analisis yang telah ada. Kembali di sini, jarang ditemukan pengembangan baru, sekalipun hanya modifikasi. Riset jenis inilah yang paling populer, sehingga di berbagai perguruan tinggi, seakan-akan tak mungkin ada riset tanpa statistik dan data real. Padahal untuk riset jenis kreatif, kehadiran statistik atau data real tidak terlalu mutlak, karena yang lebih penting adalah terciptanya suatu alat atau software yang bisa digunakan.

Namun, riset kreatif di negeri muslim umumnya juga hanya aplikatif, sekedar menggunakan (try-out) produk yang sudah dibuat orang dari negara maju.

Alangkah jarang kita dapatkan riset observatif atau analitif yang inovatif, yang bila memiliki dampak yang besar bagi kemanusiaan, pantas dihadiahi Nobel atau yang setara dengan itu. Demikian juga riset kreatif, yang sekalipun sifatnya modifikatif, tapi sering pantas dilindungi paten – agar tidak dibajak oleh kapitalis bermodal raksasa, yang melihat penemuan itu memiliki nilai komersial yang sangat tinggi.

Paradigma kreatifitas ini yang harus dikembangkan di masyarakat muslim sehingga mereka tidak perlu hanya bersifat defensif menghadapi serbuan teknologi Barat, yang kadang disisipi pemikiran dan ideologi Barat, namun sebaliknya bisa proaktif mengekspor teknologi, pemikiran bahkan ideologi Islam ke Barat, sehingga Islam benar-benar menjadi rahmat seluruh alam.

Senada dengan Fahmi, Guru Besar Universitas Islam Bandung, Profesor Maman Abdurrahman mengatakan bahwa substansi kreativitas adalah orientasi untuk sebuah kemaslahatan, baik untuk diri maupun lingkungan. Artinya, kreativitas itu bisa muncul secara personal untuk kebutuhan diri sendiri, bisa juga untuk kemaslahatan umat. Tapi tidak dapat dipungkiri, bahwa kreativitas yang personal pun bisa jadi bermanfaat sosial bagi banyak orang.

Elemen Kepribadian Muslim
Sahabat Rasulullah, Anas bin Malik meriwayatkan, suatu hari ada pengemis dari Anshar datang meminta-minta kepada Rasulullah. Lalu beliau SAW bertanya, “Apakah kamu mempunyai sesuatu di rumahmu?” Pengemis itu menjawab, “Tentu, saya mempunyai pakaian untuk sehari-hari dan sebuah cangkir.”

Rasul berkata, “Ambil dan serahkan kepadaku!” Lalu pengemis itu menyerahkannya, kemudian Rasul menawarkan kepada para sahabat, “Siapakah di antara kalian yang ingin membeli?” Seorang sahabat menyahut, “Saya beli dengan satu dirham.” Rasul menawarkan kembali,” adakah yang ingin membayar lebih?” Ada seorang sahabat yang sanggup membelinya dengan harga dua dirham.

Rasul meminta pengemis itu membeli makanan dengan uang tersebut untuk keluarganya, dan selebihnya, beliau memerintahkan untuk membeli kapak. Rasul berkata, “Carilah kayu sebanyak mungkin dan juallah. Selama dua minggu ini aku tidak ingin melihatmu.” Sambil melepas kepergiannya, Rasulullah memberinya uang untuk ongkos.

Setelah dua minggu, pengemis itu datang lagi menghadap Rasul sambil membawa uang sepuluh dirham hasil dari penjualan kayu. Lalu Rasul menyuruhnya untuk membeli pakaian dan makanan untuk keluarganya, seraya bersabda, “Hal ini lebih baik bagimu, karena meminta-meminta hanya akan membuat noda di wajahmu di akhirat nanti. Tidak layak bagi seseorang meminta-minta kecuali dalam tiga hal, fakir miskin yang benar-benar tidak mempunyai sesuatu, utang yang tidak bisa terbayar, dan penyakit yang membuat seseorang tidak bisa berusaha.” (H.R. Abu Daud).

Saat Madinah diancam akan diserang oleh pasukan Quraisy yang didukung 10 ribu personil militer dari suku-suku lainnya, sahabat Rasulullah, Salman Alfarisi mengusulkan untuk membuat parit-parit di seputar kota. Hal ini mengingat jumlah personil kaum muslimin yang jauh lebih sedikit ketimbang pasukan musuh.

Meski ide Salman terdengar asing kala itu, atas pertimbangan matang Rasulullah, saran tersebut diterima. Akhirnya, dengan penerapan strategi membuat parit (Khandaq), kaum muslimin berhasil memenangkan peperangan.

Begitu indahnya Rasulullah dalam mendidik para sahabatnya untuk berkarya, mengatasi beragam problematika hidup. Rasulullah sadar betul bahwa setiap orang memiliki potensi kreatif. Namun terkadang, dibutuhkan stimulan untuk membangkitkan potensi tersebut.

Agar kemudian kreativitas seorang muslim tidak keluar dari rel Din al Islam, tentu diperlukan semacam interkoneksi antar elemen dalam kepribadian seorang muslim. Hal ini dipandang penting, karena Islam bukan sekedar ajaran yang diyakini dan dipahami, lantas terhenti tidak sampai ke tataran aplikasi.

Menjadi muslim kreatif, misalnya. Tentu tak lepas dari aspek-aspek kepribadian seorang muslim lainnya, mulai aspek ruhiyah, fikriyah, hingga amaliyahnya. Ruhiyah yang baik logisnya akan melahirkan akidah yang lurus dan mantap, tak tergoyahkan. Fikriyah yang cemerlang tentu bermula dari wawasan keislaman yang matang, dan pola pikir islami yang berawal dari satu sumber, yakni kebenaran dari Allah SWT. Sehingga membuahkan kreativitas yang unggul, dan dirasakan manfaatnya oleh umat. Amaliyah yang terjaga akan memunculkan konsistensi lisan dan perbuatan pada pribadi-pribadi muslim.

Mudah-mudahan, setiap kita segera tersadar ihwal urgensi menjadi muslim kreatif. Jika demikian, bersegeralah memulai langkah untuk menjalani tahapan prosesnya secara proporsional. Niscaya tantangan zaman yang tampak demikian kompleks, bisa kita lalui dengan elegan. Insya Allah.

Penulis : Muhammad Yasin
Peliput : Siti Rokayah
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 43