Kumpulan tulisan Muhammad Yasin, Wartawan, Blogger dan pebisnis online

Minggu, 27 Februari 2011

Ir. Yusuf Efendy Djuanda Pelopor Bisnis Habbatussauda di Indonesia

“Kamu jangan sampai mengambil barang orang lain. Kalau ngutang mesti dibayar dan jangan senang kalau dikasih sama orang lain.”

Begitu pesan almarhum Djuanda, sang ayah yang tertanam di dalam benak anaknya, Ir. Yusuf Efendy Djuanda, Direktur Utama, sekaligus pemilik PT. Habbatussauda International, pelopor usaha herbal habbatussauda di Indonesia.

PT Habbatussauda International merupakan perusahaan herbal pertama di Indonesia yang memproduksi suplemen makanan, minuman, obat-obatan, dan suplemen ekstra energi dari bahan habasyi. Di Indonesia, Habasyi lebih dikenal dengan sebutan Jintan Hitam, atau Black Seed atau Nigella sativa yang berasal dari kawasan Afrika dan Timur Tengah.

Nama Habbatussauda memang masih terdengar asing di telinga masyarakat kita. Hanya kalangan tertentu saja, semisal kalangan pesantren, kyai, kelompok pengajian dan orang-orang yang berangkat ke tanah suci yang mengenalnya. Namun, seiring waktu berjalan nama Habbatussauda kian akrab di telinga masyarakat Indonesia, terutama Tiga tahun terakhir.

Saat ini, dengan 80 karyawan yang tergabung di dalamnya, PT. Habbatussauda International yang berlokasi di Arcamanik Endah Ruko 1 No. 7 Bandung, telah memproduksi 18 jenis produk herbal. Produk-produk tersebut berasal dari Habbatussauda, madu, zaitun, sari kurma, jahe, pasak bumi, bee polen, dan berbagai herba alami di nusantara. Khusus untuk produk Habbatussauda, PT Habbatussauda International memerlukan bahan baku jinten hitam sekitar 15 ton yang diimpor tiap bulannya dari Ethiopia dan Mesir.

Jumlah tersebut dibuat untuk memenuhi kebutuhan pasar yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara, mulai Aceh hingga Papua, melalui puluhan distributor dan agen produk Habbatussauda.

Jalan Berliku seorang Yusuf
Sejak usia dini ‘bakat’ usaha Pria kelahiran Singkawang, Kalimantan, 19 Juni 1971 ini sudah kentara. Ayahnya yang membuka warung kecil-kecilan hanya mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari ala kadarnya.

Saat duduk di bangku sekolah dasar, kelas Satu, Yusuf Efendy sudah berjualan es dengan cara berkeliling dari kampung ke kampung, untuk bekal dia sekolah. Es yang dibawanya pun harus laku terjual. Jika tersisa, maka menjadi tanggungjawab dia untuk membeli, karena jumlah setoran tetap tak boleh kurang.

Begitu pun saat Yusuf beserta orang tuanya hijrah ke Rawamangun, Jakarta Timur, untuk melanjutkan sekolah dasarnya yang terputus di kelas 3. Kondisi financial keluarha memaksa dia untuk mencari nafkah dengan berjualan Koran, garam dan korek api di pasar tradisional Rawamangun.

Jam 6 pagi, di pasar Rawamangun ia memulai aktifitas dagangnya hingga 3 jam kemudian, pukul 9. Setelah itu ia bersiap berangkat ke sekolah. “Lumayan, kalau untuk membiayai keluarga sekedar makan saja cukup dengan berjualan di pasar Rawamangun,” kenang Yusuf sambil tersenyum.

Dari Bisnis Hiburan ke Obat-obatan Herbal
Beranjak dewasa, jiwa wirausaha ayah empat anak ini semakin terasah. Hingga kemudian, ia bisa mendirikan Venusa Communications Universal, perusahaan yang bergerak di bidang periklanan, grafis, percetakan dan Event Organization hiburan ke-islaman. Ia pun terbiasa pulang pergi ke Malaysia untuk mengurusi pentas tim nasyid Raihan dan beberapa tim nasyid ternama lainnya di Malaysia.

Tahun 2002, saat Venusa tengah di puncak kejayaan, tiba-tiba Yusuf Efendy membuat gebrakan yang cukup mengejutkan. Ia memutar laju bisnisnya ke dunia obat-obatan herbal.

Keputusan tersebut diambil, setelah ia menemukan kapsul suplemen yang tidak pernah ia temukan sebelumnya di Indonesia, Habbatussauda. Keyakinannya untuk mengembangkan bisnis Habbatussauda kian mantap manakala tetangganya yang mengalami komplikasi penyakit disertai kelenjar tiroid akut, sembuh setelah selama beberapa bulan rutin mengkonsumsi kapsul suplemen yang ia sengaja bawa dari Malaysia itu. Padahal sebelumnya, dokter pun sudah menyerah.

Tetangga lainnya, seorang kakek berusia 80 tahun yang mengalami komplikasi; mulai jantung, limpa, darah tinggi hingga empedu, yang juga akut. Setelah mengkonsumsi Habbatussauda, penyakit sang kakek berangsur sembuh.

“Dari situ saya yakin, ini obat bukan main-main. Yang kanker parah akhirnya bisa sembuh. Padahal rata-rata mereka di tempat tidur sudah tidak berdaya dan seolah tidak ada harapan hidup lagi. Tapi masyaa Allah luar biasa. Dengan kehendak Allah kedua orang itu sekarang masih hidup, yang satu usianya 40-an dan satu lagi usia 87. Dari situ saya mulai kembangkan bisnis habbatussauda,” ungkap Yusuf Efendy.

Bersama dua temannya di Venusa, Ir. Ramulya, dan Ir. Faisal Sardono, M.Bus, Yusuf Efendy Djuanda sekitar tahun 2003 menggarap bisnis herbal habbatussauda dengan modal 300 juta rupiah.

Pemasaran pun digarap dengan sasaran terutama di kalangan komunitas pengajian dan pesantren. “Alhamdulillah kita tidak banyak kesulitan dalam memasarkan. Kalangan masjid mudah diyakinkan karena ada haditsnya nih, sunnah rasul, pengobatan ala rasul. Yang agak sulit masyarakat umum. Kita masih berupaya merubah paradigma pengobatan barat ke pengobatan rasul ini,” tutur lulusan jurusan Geofisika ITB ini.

Tahun 2005, berbekal izin dari badan LPPOM (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika ) MUI serta Dinas kesehatan Republik Indonesia, Yusuf Efendy kemudian mendirikan PT Habbatussauda International.

Nama Internasional diambil untuk membuktikan bahwa PT Habbatussauda International memiliki standar ekspor. Dari sinilah usahanya terus melejit hingga beberapa kalangan muslim lainnya turut memproduksi habbatussauda, tentu dengan merk yang berbeda.

“Setiap orang memiliki bakat, cuma bagaimana kita melatih potensi kemandiriannya. Nah, potensi ini erat hubungannya dengan keimanan, karena mandiri salah satu sifatnya itu senang memberi. Kalau orang sudah senang memberi, maka akan memacu dia untuk mencari. Kalau orang sudah terpacu mencari maka kreatifitasnya akan tumbuh” pungkas Yusuf Efendy.

Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 43

Anggayudha, Meraih Mimpi dengan Segudang Prestasi

Sejak usia 3 tahun, orang tua Anggayudha berpisah. Pengadilan Negeri Jember, Jawa Timur saat itu memutuskan hak asuh anak kelahiran Jember 15 Juni 1989 ini beserta kakaknya, Bayu Rakasiwi ke tangan ibunya, Lulu Mujiati. Maka di rumah tinggalnya, Perumahan Jember Indah, Jatim, Angga serta kakaknya melewati hari-hari tanpa kehadiran sang ayah.

Tahun 1997, saat krisis multidimensional menghantam Indonesia, sang ibu terkena PHK, di sebuah perusahaan asuransi tempat dia bekerja. Padahal, itu satu-satunya sumber nafkah, untuk menghidupi Angga dan sang kakak.

Setahun kemudian, sang ibu, Lulu mujiati, memutuskan untuk hijrah, mengadu nasib ke Denpasar, Bali. Ia diterima bekerja di perusahaan perikanan, Bali Tuna. Sekitar enam tahun bertahan, sebelum akhirnya sang ibu memutuskan keluar,untuk fokus mendidik dua buah hatinya.

Untuk menyambung hidup, Lulu membuka warung nasi kecil-kecilan. Saat pertama kali membuka warung nasi, saat itu pula Angga berhasil menyelesaikan jenjang pendidikannya di SMPN I Denpasar Bali. Dengan biaya yang pas-pasan dari sang ibu, ia berkesempatan melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi di SMAN IV Denpasar Bali. Sedangkan Bayu, kakaknya bisa meneruskan pendidikannya ke jenjang kuliah di Akademi Pelayaran Niaga Indonesia (Akpelni) Jawa Tengah.

Dua tahun usaha Warung dijalani sang ibu, ternyata tak mampu memenuhi kebutuhan hidup dan sekolah yang kian meningkat.

Angga lantas berpikir untuk membuka usaha sampingan dengan membuat kue bersama ibu. “waktu jaman ibu buka warung, kadang sepi kadang rame, terus saya berpikir supaya bisa bertahan, maka saya dan ibu bikin kue untuk dijual ke pasar,” ungkap Angga.

Saat orang terlelap, dini hari antara pukul 01.00 dan pukul 01.30-an Angga serta ibunya justru terjaga. Mereka berdua membuat kue kering untuk dipasarkan ke beberapa warung di pasar tradisional hingga adzan subuh berkumandang.

Lepas shalat subuh, Angga bergegas pergi ke pasar yang berjarak 1-2 Km dari rumahnya untuk menjajakan kue kering. Sedangkan sang ibu mempersiapkan masakan untuk dijajakan di warungnya.

Saat matahari mulai terlihat di ufuk Timur, Angga harus pulang dan mempersiapkan peralatan sekolahnya. Tak lupa, kue kering pun ia bawa serta untuk disimpan di kantin sekolahnya, di SMAN IV Denpasar.

Segudang Prestasi
Kesulitan ekonomi tak lantas membuat pendidikan Angga terpuruk. Angga, justru berhasil menjadi siswa teladan di sekolahnya. Segudang penghargaan telah ia raih saat duduk di bangku SMA, kelas 2, antara lain; Peringkat I Olimpiade kimia se Denpasar, peringkat II Olimpiade kimia se Provinsi Bali, peringkat II lomba penelitian ilmiah remaja, peringkat III lomba karya ilmiah remaja se-Denpasar dan peringkat I lomba karya ilmiah remaja se-Bali.

Saat menginjak Kelas 3 SMA, Peringkat II lomba cerdas cermat kimia di Universitas Indonesia (UI), serta Peringkat II Medical Science and Applications (Medspin) Fakultas kedokteran se-Jawa, Bali dan Lombok, pun ia raih.

Medspin merupakan salah satu ajang lomba terbesar yang diadakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair). Lomba bergengsi ini diadakan bagi para pelajar SMA se-Jawa Bali. Soal - soal yang diberikan bertemakan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) ‘spesial’, yang terkait dengan ilmu kedokteran.

Salah satu media cetak ternama di Bali bahkan pernah memuat profil Angga saat berhasil meraih peringkat kedua. Melalui media cetak inilah Kisah Angga sampai ke telinga Abdul Ghani dan Welly Ghani, pengusaha sepatu di Bali. Mereka kemudian menjadikan Angga sebagai anak asuh, sekaligus membiayai sekolahnya.

Izin kuliah di Bandung
Setelah lulus dari SMAN IV Denpasar Bali, Angga kemudian meminta izin ibunya untuk melanjutkan pendidikannya ke Institut Teknologi Bandung (ITB). Awalnya sang ibu keberatan lantaran faktor financial keluarga yang tak memungkinkan. Namun, melihat tekad Angga yang demikian kuat, sang ibu pun akhirnya ikhlas melepas kepergiannya.

Saat ini Angga telah menyelesaikan semester V jurusan Kimia fakultas Mipa ITB. November 2009 lalu, program Beasiswa Pemimpin Bangsa (BPB) Dompet Dhuafa Bandung sampai ke telinga Angga. Melalui beberapa tahapan seleksi yang cukup ketat, Angga berhasil menjadi salah satu mahasiswa yang berkesempatan meraih program beasiswa ini.

Beasiswa Pemimpin Bangsa (BPB) sendiri ini merupakan program beasiswa pendidikan terpadu Dompet Dhuafa Bandung, khusus bagi mahasiswa berprestasi di Perguruan Tinggi Negeri (PTN), namun memiliki keterbatasan ekonomi.

Program ini bertujuan untuk membangkitkan spirit para mahasiswa berprestasi dari kalangan tak berpunya, agar dapat menempuh dan menyelesaikan pendidikan tinggi dengan hasil yang gemilang. Sehingga, diharapkan kualifikasi akademik, jiwa kemandirian, kewirausahaan, kepemimpinan dan kemuliaan akhlak yang mumpuni dapat diraih, sebagai pra syarat ideal, calon pemimpin masa depan negeri ini.

Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 43 

Jumat, 18 Februari 2011

Petualangan Mengharukan, Distribusi Kurban Menembus Pedalaman Garut

Rabu (18/11/09), 9 hari menjelang Idul Adha 1430 H. Ustadz Abdullah bersama rekannya Atep, atas saran dari seorang relawan Dompet Dhuafa di Malangbong, Garut, berkunjung ke kantor Dompet Dhuafa Bandung di Jalan Pasir Kaliki 143. 

Tak ada lembaran proposal yang dibawa pengasuh Pondok Pesantren An-Nur, Singajaya, Garut, itu. Apalagi gambaran tertulis tentang data penduduk. Yang ada hanyalah niat dan kemaun yang membuncah kuat.

Bertemu Hendrayana, Koordinator Pengadaan dan distribusi Tebar Hewan Kurban (THK) wilayah Jabar, ia hanya menggambarkan secara lisan kondisi masyarakat desanya, yang berpenduduk mayoritas dhuafa, terpencil dan jauh dari sentuhan syiar kurban. Ia berharap, distribusi THK dapat menjangkau daerahnya.

Singkat cerita, Hendrayana saat itu mengakhiri pertemuan hanya dengan berucap, “saya tidak menjanjikan, insya Allah jika ada rizki untuk masyarakat di sana, kita akan salurkan.”

Ustadz Abdullah pun pamit pulang, tanpa kepastian ihwal jatah distribusi kurban. Setelah itu, tak ada lagi kontak. 

Hingga suatu siang menjelang sore, Sabtu (28/11/09), telepon genggam ‘klasik’nya berdering.

“Pa Abdullah abdi Redy ti Dompet Dhuafa, tos nampi kabar teu acan perkawis kurban ti kantor? alhamdulillah di daerah bapa bade aya kurban. (Pa Abdullah saya Redy dari Dompet Dhuafa. Sudah menerima kabar tentang kurban belum dari kantor? Alhamdulillah di daerah bapak akan ada kurban.)”

Abdullah terhenyak mendengar suara di seberang telepon genggamnya. Setengah tak percaya, hatinya bergumam, “mudah-mudahan ini bukan mimpi.”

Wajar saja ia bersikap demikian. Semenjak pengabdiannya sebagai pengasuh Pondok Pesantren An-Nur, di pedalaman kampung Pasir Angin, desa Mekartani Kecamatan Singajaya Kabupaten Garut 17 tahun silam, Abdullah (35) belum pernah sekalipun menyaksikan penyembelihan kurban di kampung halamannya itu.

Ia (Abdullah) pun kembali menyimak suara di handphone-nya. “Sekarang saya sedang menuju Garut, bawa domba. Saya minta di-smskan saja alamat lengkap bapak,” kata Redy, koordinator tim monitoring Tebar Hewan Kurban (THK) Dompet Dhuafa, mengakhiri percakapan.

Sejenak termangu, Abdullah pun segera mengirimkan alamat lengkap kampung halamannya, seperti permintaan tim monitoring Dompet Dhuafa tadi, melalui layanan pesan singkat.
***
Sore itu, Sabtu (28/11/09), Jam digital yang tampak di handphone kami, tim Monitoring THK, persis menunjukkan angka 5. Sinar matahari sudah temaram. Awan hitam tampak bergelayutan, seolah menanti kami untuk menembus pekatnya kabut di perbukitan Singajaya, kabupaten Garut.

Bismillah, kami bertiga; Redy, Yasin dan Jujun, ditemani sopir truk dan seorang lagi pengawas domba, memasuki gerbang perbatasan antara Cikajang dan Singajaya. Hati Redy, ketua tim, sedikit was was. Konon, menurut informasi, medan menuju Singajaya cukup menantang. Ia agak ragu, truk yang memuat 50 ekor domba kurban itu dapat dengan mudah sampai di tujuan.

Meski demikian, rasa itu berusaha ia kubur dalam-dalam. Satu persatu perbukitan kami lalui. Tak seberapa lama, awan pekat yang sebelumnya terlihat jauh, sudah berada tepat di depan kami, mengiring hujan yang membasahi jalanan di sekitar.

Laju truk pun diperlambat. Jalanan yang basah, licin dan cukup sempit untuk ukuran dua mobil, plus tikungan tajam yang diapit jurang menganga di sisi kanan dan kirinya, kian membuat jantung ini berdegup kencang. Desir angin malam yang menusuk tulang pun tak terlalu terasa karenanya.

Sesekali, saat berbelok arah menyusuri tikungan tajam, kami nyaris bertubrukan dengan kendaraan lain yang melaju dari arah berlawanan. Terlebih, cahaya lampu truk pun hanya berjarak pandang sekitar 2-3 meter-an. Untuk antisipasi, kami berkali-kali membunyikan klakson saat menemukan tikungan tajam, atau mengalah, dengan menunggu kendaraan dari arah berlawanan agar melaju terlebih dahulu.

Sekitar 3 jam, tim menyusuri jalanan, sebelum akhirnya tiba di Pasar Singajaya. Kami kontak Ustadz Abdullah, untuk meminta beliau mengirimkan petunjuk jalan, dan bertemu di suatu tempat.

Atep Kurnia serta Abdul Gani, dua orang yang diutus Ustadz Abdullah dengan mengendara motor pun tiba. Jalan mulus beraspal yang sudah kami lalui sebelumnya, sekitar 73 KM dari perbatasan Cikajang-Singajaya, mendadak berubah, saat memasuki pedalaman Singajaya. Tak lagi terlihat, aspal hitam yang memuluskan laju kendaraan. Yang tampak hanya bebatuan besar dan tajam, licin serta bercampur tanah merah yang becek dan lembek, lantaran tersiram hujan.

Baru 1 km truk berjalan dari jalan utama, tim sudah dihadang oleh tanjakan dengan ketinggian sekitar 35 derajat. Gas pun ditancap srutttttttttt…srutttttttttttt ...srutttttttttttt suara gesekan tanah merah lembek dengan ban mobil, terdengar cukup keras berkali-kali, pertanda truk tak kunjung bergerak maju.

Dua hingga Empat kali, truk terus dipaksa meretas tanjakan. Hasilnya tetap nihil, tak ada hasil. Sekali lagi, gas ditancap, namun lagi-lagi, truk seperti enggan beranjak.

Sang sopir pun menghela napas panjang. Dahinya tampak berkerut. Sesaat kemudian ia lantas berkata, “moal bisa nanjak ieu mah Pa, abdi nyerah (tidak bisa menanjak Pak, saya menyerah),” ucapnya berat, melemahkan spirit kami.

Sembari berpikir solusi terbaik, dan menjaga kondisi domba yang menumpuk di belakang, akhirnya kami memutuskan untuk mundur dari tanjakan dan memarkirkan truk di pinggir jalan yang permukaannya rata.

Tuntaskan penasaran, kami pun turun bersama sopir untuk memastikan kondisi tanjakan yang sukar ditaklukkan tersebut.

Setelah dicek ternyata panjang tanjakan berlapis tanah merah dan bebatuan licin itu berjarak sekitar 200 meter-an. Belum lagi di tengah-tengah tanjakan terdapat tikungan tajam yang menghubungkan ke tanjakan berikutnya, lengkap dengan parit yang cukup dalam di sisi kanan jalan. 

Seandainya truk dipaksa melaju, dan tak mampu menahan kendalinya ketika menyerah di tengah tanjakan, diprediksikan truk akan terperosok ke dalam parit tadi. Apalagi, informasi kedua orang utusan ustadz Abdullah, bahwa masih ada beberapa tanjakan dengan kondisi serupa, setelahnya.

Meski jarak tempuh tinggal tersisa sekitar 5 km lagi menuju titik penyembelihan di Kampung Pasirangin, bulat sudah keputusan kami untuk menghentikan perjalanan di kegelapan malam pedalaman kampung Cilumbung, kecamatan Singajaya itu.

Ketua tim, Redy Riyadi mulai gelisah. Matanya tajam menatap kondisi medan yang sungguh di luar prediksi itu. Berkali-kali ia menekan tombol telepon selulernya untuk meminta bantuan. Sebaliknya, telepon dia pun berdering terus menerus baik dari kantor pusat Dompet Dhuafa Bandung, tim distribusi lain dan tentunya dari Ustadz Abdullah.

Kami sempat berpikir untuk menggiring domba-domba itu menuju Pasirangin Desa Mekartani. Namun urung karena terlalu berisiko. Kondisi medan yang berat, bisa membuat domba-domba sekarat.

Jam menunjukkan pukul 9 malam. Sudah 1 jam kami mencari kepastian langkah yang harus ditempuh, namun belum tampak secercahpun cahaya harapan. Rintik hujan kembali turun menggenapi dinginnya malam yang semakin menusuk tulang.

Bukan masalah fisik yang membuat kami gelisah saat itu. Tapi ada amanah yang terancam putus, tak tertunaikan sebagaimana mestinya. Masyarakat di ujung jalan ini tentu menunggu sekerat daging dengan penuh harap. Maka kami harus tetap semangat, sembari bermunajat penuh harap kepada Sang Pemilik kehidupan.

Setengah jam berlalu, ustadz Abdullah tiba di lokasi menggunakan motor. Cukup lama kami berbincang, sebelum akhirnya bersepakat untuk melakukan prosesi penyembelihan di malam itu juga, jika 20 ekor domba berhasil tiba di lokasi. Kebetulan kampung Pasirangin desa Mekartani merupakan kampung terakhir yang mendapat aliran listrik.

Keempat titik lokasi penyembelihan di kampung lainnya akan disatutitikkan di Pesantren An Nur kampung Pasirangin desa Mekartani. Sedangkan sopir dengan penjaga domba akan menunggu dibawah tanjakan dengan 30 ekor domba di dalam truk untuk didistribusikan di pedalaman Garut lainnya.

Rencana itu mulai mulus saat kami mendengar ada satu mobil colt buntung milik pak lurah yang bersedia dipinjamkan. Mobil itu kebetulan lokasinya berada di bawah kampung lumbung, tempat truk terhadang tanjakan. Selang beberapa lama mobil yang dimaksud tiba dengan 2 motor yang akan mengangkut kami ke tempat tujuan.

20 ekor domba pun dialihkan. Akhirnya mobil melaju perlahan namun pasti melalui tanjakan tersebut. Disusul dengan dua motor yang kami naiki. Benar saja, pantauan kami sepanjang perjalanan, medannya sangat terjal, lengkap dengan tanjakan dan jalan menukik yang curam. Kami saja sempat terpleset jatuh dari motor saat turun dari beberapa puncak tanjakan.

Sekitar 30 menit di perjalanan, kami dikejutkan oleh mobil colt yang membawa domba amblas ke kiri jalan. Syukur, titik penyembelihan sudah terlihat sekitar 100 meter di bawah tanjakan. Domba pun digiring menuju lokasi.

Di lokasi, puluhan bapak-bapak, ibu-ibu, pemuda dan anak-anak terlihat berkerumun di tengah penerangan lapangan. Wajah-wajah itu tampak sumringah, menanti kami di ujung jalan penantian. Penantian panjang setelah 17 tahun tak tersentuh syiar kurban. (Ust Abdullah baru menempati desa tersebut selama 17 tahun, selama itu pula belum pernah ada kurban)

Proses penyembelihan pun langsung dilakukan sekitar jam 11 malam. Mereka tampak sekali begitu antusias. Maklum saja, 17 tahun tentu bukan waktu yang sebentar. Bahkan sejarah THK mencatat, untuk pertama kalinya prosesi penyembelihan kurban dilaksanakan di waktu malam.

Kampung tetangga di tiga titik lokasi pun mulai mengambil jatah mereka masing-masing. Beberapa orang terlihat menggotong 2-3 ekor domba yang sudah disembelih menggunakan kayu di pundak, layaknya kisah pemburu dan hewan buruannya, di tengah belantara.

Dengan penuh semangat mereka menembus pekatnya malam menuju lokasi masing-masing. Menurut Ustadz Abdullah, jarak yang paling jauh mencapai 5 kilometer atau sekitar 2-3 jam berjalan kaki menelusuri pesawahan di pinggir perbukitan tanpa ada penerangan jalan. Pasalnya penerangan listrik di desa Mekartani berakhir di kampung Pasirangin, tepat dimana kami melakukan penyembelihan.

Usai penyembelihan, kami pun menghampiri, lantas berbincang ringan dengan Ustadz Abdullah. Tentang pengabdiannya di pelosok sana, dinamika kehidupan masyarakat setempat, hingga prosesi kurban yang menurut penuturan dia baru lagi berlangsung setelah lebih dari 17 tahun.

Saat ditanya tentang pesan yang ingin disampaikan kepada para pekurban yang menitipkan amanah, ayah satu anak ini terdiam sejenak. Matanya nanar, suaranya terdengar serak. Bibirnya yang legam tampak bergetar, tak kuasa menahan air mata yang mengaliri gurat wajah dia.

“Abdi ngaraos bingah kabina-bina …..teu nyangki bakal aya kurban. Mugia Allah ngabales kana sagala kasaeannana (saya merasa senang sekali … tidak menyangka akan ada kurban. Mudah-mudahan Allah membalas setimpal segala kebaikannya,” ucap Abdullah, lirih.

“Maaf, saya tidak bisa mengucapkan apa-apa lagi…. jazakumullah khairan katsiran,” ucapan terakhir ustad Abdullah, sebelum terputus oleh tangis harunya.

Kami pun kembali meneruskan perjalanan panjang menembus pekatnya malam menuju pedalaman Garut lainnya untuk menditribusikan sisas hewan kurban....


Bismillah, Awal Langkah Menuju Berkah

Kecuali surat At-Taubah, 113 Surat lain dalam wahyu suci Alquran, yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, seluruhnya diawali dengan bismillah.

“Bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang menciptakan.”(QS 96; 1). Demikian wahyu pertama yang diterima oleh Muhammad bin Abdullah di dalam gua Hira, 15 abad silam. Wahyu ini sekaligus mentahbiskan Muhammad menjadi Rasulullah, utusan Allah terakhir yang menyeru manusia di muka bumi untuk mengesakan Allah.

Merujuk kepada sejarah, lafadz bismillah ternyata tidak hanya diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw saja, nabi-nabi sebelumnya mengamalkan bacaan ini dalam segala aktifitasnya. Nabi Sulaiman a.s. misalnya memakai kalimat bismillah ketika mengawali suratnya kepada Ratu Balqis di kerajaan Saba untuk tidak menyembah matahari “Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (an-Namal : 30)

Catatan sejarah lainnya, di zaman Nabi Nuh as, saat banjir hebat terjadi, nabi Nuh memerintahkan para pengikutnya untuk menaiki perahu sambil berkata "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.” (Hud : 41)

Tidak hanya para Nabi dan rasul, umat-umat shaleh terdahulu menggunakan lafadz bismillah dalam setiap aktifitasnya. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda,“Pada saat malam terjadinya Isra’ saya mencium bau harum, sayapun bertanya, “Ya Jibril, bau harum apakah ini?”Jibril menjawab, “Ini adalah bau wangi wanita penyisir rambut putri Fir’aun (Masyithah) dan anak-anaknya.” Rasul bertanya, “Bagaimana bisa?” Jibril berkata, “Ketika dia menyisir rambut putri Fir’aun, tiba-tiba sisirnya terjatuh. Dia mengambilnya dengan membaca ”Bismillah.”

Saat menyembelih hewan untuk dikonsumsi, segala jenis hewan yang dihalalkan pun bisa berubah haram, tatkala prosesi penyembelihannya tidak diawali dengan Bismillah. Salah satu kriteria halal-haramnya daging hewan yang kita konsumsi adalah saat prosesi penyembelihan. “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah…”. (QS Albaqarah : 173).

Makna dibalik Lafadz Bismillah…?
Ketua Jurusan Tafsir Hadist Universitas Islam Negri Bandung (UIN) Sunan Gunung Djat, Dr.Engkos Kosasih, Lc mengungkapkan, bahwa kandungan bismillah terdiri dari kata bi yang artinya dengan, ismi artinya Allah, Arrahman artinya Yang Maha Pengasih dan Arrahim Yang Maha Penyayang.

Hal ini, menurutnya, menggambarkan apapun yang kita kerjakan dan kita perbuat selama pekerjaan itu baik maka sudah sepantasnya dimulai dengan bismillah. Pengucapan bismillah, tambah Engkos Kosasih, menggambarkan apa yang kita lalukan harus memiliki keterkaitan dengan Allah Azzawajalla.

“Ucapan bismillah Dengan nama Allah, bisa menjaga seseorang dari berbuat sesuatu yang mungkin pada awalnya baik, namun pada perjalanannya terjerumus pada keburukan. Bismillah bisa menjaga seseorang baik dari awal, ketika proses dan baik ketika akhirnya,” paparnya.

Dalam kitab tafsir Ma’riful Qur’an, Mufti Shafi Usmani mengungkapkan kata bismillah terdiri dari 3 suku kata ba, ism dan Allah. Kata ba memiliki 3 konotasi dalam bahasa Arab, pertama mengekspresikan kedekatan antara dua benda yang satu dengan lainnya hampir tidak memiliki jarak, Kedua mencari pertolongan dari seseorang atau sesuatu, ketiga Mencari berkah dari seseorang atau sesuatu.

Kata ism secara sederhana diartikan sebagai nama. Sedangkan kata Allah merupakan gabungan dari kata Al dan Ilah. Kata Al mempunya fungsi definitif dalam bahasa Arab yaitu untuk menunjukkan sesuatu yang khusus sedangkan kata Ilah mengandung arti sesuatu yang disembah.

Kata Allah juga mengacu kepada suatu zat atau esensi yang tidak bisa dinisbahkan kepada yang lain melainkan hanya kepada Allah sendiri. Kata Allah juga merupakan bentuk tunggal yang tidak mempunyai bentuk dual atau jamak hal ini untuk menguatkan makna keesaan pada Allah.

Dari analisisnya ini, Mufti Shafi Usmani berpendapat, 3 makna kata bismillah dalam kaitannya dengan kata ba yaitu pertama dengan nama Allah SWT, kedua dengan pertolongan nama Allah SWT, ketiga dengan berkah nama Allah SWT.

Maka dari sini kita bisa menggambarkan betapa hebatnya kekuatan dari ucapan bismillah ketika memulai segala aktivitas. Dengan mengucapkan bismillah kita berharap bahwa Allah SWT akan bersama sama dengan kita. Selain itu Allah SWT akan menolong dan memberikan keberkahan dalam proses pekerjaan yang kita lakukan.

Begitu pula M. Quraish Shihab. Dalam bukunya ‘Lentera Alquran’, Quraish Shihab, memulai bab pembahasan dengan artikel berjudul ‘Mulailah Segala Aktivitas kita dengan Mengucapkan Basmalah.’ Dengan mengucapkan bismillah, menurutnya, bukan sekedar mengharapkan berkah, tetapi juga menghayati maknanya, sehingga dapat melahirkan karya yang positif.

Kata bi yang diterjemahkan “dengan”, oleh para ulama dikaitkan dengan kata “memulai”. Sehingga pengucap basmalah pada hakikatnya berkata: “Dengan (atau demi) Allah saya memulai (pekerjaan ini).” Apabila Anda menjadikan pekerjaan kita “atas nama” dan “demi” Allah, maka pekerjaan tersebut pasti tidak akan mengakibatkan kerugian pihak lain. Karena ketika itu, kita telah membentengi diri dan pekerjaan kita dari godaan nafsu dan ambisi pribadi.

Masih menurut Quraish Shihab, kata bi juga dikaitkan dengan “kekuasaan dan pertolongan”, sehingga si pengucap menyadari bahwa pekerjaan yang dilakukannya terlaksana atas kodrat (kekuasaan) Allah. Ia memohon bantuan-Nya agar pekerjaannya dapat terselesaikan dengan baik dan sempurna. Dengan permohonan itu, di dalam jiwa si pengucap tertanam rasa kelemahan di hadapan Allah SWT. Namun, pada saat yang sama, tertanam pula kekuatan , rasa percaya diri, dan optimism karena ia merasa memperoleh bantuan dan kekuatan dari Allah, sumber segala kekuatan. Apabila suatu pekerjaan (aktivitas_red) dilakukan atas bantuan Allah, maka pasti ia sempurna, indah, baik dan benar karena sifat-sifat Allah “berbekas” pada pekerjaan tersebut.

Senada dengan Quraish Shihab, Ketua Umum Yayasan Muntada Ahlil Quran, H. Taufik Hamim Effendi, Lc., MA, kepada Alhikmah mengatakan, dengan basmalah pada hakikatnya kita telah berikrar bahwa kehendak Allah SWT di atas segalanya. Maka dengan kehendak-Nya ini, segala perkerjaan kita akan sempurna. Walaupun tetap, kita berkewajiban untuk senantiasa berusaha, berdoa dan bertawakkal.

Selain itu, Basmalah juga memiliki keutamaan lain, yakni sebagai pembuka banyak ibadah, seperti mandi wajib, berwudhu, membaca Al-Quran dan tentunya juga perkerjaan-pekerjaan mubah, seperti makan dan minum, dan banyak aktivitas kaum muslimin lainnya.

Dalam praktik penyebaran Islam, Rasulullah SAW kerap mengirimkan surat yang berisikan dakwah kepada raja-raja di berbagai negeri untuk beriman kepada Allah SWT. Beliau SAW selalu memulai suratnya dengan lafazh basmalah. Demikian pula Nabi Sulaiman pun menuliskan basmalah saat mengirimkan surat ke ratu Bilqis, sebagaimana Allah abadikan kisahnya dalam Al-Quran dalam surat An-Naml. (QS 27; 30).

Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, "Segala aktifitas yang dianggap penting dalam islam dan tidak dimulai dengan basmalah maka tidak akan ada barokahnya."

Berkah Didapat Produktivitas Meningkat
Taufikurrahman, dalam artikelnya “Produktivitas seorang Muslim”, mengatakan, bahwa Islam merupakan agama ‘amali, agama yang mengutamakan nilai-nilai produktivitas secara sempurna dan syumuli, baik produktif dalam arti menghasilkan sebuah karya ataupun produktif dalam arti menghasilkan sebuah peningkatan serta perbaikan diri dan masyarakat. Karenanya, produktivitas di sini didefinisikan sebagai semua hal yang mengandung nilai-nilai kebaikan (khairiyyah), duniawi dan ukhrawi.

Oleh karena itu, ada tiga jenis produktivitas manusia, produktivitas terhadap Allah (produktif dalam ibadah mahdhah, seperti shalat, shaum, dzikir, dan lain-lain), produktivitas terhadap diri sendiri (produktif dalam memenej diri, membangun dan membina kedewasaan, dan lain-lain) dan produktivitas terhadap sesama manusia (produktif dalam berbuat ishlah (perbaikan) masyarakat, baik berupa penularan gagasan dan pikiran (karya-karya ilmiah, ceramah dan dakwah) atau berupa tenaga dan jasa).

Konsep-konsep Islam mampu menembus dimensi basyariyah sekaligus dimensi ilahiyyah. Oleh karena itu, Islam bukanlah agama yang hanya mengurusi masalah-masalah vertikal saja, akan tetapi juga membahas masalah yang sifatnya horizontal. Islam –dengan ke-syumul-annya– menawarkan konsep “manusia produktif” kepada setiap orang sekaligus mengantarkan mereka menembus nilai-nilai ilahiyyah yang sering tertutup oleh tabir kegelapan jahiliyyah.

H. Djoko Sasongko, misalnya. Pengusaha Muslim asal Bandung ini, kepada Alhikmah, memaknai lafadz bismillah dalam memulai aktivitas usahanya, sebagai proses hijrah dari orientasi kehidupan yang awalnya hanya sekedar mengejar materi keduniaan, menjadi berorientasi untuk kebaikan dunia dan akhirat.

Ia meyakini, dengan Bismillah di setiap awal langkah, maka manusia telah melibatkan Allah di setiap sendi kehidupan, dan memiliki kesadaran bahwa segala apapun yang kelak didapat hakikatnya merupakan titipan dari Allah.

“Kalau sudah seperti itu, maka setiap langkah-langkah itu akan membawa kebaikan. Misalnya; memberikan pelayanan terbaik kepada customer dengan berlaku jujur, amanah, tidak mengurangi timbangan dan sebagainya. Namun, yang perlu menjadi catatan sebenarnya bukan ucapannya, tapi lebih ke penghayatan makna yang kita ucapkan. Kalau lisan saja tanpa penghayatan, saya pikir akan menjadi hambar,” papar Djoko.

Dengan pelayanan terbaik, hal tersebut berdampak pada terciptanya pelanggan yang loyal, sehingga produktivitas pun tentu mengalami peningkatan. “Semakin dipercaya oleh Allah dengan materi yang melimpah ruah, maka kita semakin leluasa untuk beramal, dengan berinfak, atau berzakat, misalnya,” ungkap Djoko.

Begitu pula Deny Muttaqien. Pemilik Alifa Moslems Shopping Centre, Bandung ini meyakini, bahwa orang-orang yang menanamkan suatu niat (Bismillah) sejak awal, akan memiliki cadangan energi dan keyakinan, yang membuat seseorang pantang menyerah. “Puncaknya bahwa kebaikan yang kita lakukan akan dibalas Allah di akhirat kelak. Sehingga mampu berpikir progresif dan realistis, bahwa Allah akan memberikan sesuatu dengan segala kebaikan yang terkandung di dalamnya,” ungkap Deny.

Penulis : Muhammad Yasin
Peliput : Erni Ari Susanti/ M. Yasin
Penyunting : hb Sungkaryo
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 42

Selasa, 15 Februari 2011

Refanes Pionir Kerudung Anak Bermotifkan Binatang

Saskia Azka, balita usia 3 tahun tersenyum manis setelah mengenakan kerudung unik warna kuning berbentuk angsa. Meski usianya terbilang dini, tapi Saskia sudah merasa nyaman dengan kerudungnya.

Saskia tentu bukan satu-satunya anak perempuan yang bangga mengenakan kerudung. Saat ini tak sedikit anak perempuan sudah merasa nyaman mengenakan kerudung.

Mendidik anak perempuan untuk mengenakan kerudung tentu tidaklah mudah. Namun, di tangan seorang Nines Widosari, semuanya menjadi ringan.

Dibawah payung usaha ber-brand ‘Refanes’, Nines Widosari bersama sang suami Agus Widodo sukses menggarap sisi lain pasar kerudung anak di Indonesia. Sekitar 28.000 potong kerudung anak berbentuk binatang dan tokoh kartun dilepas setiap bulannya ke pelosok kota di Indonesia.

Mulanya 4 tahun silam di Surabaya, aktifitas wanita kelahiran Malang 28 Agustus 1978 ini hanyalah seorang ibu rumah tangga dengan satu orang putri, bernama Hunadia Refa. Suatu hari ia merasa jenuh dengan rutinitasnya. Selain mengurus Rumah Tangga yang tentu menjadi sebuah kewajiban, ia ingin melakukan aktivitas lain di luar itu. “Pokoknya greget ingin melakukan sesuatu. Saya ingin berkarya. Kalau tidak berkarya saya nangis,” kenang Nines kepada Alhikmah.

Nines yang Sarjana S1 Desain Produk, Institut Teknologi Sebelas Maret (ITS), Surabaya, lantas mencoba membuka sanggar lukis anak. Bakat melukis dari ayah dan ibunya, menitis pada diri Nines. Melalui Sanggar lukis anak inilah Nines banyak bersinggungan dengan anak-anak perempuan.

Sebagai seorang muslimah, Nines merasa terpanggil untuk memberikan edukasi sedini mungkin, kepada anak-anak perempuan dari keluarga muslim, supaya menutup auratnya dengan kerudung. Saat itu, Nines berpikir, bagaimana caranya agar mereka merasa nyaman dengan kerudung yang dikenakannya.

“Saya punya idealisme yang kuat agar anak saya berkerudung setiap hari. Sewaktu di sanggar saya baca psikologi anak bagaimana mendidik anak sejak dini. Ilmu desain yang berhubungan dengan pasar, kan harus ada differensiasi. Memunculkan sesuatu yang berbeda,” tutur Nines.

Agustus, 2007, Nines pindah ke Banyuwangi. Sementara suaminya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi S2 di di Institut Teknologi Bandung (ITB). Tanpa bantuan sang suami, Nines dengan seorang penjahit membuat contoh kerudung bermotifkan lebah dan kelinci. Pasar pun digarap.

“Saya nawar-nawarin ke 3 toko sendirian. Meskipun jahitannya kurang bagus, ga pake mesin obras namun sambutannya cukup luar biasa. Mereka bilang kok ini lucu ya. Kok aneh ada antenenya. Mereka langsung pada pesen,” kenang Nines.

Januari 2008 Nines menyusul suaminya ke Bandung. Di Bandung inilah Nines banyak mengetahui segala jenis kain, mesin jahit hingga sistem konveksi. Meskipun selama 3 bulan pertama di Bandung Nines banyak melakukan kesalahan-kesalahan mendasar seperti salah membeli kain dan mesin jahit.

Brand kerudung Refanes sendiri diambil dari penggabungan nama anak pertamanya Hunadia Refa, dan nama dirinya, Nines Widosari.

April 2008 Nines mencoba peruntungannya memasang iklan untuk menarik agen di salah satu media bersegmen Muslimah di tanah air, dengan harga Rp 4 juta. Meskipun cukup berat bagi nines, tapi hasilnya luar biasa. Di luar dugaan, banyak sekali orang yang ingin mendaftarkan diri sebagai agen.

Saking banyaknya, Nines menghentikan penerimaan agen. “Kita stop pendaftaran agen. Bahkan ada agen yang minta ijin mau membajak, karena kerudungnya tak kunjung dikirim,” Kenang Nines sambil tersenyum ringan.

Nines pun mengaku pernah sampai menangis dan stress, karena permintaan banyak, tapi penjahit pada pulang kampung. “Padahal saat itu hanya ada 7 agen,” katanya.

Kini, bertempat di Jl. H. Ghafur, Perumahan Graha Bukit Raya I Blok H-1 No. 10 Cilame, Ngamprah, Bandung, Nines dengan 60 pegawai yang ditempatkan di dua rumah, terus berkarya melahirkan desain-desain terbarunya. Menangkap peluang pasar yang selama ini langka tersentuh.

Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 42

MT Nurun Nisa Dari Infak Berbuah Seribu Anak Asuh

Mengadakan pengajian di majelis taklim dengan mengundang para ustadz terkenal, itu biasa. Menggelar kegiatan bakti sosial, itu juga sudah biasa. Memberikan pelayanan beasiswa kepada putra-putri anggota majelis taklim mulai usia sekolah dasar hingga ke jenjang perguruan tinggi, baru luar biasa.

Nyaris seperempat abad yang lalu, tepatnya 26 juli 1989, Sebuah Majelis Taklim hadir di bilangan Kebon Bibit Bandung. Embrionya hanya sebuah pengajian rutin 4 orang wanita, yakni; Hj. Din Alman Natalegawa, Hj. Syarif Bastaman, Hj. Esih Umar Kusuma dan Hj. Tati Mustain. Saat itu, Fly Over Pasupati, yang menghubungkan Jalan Pasteur dan Surapati, Bandung ini belum berdiri. Pengajian pun rutin terselenggara di kediaman Hj. Alman Natalegawa, di Kebon Bibit Selatan 17.

Saat itu, sebelum sekondang sekarang, KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) pun biasa berangkat mengendari motor untuk mengisi ceramah di MT Nurun Nisa ini. Selain Aa Gym, beberapa Da’i dan Da’iyyah ternama sempat menjadi pemateri rutin MT ini, antara lain; ustadz Bukhari Muslim, KH. Athian Ali m. Da’i, Prof. Dr. KH. Miftah Faridl, Ustadzah Ninih Muthmainnah, Ustadzah Farida, dan beberapa lainnya.

Pada tahun 90-an saat pengajian ini mulai merayap memperlihatkan perkembangannya dua pelopor MT ini, Hj. Alman dan Hj. Syarif meninggalkan Kebon Bibit Tamansari menuju daerah lain, masih di kota Bandung, yang jaraknya lumayan jauh.

Ditinggalkan oleh para pelopor, tak menyurutkan semangat dakwah para pengurus MT Nurun Nisa. Mereka terus mengajak masyarakat untuk hadir di Majelis ini. Dari kediaman Hj. Alman, tempat pengajian kemudian berpindah ke Masjid Nurul Iman dan Masjid Albayyinah, dua masjid yang masih terletak di Kebon Bibit Selatan.

Awal tahun 1990, beragam program kemudian diinisiasi para pengurus MT Nurun Nisa. Program-program tersebut antara lain; Khitanan massal, pemberian kelengkapan shalat, pembagian daging hewan kurban, pemberian infak kepada jajaran keamanan, dan pengangkatan anak asuh melalui pemberian beasiswa kepada para pelajar dhuafa, mulai usia sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

“Pemberian beasiswa kemudian menjadi program unggulan Majelis Taklim ini. Jika ditotal sejak digulirkannya program pada tahun 1990 hingga 2009, jumlah anak asuh yang mendapatkan beasiswa sudah melebihi 1000 jiwa. Rata-rata, setiap tahun, jumlah anak asuh yang menerima beasiswa berkisar antara 50 sampai 80 anak,” Kata Wakil Ketua Majelis Taklim Nurun Nisa, Hj. Tati Mustain

Budi Hartono dan Slamet, misalnya. Keduanya adalah putra dari seorang pengayuh becak di kebon Bibit. Atas izin Allah, dengan jalan beasiswa dari Majelis Taklim Nurun Nisa, mereka berhasil menamatkan studinya di Institut Teknologi Bandung (ITB), dan kini telah bekerja di dua perusahaan mapan di tanah air. Hal tersebut menjadi bukti nyata, terobosan Majelis Taklim ini, dengan pemberian beasiswa untuk putra-putri jamaahnya yang berprestasi, namun terhambat dari sisi pembiayaan.

Selain memberikan beasiswa kepada anak asuh, MT Nurun Nisa juga memberikan modal usaha kepada orangtua anak asuh, dengan harapan mereka bisa mandiri, dengan tidak mangandalkan biaya pendidikan anaknya dari MT Nurun Nisa saja.

“Dana yang terkumpul ini mayoritas dari infak ibu-ibu saja. Meskipun kami sekarang sudah udzur kami tetap semangat. Kita sekarang ini sedang berusaha akan melakukan regenerasi pengurus berikutnya” pungkas Hj. Tati.

Pengurus MT Nurun Nisa.
Ketua : Hj. Euis Ilyas Purakusumah
Wakil Ketua : Hj. Tati Mustain
Sekretaris : Hj. Ine Nana Garmana
Bendahara : Hj. Lucy Mansyur Agam

Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 42

Jika Benar itu Ghibah, jika Salah itu Fitnah

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan sakwa-sangka, karena sebagian dari sakwa-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?. .. (QS Alhujurat : 12)

Gunjing atau istilah lainnya yang berkonotasi membicarakan aib seseorang di dalam Islam dikenal dengan sebutan Ghibah. Secara harfiah ghibah mengandung arti tidak berada di tempat, karena berasal dari kata ghaib (tidak ada).

Artinya menurut Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, Drs. Hasanuddin, M.Ag, ghibah memiliki karakteristik memberitakan aib atau kesalahan orang lain di suatu tempat dimana orang yang diceritakannya tidak ada.

Lebih jelas lagi, lanjut Hasanuddin Rasulullah Saw pernah menguji para sahabat dengan pertanyaan “Tahukah kamu apa ghibah itu? sahabat menjawab: Allah dan Rasulullah yang lebih tahu. Kemudian Nabi bersabda: Menceritakan saudaramu yang ia tidak suka diceritakan pada orang lain. Lalu Sahabat bertanya: Bagaimana jika memang benar keadaan itu ? Nabi menjawab : "Jika benar yang kau ceritakan itu, maka itulah ghibah, tetapi jika tidak benar ceritamu, maka itu disebut buhtan (fitnah) dan itu lebih besar dosanya".

Pada tanggal 8 Juni 2006, 74 ulama se-Indonesia menyepakati hukum infotainment, menonton, menayangkan dan membaca yang menjadi unsur pergunjingan ghibah jatuh pada katagori haram. Dasar pengharaman tersebut bersumber dari Alquran surat Alqalam ayat 11 dan 12 yang artinya “yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa.”

Merujuk beberapa hadits, sanksi Allah bagi pelaku ghibah, antara lain:
- Allah Akan Mengintai Kekurangannya
Rasulullah bersabda, “Wahai sekalian orang yang telah menyatakan Islam dengan lisannya namun iman belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian semua menyakiti sesama muslim, janganlah kalian membuka aib mereka, dan janganlah kalian semua mencari-cari (mengintai) kelemahan mereka. Karena siapa saja yang mencari-cari kekurangan saudaranya sesama muslim maka Allah akan mengintai kekurangannya, dan siapa yang diintai oleh Allah kekurangannya maka pasti Allah ungkapkan, meskipun dia berada di dalam rumahnya.” (HR. at-Tirmidzi)

- Ghibah tidak Diampuni hingga Orang yang menjadi objek ghibah Mengampuninya.
Rasulullah bersabda “Ghibah itu lebih keras daripada zina.” Mereka bertanya: “Bagaimana ghibah lebih keras dari zina, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Sesungguhnya seseorang telah berzina, kemudian bertaubat dan Alloh pun mengampuni dosanya, sedangkan orang yang melakukan ghibah tidak akan diampuni Allah, hingga orang yang di-ghibah-nya mengampuninya.” (HR. Baihaqi)

- Allah Mengurung Pelaku Ghibah Dalam Lumpur Keringat Ahli Neraka
Rasulullah bersabda, “Siapa yang berkata tentang seorang mukmin dengan sesuatu yang tidak terjadi (tidak dia perbuat), maka Allah subhanahu wata’ala akan mengurungnya di dalam lumpur keringat ahli neraka, sehingga dia menarik diri dari ucapannya (melakukan sesuatu yang dapat membebaskannya).”(HR. Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim)

- Mereka Mencakar-Cakar Wajah Dan Dada-Dada Mereka Sendiri Di Neraka
Rasulullah bersabda: “Ketika aku dimi’rajkan aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga. Dengan kuku-kuku itu mereka mencakar-cakar wajah dan dada-dada mereka sendiri. Maka aku berkata: `Siapakah mereka itu wahai Jibril?` Jibril menjawab, `Mereka itu adalah orang-orang yang berani memakan daging-daging manusia serta menjatuhkan kehormatan dan harga diri orang lain.” (HR Abu Daud)

Ghibah memang tidak semuanya dikatagorikan haram. Pada batas-batas tertentu ghibah ada yang diperbolehkan. Dalam kitab syarah muslim, Imam nawawi menyebutkan enam bentuk ghibah yang diperbolehkan, diantaranya :

Pertama, Jika seseorang merasa terdzalimi. Boleh baginya mengadukan kedzaliman yang dia terima kepada aparat, hakim atau pihak lain yang mempunyai wewenang untuk mencegah orang yang mendzaliminya.

Kedua, Untuk meminta bantuan dalam merubah kemungkaran, dan mengarahkan pelaku maksiat untuk kembali berbuat benar. Misalnya dengan mengatakan kepada orang yang dianggap mampu mencegah kemungkaran “seseorang melakukan perbuatan ini, tolong anda cegah”

Ketiga, Untuk meminta fatwa atau nasihat. Misalnya mengatakan “temanku telah berbuat ini pada saya, bagaimana cara untuk melepasnya”

Keempat, Untuk mengingatkan umat Islam dari perbuatan buruk. Salah satu contohnya di dalam ilmu hadits dikenal istilah Jarh, sifat negatif yang dimiliki seorang perowi hadits. Sifat ini wajib dikemukakan untuk mengamankan mata rantai hadits Rasulullah.

Kelima, Menceritakan seseorang yang melakukan kefasikan atau perbuatan bidah secara terang-terangan.

Keenam, Mengenalkan seseorang dengan suatu sifat atau cirri fisik dengan syarat kalau tidak dijelaskan dengan cara tersebut orang yang kita maksud tidak dikenali.

Namun perlu diingat pengecualian ini bukan dengan tujuan untuk menghinakan atau melecehkannya. Tapi tidak lain merupakan bagian dari amar ma’ruf nahi munkar. Kekurangan yang disampaikan pun hanya sebatas kesalahannya saja yang hendak dirubah bukan kekurangan-kekurangan lainnya yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan amar maruf nahi munkar.

Orang-orang yang menolak ghibah atas saudaranya mendapat balasan yang sangat besar di hadapan Allah SWT. Nabi bersabda : Barangsiapa menolak (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan menolak menghindarkan api Neraka dari wajahnya". (Hadits Riwayat Ahmad).
Wallahu’alam

Penulis : Muhammad Yasin
Peliput : Erni
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 41

Senin, 14 Februari 2011

Seminar Optimalisasi SEO untuk Situs Bisnis 5 Maret 2011


Apakah situs Anda ingin muncul di #1 Search engine Google dan Yahoo
Apakah pengunjung situs Anda Ingin membeli produk Anda

“Website Bisnis yang Menjual”
Fauzi Rachmanto (Pengusaha serta President Komunitas Pengusaha TDA Bandung)

“Srategi SEO, Membongkar Rahasia Google dan Yahoo untuk Optimalisasi Situs Bisnis”
Jack Febrian (Pengusaha, Pakar IT dan Penulis buku Google and Yahoo Secret)

Peserta Disarankan membawa notebook karena langsung praktek

05 Maret 2011
09.00 WIB - 16.00 WIB
Gedung Jabar Craft Center (JCC), Jl. Ir. H. Juanda No.19 Bandung (Dekranasda Jabar)

Investai : 120.000/org

Peserta dibatasi 75 orang

Fasilitas : Buku Google and Yahoo Secret, Makan Siang, Snack, Training kit, Dapatkan juga doorprize bagi yang beruntung.

Pembayaran ditransfer ke rekening
Bank BCA 8480055510
Bank Mandiri 1320010030584
(Atas Nama Redy Ryady)

Pelayanan Informasi Pendaftaran :
Sms centre : 085222225111
Call Centre : 02276404040

Sabtu, 12 Februari 2011

Karena Lidah tak Bertulang Tinggalkan Ghibah, Gunakan lisan untuk Kebaikan

“Eh, Tahu Nggak Sih? dia sekarang punya motor baru. Sombongnya minta ampun. Baru dapat motor kayak gitu aja udah petantang-petenteng. Cape deh… saya aja dulu pas beli motor baru, ngga kayak gitu-gitu amat. Iih amit-amit deh …”

Obrolan yang ‘hari ini’ tampak biasa. Menggunjing teman, saudara, tetangga, public figur, atau siapapun, tentang apapun. Bak pepatah lidah tak bertulang, lisan atau obrolan serampangan, sungguh dapat berakibat fatal.

Sepasang suami-istri yang begitu harmonis mengarungi bahtera rumah tangga, bisa seketika kandas akibat terpaan kabar dari lisan yang tak menyenangkan. Dua orang sahabat yang telah menjalin ukhuwah sekian lama, sangat mungkin terlibat perselisihan, lantaran ‘racun’ lisan yang tak terjaga. Peperangan antar bangsa, bahkan negara di dunia, kerap terjadi akibat celoteh lisan para pemangku kepentingan.

Itulah diantara ekses pergunjingan, atau yang dalam khazanah Islam dibahasakan Ghibah. Sedemikian berbahayanya lisan kita, hingga Allah dan Rasul-Nya mengingatkan manusia agar berhati-hati dalam penggunaannya. “Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang dibenci oleh Allah yang dia tidak merenungi (akibatnya), maka dia terjatuh dalam neraka Jahannam.” (HR. Bukhari)

Celakanya, Ghibah saat ini telah menjadi tren di tengah masyarakat, sebagai konsekuensi kebebasan informasi di berbagai media (cetak, elektronik dan online) yang cenderung liberal.

Sebelum hadir di media televisi di negeri ini, pemberitaan soal-soal pribadi para selebritas telah dirintis di media cetak. Adalah Tabloid Monitor yang digawangi Arswendo Atmowiloto sebagai Pemimpin Redaksi, yang mengawali mengangkat persoalan publik figur baik dari dalam maupun luar negeri.

Kehadiran televisi memperparah aktivitas gunjing-menggunjing ini. Tahun 1995, stasiun televisi RCTI mencoba peruntungannya dengan menampilkan program Kabar-Kabari yang dibidani Amazon Dalimunthe. Saking ‘prospektif’-nya Program ini, hingga memunculkan laporan di Koran Tempo 4 Februari 2001 bertajuk “Manisnya Berbisnis Gosip”.

Melihat pangsa pasar yang begitu menggairahkan, stasiun televisi lain pun berlomba-lomba menayangkan program serupa. Tercatat, SCTV kemudian merilis program Bibir Plus, Poster, Hot Shot, Halo Selebriti, Otista dan Ngobras. Stasiun televisi TPI memproduksi Selebrita dan Go Show. ANTV menayangkan Panorama, Kharisma, Selebriti Dunia dan Berita Selebritis Spesial. Sementara Indosiar muncul dengan KISS-nya.

Data Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), sebagaimana dituturkan Anggota KPI Bidang Struktur dan Sistem Penyiaran, Muhammad Izzul Muslimin kepada Alhikmah menyebutkan, tahun 2002 tercatat frekuensi tayangan infotainment baru berjumlah 24 episode perminggu, atau tiga episode per hari yang ditayangkan 10 stasiun televisi swasta di Tanah Air.

Tahun 2003, jumlah itu berlipat empat menjadi 101 episode perminggu (14 episode per hari). Setahun kemudian, 2004, frekuensi tayangan ini kian bertambah menjadi 151 episode perminggu (22 episode per hari). Begitu pula di tahun 2005, jumlah tayang infotainment terus bertambah menjadi 180 episode per minggu (26 episode per hari).

Bulan Januari sampai dengan Agustus di tahun 2007, jumlah penayangan infotainment menjadi 210 episode per minggu atau sebesar 15 jam per hari. Artinya, setiap tahun ada lonjakan episode. Masya Allah.

Bisnis Untung Konsumen ‘Buntung’
Maraknya tayangan berbau Gosip ini bukan tanpa alasan, motif meraup keuntungan berlipat tanpa harus mengeluarkan biaya produksi yang besar, menjadi pilihan banyak media.

Pengamat media, Ade Armando kepada Alhikmah menyebut Infotainment sangat menguntungkan secara bisnis, karena pembuatannya relatif murah; tidak membutuhkan sutradara, penulis skenario, aktor dan aktris yang perlu dibayar. Sementara itu, masih menurut Ade, ada sekian banyak penonton yang memang suka dengan tayangan tersebut, terutama kalangan ibu-ibu.

“Kalangan ibu-ibu ini penting buat menarik pengiklan, Ibu-ibu ini kan pengambil keputusan di rumah termasuk keputusan untuk membeli barang-barang kebutuhan rumah tangga,” tutur Ade Armando.

Penuturan Ade Armando diakui betul oleh ‘raja’ infotainment Indonesia, Ilham Bintang. “Kebetuhan televisi terhadap program ialah yang murah & cepat. Tidak ada yang salah di situ. Yang penting dalam hal menayangkan berita mereka tunduk pada kode etik jurnalistik yaitu mendahulukan ketepatan dibandingkan kecepatan,” aku Ilham Bintang kepada Alhikmah.

Ilham mengklaim tayangan infotainment tersebut akan memberi kontribusi untuk mengurangi penyalahgunaan wewenang pejabat publik serta dapat menekan jumlah artis yang hidup di luar norma-norma susila masyarakat.

Artis terkenal yang diidolakan masyarakat menurutnya harus membayar keterkenalan itu dengan contoh keteladanan hidup, bukan sebaliknya. “Untuk tujuan itu, infotainment harus mampu mengontrolnya,” tegas Ilham.

Namun, pendapat Ilham yang cenderung melihat sisi positif tayangan infotainment dibantah Ade Armando. Menurut Ade, infotainment membuat masyarakat dilenakan dan dibuat bodoh oleh media. Dampaknya, bukan hanya pada konsumen media, tetapi juga bagi individu yang menjadi objek pemberitaan.

Ade menegaskan, kehidupan seseorang bisa hancur karena pemberitaan infotainment tersebut. Hal tersebut, lanjut Ade, bukan saja berdampak pada orang yang terlibat perselingkuhan ataupun perceraian, misalnya, namun juga pada keluarga mereka, terutama anak-anak. Mereka tidak lagi punya ruang pribadi (privacy), padahal seharusnya dihormati dalam kerangka hak asasi manusia.

Masyarakat sebagai konsumen media lantas menjadi pecandu gosip, dan secara psikologis lebih tertarik pada hal-hal yang tidak penting semisal mengurusi kehidupan pribadi orang lain, ketimbang hal-hal produktif lain yang bisa dilakukan.

Mantan anggota KPI ini bahkan dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada dampak positif infotainment bagi masyarakat, kecuali bagi stasiun televisi dan production house-nya.

Pergeseran Istilah dan Pelanggaran Kode Etik
Dari segi istilah, Infotainment, menurut Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Padjadjaran, Bandung, Prof. Engkus Kuswarno, merupakan kepanjangan dari informasi dan entertainment, yakni suatu program yang memilik tiga fungsi; informasi, edukasi (pendidikan) dan entertainment (hiburan).

Sayangnya istilah ini, masih menurut Prof. Engkus Kuswarno Guru Besar FIKOM (Fakultas Ilmu komunikasi) Unpad sudah jauh bergeser sedemikian rupa. “Ada pengertian yang salah kaprah tentang infotainment. Jika sebelumnya adalah tayangan seperti keberhasilan petani di pedesaan yang diceritakan dalam bentuk hiburan, kini tayangannya lebih kepada informasi tentang artis,” papar Engkus.

Dalam teori komunikasi, Engkus melanjutkan, ada efek media massa yaitu apa yang disampaikan media maka akan menjadi pengetahuan bagi masyarakat (kognisi) namun secara otomatis tidak langsung ditiru. Pengetahuan yang didapat masyarakat akan langsung diserap dan terbentuk dalam pikirannya, kemudian menjadi kebiasaan karena terkumpulnya pengetahuan tersebut. “Sangat disayangkan program ini dominan dalam menceritakan aib-aib orang lain. Jika saja infotainment tidak diminati masyarakat maka dengan sendirinya tayangan tersebut tidak bertahan lama dan kemudian mati,” katanya.

Dari sisi kode etik Jurnalistik, peran wartawan yang berkecimpung di dunia infotainment masih banyak dipertanyakan statusnya. Ade Armando misalnya, yang mengkritik akurasi dan objektivitas berita yang dibuat oleh jurnalis infotainment.

“Gosip itu bukanlah berita. Karena berita adalah sesuatu yang akurat, disampaikan secara objektif bahkan ada nilai kepentingan publik dan tetap menjaga ruang pribadi orang lain,” tutur Ade Armando.

Kode etik jurnalistik Bab II pasal 6 menyebutkan bahwa “wartawan Indonesia menghormati dan menjungjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang merugikan nama baik seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum”.

Standarisasi peraturan tentang program siaran infotainment menurut Anggota KPI, Muhammad Izzul Muslimin sebetulnya juga sudah diatur dalam standarisasi P3-SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran). Diantaranya, program infotainment tidak boleh menyiarkan informasi yang masih dapat dikategorikan sebagai gosip atau kabar burung. Kemudian program infotainment diwajibkan menyajikan informasi yang akurat, berimbang dan objektif.

Tetapi, masih saja banyak media yang tidak mengindahkan. Tahun 2008 program Infotainment di RCTI, Trans TV dan Trans 7 ditegur oleh KPI. Belum lama ini, September 2009 KPI melayangkan surat himbauan kepada seluruh station TV supaya berhati-hati ketika menayangkan program infotainment yang mengulas perihal rumah tangga atau perceraian artis.

Desertasi Dr. Agus Maladi Irianto, M.A. berjudul ‘Kontestasi Kekuasaan Sajian Acara Televisi: Studi tentang Program Tayangan Infotainment’ menguatkan fakta bahwa KPI dari gambaran di lapangan ternyata tak bisa berbuat banyak ketika sejumlah stasiun televisi menyajikan program tayangan infotainment yang menyimpang dari P3-SPS.

Pedoman tersebut tak sepenuhnya dipatuhi oleh para produser maupun pengelola program tayangan infotainment. Otoritas yang melekat pada KPI, ternyata tidak bisa dianggap sebagai penentu “hidup-matinya” sebuah sajian acara televisi. Sebab, menurut desertasi tersebut, selain KPI masih ada TV rating yang kemudian dijadikan tolok ukur sejumlah pengelola stasiun televisi untuk menayangkan suatu sajian acara.

Keresahan Ulama
Tayangan infotainment yang berlebih-lebihan telah membuat gerah banyak ulama. Pada Musyawarah Alim Ulama NU yang digelar di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur 31 Juli 2006, NU menyatakan acara infotainment yang membeberkan aib seseorang tanpa alasan yang jelas hukumnya haram.

Muhammad Adnan Ketua PWNU Jawa Tengah, membacakan bunyi teks fatwa tersebut kepada Alhikmah. "Menayangkan, menyiarkan, menonton, atau mendengarkan acara yang mengungkap/membeberkan kejelekan seseorang melalui acara apa pun adalah haram, kecuali berdasar tujuan yang dibenarkan Syariat, seperti memberantas kemungkaran, memberi peringatan, menyampaikan pengaduan/laporan meminta bantuan atau meminta fatwa hukum. Pandangan ini didasari pada teks-teks primer (al-Quran dan Sunnah), teks sekunder (pandangan para ulama klasik)."

Landasan argumentasi dikeluarkannya fatwa haram tersebut antara lain; Pertama, tayangan infotainment sudah masuk terlalu jauh ke ruang privat, yang bisa dikategorikan pergunjingan (ghibah) atau membuka aib orang lain di muka umum.

Kedua, tayangan infotainment merupakan salah satu acara yang durasinya sudah masuk kategori berlebihan karena hampir setiap saat, mulai pagi hingga malam hari, penonton dijejali tayangan itu. Ada kesan kuat bahwa televisi dan produser hanya memerhatikan aspek komersial dan keuntungan.

Ketiga, tayangan infotainment telah menimbulkan dampak negatif pada masyarakat. Dalam bahasa agama, menimbulkan marabahaya (madharrat). Karena saking banyaknya tayangan infotainment, masyarakat mudah terbius untuk terus-menerus menonton. Hal ini dapat menyuburkan budaya pergunjingan di tengah masyarakat.

Penulis : Muhammad Yasin
Peliput : M. Yasin, Ernie Ari Susanti
Penyunting : hb Sungkaryo
Diterbitkan Oleh Tabloid Alhikmah edisi 41

Kamis, 10 Februari 2011

Kisah Taubatnya, Iskandarsyah Berian Sang Trouble Maker

Semilir angin menerpa wajah begitu memasuki halaman Masjid Madinah di jalan Depokraya Antapani Bandung. Sesosok pria berjubah putih, dengan sorban merah yang melingkar di kepala, berhias janggut sepanjang dada tengah duduk santai di beranda masjid. Sejurus kemudian ia tersenyum menyapa kehadiran Alhikmah dengan salam.

Iskandarsyah Berian nama lengkapnya. Isbul (Iskandar Bule) atau kang Is, ia biasa disapa. Meski penampilannya serupa ulama besar, jangan kaget kalau Berian belum lancar membaca alquran. Dua tahun terakhir ini Iskandarsyah Berian mencurahkan segala waktu dan harta bendanya untuk belajar Islam dan berdakwah.

Nama Isbul memang tidak dikenal di khalayak umum. Lain halnya jika sudah masuk ke dunia hitam. Sebut saja Isbul, bulu kuduk orang-orang sekitar hampir pasti berdiri merinding. “Dunia hitam di Bandung dan Jakarta kenal saya. Sebut saja Isbul, Iskandar bule, si trouble maker, si tukang bacok orang,” tutur kang Is sembari tertawa ringan.

Dari Beograd ke Hotel Prodeo
46 tahun silam, 22 Februari 1963, Iskandar kecil lahir di Beograd, Yugoslavia. Ibunya, Milena Benak, seorang wanita asli negeri Skandinavia. Sang Ayah, Berian Rosier, yang asli berdarah Indonesia. Keduanya beragama Islam.

Tiga tahun berlalu, masa tugas sang ayah sebagai personil militer Indonesia yang ditempatkan di Yugoslavia berakhir. Berian Rosier beserta istri dan kedua anaknya Iskandarsyah Berian (3 tahun) dan Nena Rosier (1 tahun), lantas menetap di Indonesia, di sebuah rumah di bilangan Sejahtera, Cipaganti, Bandung.

Memasuki usia Sekolah Dasar (SD), bakat nakal Iskandar mulai terlihat. Nyaris saban hari, Iskandar kecil berkelahi dengan teman sebaya dia.

Lulus SD, Iskandar melanjutkan pendidikannya ke SMP 9 Bandung. Bukannya berubah baik, Iskandar malah bertambah nakal dan kian sering berkelahi. Sang ayah, bahkan sampai mendatangkan guru agama ke rumahnya. Namun, Iskandar malah kabur dan memilih hidup di jalanan.

Pernah suatu hari, Iskandar mengambil Pistol milik ayahnya di lemari. Benda berbahaya itu enteng saja ia bawa ke sekolah. Kontan, aksi nekadnya itu berujung vonis Drop Out (DO) dari pihak sekolah. Iskandar pun lantas didaftarkan ayahnya ke Sekolah lain.

Tak lantas jera, di tempat baru Iskandar kembali berulah. Dari membacok orang, minum air memabukkan, sampai mengkomsumsi zat-zat terlarang, menjadi rutinitas harian. Tercatat mulai dari bangku SMP 40 Jakarta, SMP 2 Lampung, hingga SMP Ampera Bandung, pernah ia duduki. Baru di tempat terakhir itu, Iskandar berhasil menamatkan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Setamat SMP, Sekolah Menengah Umum (SMU) Daya Siswa, yang moncer disebut SMU John Mayel, menjadi pilihan sang Ayah untuk menyekolahkan Iskandar. Sekolah itu memang terkenal gudangnya anak-anak nakal. Terletak di kawasan Naripan Bandung, murid-murid sekolah ini dengan mudah dikenali. Mulai dari pakaiannya yang bebas tak berseragam, rambut gondrong tak harus dirapihkan, hingga petantang-petenteng membawa botol minuman keras, sudah jadi semacam kewajaran.

Nasib Iskandar berbeda dengan Nena Rosier, sang adik satu-satunya. Nena banyak mendapatkan prestasi gemilang. Bahkan dikemudian hari, Nena Rosier terkenal sebagai aktris senior yang membintangi puluhan Film dan belasan sinetron di negeri ini.

Tahun 1980, untuk pertamakalinya, Iskandar mulai merasakan penatnya hotel prodeo di Banceuy, Bandung, akibat perkelahiannya di kawasan Dangdeur. Setahun kemudian setelah keluar dari penjara, 30 orang tak dikenal tiba-tiba mengeroyok dia di kawasan Cipaganti, Bandung. Iskandar terkapar oleh tusukan benda tajam seseorang dari belakang yang menghujam punggungnya.

Darah segar pun mengalir. Tubuhnya limbung, lalu terkapar begitu saja di jalanan. Tak ada seorang pun yang mau menolongnya. Dengan tenaga yang tersisa, Iskandar mulai bangkit, dan berusaha sampai ke rumah sakit.

Bukannya sadar, setelah sembuh, ia mencari 30 orang pengeroyoknya itu untuk membalas dendam. Satu persatu mereka dibacok tanpa belas kasihan.

Ingat Allah
Meski hidup di dunia kelam, Iskandar mengaku sering bermunajat kepada Allah setiap hendak tidur atau saat tengah merenung sendirian. Rasa lelah menjalani kerasnya kehidupan, ia akui kerap datang menghantui.

“Saya manusia bukan setan. Sebiadab-biadabnya manusia sebagai pembunuh pasti hati kecilnya ada keinginan untuk memohon sesuatu kepada Allah. Cuma tidak diutarakan saja karena egois. Saya yakin siapapun orangnya pasti akan seperti itu,” kenang mantan pentolan XTC, geng motor ternama di negeri ini kepada Alhikmah.

Tahun 1997, Iskandar bertemu pelatih beladiri Brain Canon, yang merupakan aliran Kick Boxing asal Australia, bernama Ahmed. Dari sinilah kemudian Iskandar, Ahmed beserta dua rekannya Heri Wijaya dan Agus Bom, mendirikan Kick Boxing Indonesia.

Namun, seiring waktu berjalan, satu per satu, Empat shabat itu memilih karirnya sendiri. Ahmed masih fokus di Kick Boxing Indonesia. Heri Wijaya, menjadi pengacara. Iskandar sendiri kemudian mendirikan Bodyguard Security Service (BOSS) tahun 2001. Sedangkan Agus Bom belum diketahui keberadaannya.

BOSS sebagai Organisasi Massa (Ormas) di bidang jasa pengamanan, melayani pengamanan acara pemerintah, diskotik, tempat karaoke, klub malam hingga mengawal tokoh ternama. Tak hanya di Bandung, BOSS berkembang ke provinsi-provinsi lain seperti Bangka, Kalimantan, Jakarta, dan daerah lainnya.

Iskandar mengaku setiap bulan meraup puluhan juta dari setoran diskotik, rumah judi, klub malam dan tempat-tempat yang menggunakan jasa pengamanan BOSS. Belum lagi tugas intimidasi sebagai Debt Collector, dan pengawal para tokoh penting. Dunia saat itu seakan berada dalam genggamannya.

Cahaya Hidayah itu
17 Januari 2007 saat Iskandar berada di sekretriat BOSS, di Jalan Sunda, Bandung, datang lima orang berjubah putih, berhias janggut. Kelima orang tersebut dengan berani mengajak Iskandar untuk taubat kepada Allah. “Bagaimana kamu menghadapi kematian? perilaku kita kelak akan dipertangguhgjawabkan dihadapan Allah,” ungkap Iskandar menirukan kata-kata Kelima orang itu.

Kaget bukan kepalang, selama 30 menit, sosok bringas seorang Iskandar dibuat terpaku dihadapan lima pendakwah itu. Usai menyampaikan dakwahnya, mereka lantas mengajak Iskandar untuk ikut bersama.

Belum sempat dijawab, kelima orang tersebut meninggalkan Iskandar yang masih terdiam seribu bahasa. Iskandar kemudian menguntit mereka dari belakang, hingga sampailah ke sebuah Masjid di bilangan Depok Raya, Antapani, Bandung.

Alhamdulillah, Allah memberikan Hidayah-Nya. Hari itu juga Iskandar memutuskan untuk tinggal beritikaf di Masjid. Ia belajar bagaimana cara berwudhu, Shalat, hingga membaca Alquran. Ia meninggalkan BOSS yang saat ini anggotanya mencapai 40.000 orang.

Ia pun mengajak orang-orang terdekatnya untuk kembali kepada Allah dan melaksanakan sunnah Nabi Saw yang banyak ditinggalkan umat Islam. Iskandar merasa miris banyak kriminalis tak tersentuh dakwah bahkan dianggap sampah masyarakat.

Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 41

Mengungkap Rumah Potong Ayam hingga Cokelat Memabukkan

Penasaran akan prosesi pemotongan hewan untuk konsumsi keseharian, Alhikmah menyengaja datang ke beberapa lokasi pemotongan hewan di kawasan Bandung dan sekitarnya. Tentu saja, tanpa tendensi membuat generalisasi, bahwa temuan yang didapat mewakili keseluruhan fakta yang terjadi.

Penelusuran dimulai di satu malam awal Oktober 2009. Jam yang melingkar di tangan menunjuk angka 10, ketika Alhikmah tiba di sebuah gang kecil di wilayah Ciroyom, Bandung.

Ditemani Asep, salah seorang mantan pekerja di salah satu rumah pemotongan ayam, Alhikmah bergerak menuju sasaran. Sebuah lokasi pemotongan unggas kegemaran banyak orang, yang berjarak beberapa meter dari mulut gang. Tiba di halaman, aroma khas ayam mentah dan anyir darahnya menusuk indra penciuman. 

Saat Alhikmah masuk, barulah terlihat aktivitas penghuni rumah. Ada Empat orang tengah sibuk mengurusi prosesi penyembelihan ayam. Satu orang sedang meyembelih. Satu lagi merebus ayam yang telah disembelih. Dua orang sisanya, menyerabuti bulu dari tubuh ayam yang sudah direbus. Hiasan Tato, entah permanen atau temporer, tampak di lengan salah satu pekerja yang bertugas membersihkan bulu.

Beberapa buah tong plastik berukuran cukup besar terlihat berjajar tak jauh dari posisi jagal. Tong tersebut dipergunakan sebagai tempat untuk menampung ayam-ayam yang telah disembelih, sebelum dimasukkan ke dalam rebusan, berupa tong yang berisi air mendidih.

Alhikmah kemudian mengamati proses penyembelihan. Sang jagal memegang kedua sayap ayam hidup dengan posisi telunjuk menekuk leher. Sreet .. Sebilah pisau mengayun cepat, menyayat leher unggas itu, hingga darah segar semburat deras. Tak terlihat, mulut sang jagal komat-kamit berucap bismillah. Husnudzon kami, mungkin sudah dalam hati.

Setelah terkumpul hingga 20-an ekor, satu persatu ayam yang sudah dipotong langsung dimasukkan ke dalam tong penampungan.

Tak lama, setelah diperkirakan mati, ayam pun dikeluarkan dari tong, dan dibiarkan tercecer di lantai. Dari jumlah yang ada, 2-3 ekor ayam tampak masih bergerak, meski urat lehernya sudah tersayat. Tak ada proses ricek, untuk memastikan kematian binatang berdarah panas itu. Ayam-ayam tersebut lalu dimasukkan kedalam tong, tempat merebus. Sesekali, sang jagal mengangkat, mengaduk pelan ayam-ayam tadi. Baru kemudian berlanjut ke proses pembersihan bulu-bulunya.

Asep, yang pernah melakoni profesi sebagai pemotong ayam di pasar Andir, Bandung, selama 3 tahun (1990-1993) mengaku tahu persis kebiasaan sebagian para jagal ayam, terutama yang berada tak jauh dari kediamannya. Ia menuturkan, dari dua puluh sampai tiga puluh ayam yang telah disembelih dan dimasukan ke tong tersebut, ada saja yang masih hidup antara dua sampai tiga ayam. Namun, orang yang ditugasi untuk merebus kerap langsung memasukannya ke dalam tong berisi air mendidih, bersamaan dengan ayam lainnya yang telah mati terlebih dahulu.

Maklum saja, tutur Asep, mereka dikejar setoran antara 700-1000 ekor ayam per hari. Ayam-ayam tersebut, menurut Asep, didistribusikan ke sekitar pasar Ciroyom, khusus di emperannya saja.

Pagi hari, esoknya, kami bergegas menuju pasar Modern Batununggal, Bandung. Informasi yang didapat, ada salah satu kios, yang konon menawarkan layanan penyediaan daging ayam sesuai Syariah.

Nama kiosnya Moomtaz Halal. Alhikmah bertemu langsung dengan Instruktur jagalnya, Toni Hermanto. Sedikit terlambat, prosesi penyembelihan pertama sudah silakukan sejak subuh tadi. Kami pun menanti sesi kedua, yang dijanjikan segera dilaksanakan.

Benar saja, 30 menit kemudian ayam siap potong pun datang. Kami diajak ke lokasi pemotongan yang berjarak sekitar 200 meter dari kios Moomtaz Halal. Tak lama, setelah mempersiapkan segalanya, Toni sigap mengambil kedua sayap ayam dengan tangan kirinya. Jari telunjuknya lantas menarik kulit leher ayam tersebut, hingga mengencang. “Bismillahi Allahu Akbar” ucapnya. Dan sreet, sreet, sreet tiga kali sayatan, darah pun terpancar.

Untuk beberapa saat, tangan Toni masih tampak mencengkeram. Ia kemudian meletakkan ayam itu berjajar dengan ayam yang telah disembelih lainnya, tanpa ditumpuk. Setelah dipastikan tak bergerak lagi, ayam ayam tersebut lantas direbus untuk dicabuti bulu-bulunya.

Cokelat Berisi Minuman Keras
Dari ayam, penelusuran Alhikmah beralih ke makanan ringan. Cokelat. Hampir semua orang menyukai. Selama ini apa yang ada dalam benak kita adalah bahwa produk tersebut berasal dari biji cokelat (tanaman), sehingga otomatis halal. Siapa sangka kalau ternyata ada juga yang ditambahkan minuman keras.

Kali ini Tim Alhikmah mencoba melakukan penelusuran di sebuah usaha industri rumahan di wilayah Bandung Timur, yang memproduksi penganan berbahan dasar coklat dalam bentuk kemasan yang cantik.

Sri Mulyati, demikian pemilik usaha ini biasa dipanggil. Wanita berusia sekitar 40 tahun ini telah berkecimpung dalam bisnis coklat ini sejak 2 tahun yang lalu. Namun hingga saat ini ia baru mengurus izin ke BPOM saja dan belum mendaftarkan diri ke MUI untuk mendapatkan sertifikasi halal.

“Biayanya mahal, jadi saya belum mengurusnya, “ aku Sri kepada Alhikmah.

Sri menuturkan proses pembuatan coklat yang ada di tempatnya. Tidak ada yang istimewa, sampai ketika ia mengakui memproduksi coklat yang dicampur dengan minuman keras seperti Rhum, Vodka, Whisky dan sejenisnya. Minuman keras itu, menurut Sri, dimasukkan ke dalam coklat mungil ini dengan cara disuntik.

Hal tersebut, menurut Sri tidak menyalahi aturan. Alasan dia, Coklat yang disuntik minuman keras ini biasanya dipesan untuk dikirim ke wilayah-wilayah mayoritas non-muslim, semisal Papua. “Bulan lalu kami mendapat pesanan 1000 toples coklat berisi minuman keras ini. Dan akan lebih ramai ketika menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru,” katanya.

Sesaat Sri menghela nafas panjang, lalu berbisik pelan kepada Alhikmah, “ Sssstttt….. tapi ada juga lho orang Islam yang diam-diam memesan coklat berisi minuman keras ini untuk dikonsumsi sendiri. Pernah ada seorang ibu (muslimah_red) yang memesan coklat isi Vodka sebanyak 2 toples. Katanya enak, karena coklat ini terasa hangat ditubuhnya.”

Sri mengungkapkan bahwa ibu yang memesan coklat tersebut berdalih bahwa yang dilarang adalah minuman yang memabukkan, jadi jika tidak membuat mabuk maka itu tidak apa-apa.

“Ya, saya hanya mengikuti keinginan konsumen saja. Karena bagi produsen seperti kami, pelanggan adalah raja,” dalihnya lagi.

Sri berencana tahun ini (2009_red) akan mengurus sertifikasi halal ke MUI. Bahwa ia juga memproduksi coklat berisi minuman keras, tentu saja tidak termasuk hal yang akan diungkapkan secara terbuka kepada pihak MUI, kelak.

Jika benar demikian, sungguh memprihatinkan.

Penulis dan peliput : Muhammad Yasin, Lygia
Penyunting: hbsungkaryo

Tulisan Berkaitan
Pentingnya Konsumsi Produk Halal dan Thayyib
Pilih yang Halal, Tinggalkan yang Haram dan Meragukan